Mohon tunggu...
Reza aka Fadli Zontor
Reza aka Fadli Zontor Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa-siapa, Hanya seorang Pemerhati Masalah Politik dan Sosial Zonk.Fadli@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

CCTV dan Rekonstruksi Jadi Senjata Polisi, Jessica Akhirnya Divonis Bersalah

8 Februari 2016   05:59 Diperbarui: 8 Februari 2016   09:52 4355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang kami tuntut dari polisi adalah Keadilan bagi semua orang. Yang kami tuntut dari polisi adalah profesionalitasnya.  Tidak lebih tidak kurang.  Kita semua tidak pernah benci polisi, justru mungkin cukup sayang sehingga tidak lelah untuk mengkritisi mereka.  Kita semua berharap polisi bisa professional sehingga mampu menciptakan keadilan sesuai dengan  pasal-pasal hukum yang ada di saku bajunya.

Betul bahwa faktanya banyak masyarakat yang benci polisi. Tapi  itu pasti ada sebabnya.  Siapa yang tidak akan benci sama polisi yang kerap  merazia kendaraan yang lewat dengan maksud mencari  uang receh? Siapa yang tidak akan benci dengan polisi yang korup ataupun suka kongkalikong dengan kasus hukum? Siapa yang tidak benci dengan polisi yang ikut melakukan kejahatan narkotika dan lain-lainnya? Dan siapa yang tidak dendam ketika keluarganya  mendapat perlakuan salah tangkap/ salah tembak/ salah tuduh oleh polisi?

Semuanya itulah yang membuat  masyarakat  terkesan membenci  polisi. Sebenarnya bukan institusinya yang dibenci tetapi  oknum-oknumnya.  Banyak oknumm-oknum  polisinya yang menggunakan jabatannya untuk melakukan kejahatan maupun menciptakan ketidak-adilan.

Intinya adalah, selama masih ada polisi yang menerima uang receh di jalan raya, selama masih ada polisi yang meminta uang pada masyarakat agar kasusnya diproses dan selama masih banyak Kasus-kasus pembunuhan yang kontroversial maka selama itu juga polisi dianggap tidak professional.

Kasus Mirna ini menjadi salah satu ajang pembuktian profesionalitas Polri.  Masyarakat sangat berharap Kasus Mirna ini tidak berakhir seperti Kasus  Akseyna, Kasus Sisca Yofei, Kasus Munir, Antazari dan kasus-kasus kontroversial lainnya.

KONTROVERSI KASUS MIRNA, CCTV DAN SENJATA REKONSTRUKSI

 Pada tulisan sebelumnya gw udah mengurai semua kronologis peristiwa dari tanggal 6 Januari 2016 hingga tanggal 30 Januari 2016 pada saat Jessica ditetapkan sebagai Tersangka.  (tulisan terkait ada dibawah). Dan kesimpulan gw dari Kasus ini adalah Polisi memang tidak punya bukti konkrit bahwa Jessica  adalah penaruh racun sianida di Kopi Mirna.

Polisi hanya memiliki  Asumsi bahwa Jessica yang membunuh Mirna.  Asumsi itu datang dari  Tindak-tanduk Jessica yang dianggap mencurigakan. Baik yang ada pada rekaman CCTV maupun informasi dari  kesaksian para pegawai Café.  Polisi berasumsi  Jessica sebagai  pelaku karena polisi sangat percaya dengan keterangan  pihak Café dan  sangat percaya dengan Asumsi/ tuduhan ayah Mirna.

Hanya itu yang dimiliki oleh Polisi.  Akhirnya Polisi mencari tahu riwayat hidup Jessica. Tentu ini dimaksud mencari motif pelaku yang bisa dikaitkan dengan asumsi bahwa Jessica adalah pembunuh Mirna. Sayangnya polisi tidak berhasil mendapatkan data apa-apa tentang riwayat hidup Jessica.

Sangat jelas sekali  polisi sejak awal sudah menuduh Jessica.  Kita lihat saja dengan Olah TKP yang dilakukan sangat lambat atau tepatnya tanggal 11 Januari (5 hari setelah kejadian). Mengapa sampai telat begitu karena Polisi sudah mengantongi  nama calon Tersangka.  Status Jessica sejak awal adalah Saksi Spesial dan benar-benar dijadikan target pemeriksaan berkali-kali.

Perjalanannya ternyata dari rekaman CCTV dan lainnya tidak bisa membuktikan bahwa Jessica bersentuhan langsung dengan sianida. Tidak ada jejak sianida sama sekali, sementara Motif Jessica untuk membunuh Mirna pun tidak mampu ditemukan polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun