kotorannya sendiri. Mereka bebas mencicipi tubuhku untuk naf-
su yang tak pernah kenal istirahat. Entah bagaimana kantongnya bisa tetap tebal oleh  kertas menggiurkan itu. Aku muak dengan mimpi dan harapan, bahkan untuk tidur
aku harus terus waspada. Tapi setidaknya harapan itu aku miliki saat bersamamu," Hana mengencangkan dekapan. Tak ingin meraih pakaian, telanjang meski di luar sangat dingin.
        "Maaf, aku tak bisa memberimu hidup seperti yang kau inginkan,"
        "Tidak Gun, seharusnya kau bisa saja meninggalku sekarang. Justru kau memilih tinggal dan menyelamatkanku. Memilih menjadi tukang pukul demi hidup yang bebal ini. Kau mungkin akan menemukan kehidupan yang enak tanpa memikirkanku,"
        "Jika ada yang lebih indah dari mati, aku pikir itu adalah bersamamu,"
        Hana terdiam, hanya ingin diam.
        "Setelah ini aku akan menemuinya,"
        Hana masih diam.
        "Laki-laki yang menyelamatkanmu itu sepertinya mengerti sesuatu,"
        "Si dukun aborsi?" Hana menatap wajah kekasihnya.