Mohon tunggu...
GoneGone
GoneGone Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tukang Ketik

Menulis, Membaca, Berpetualang dan Bercinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

My Eternal Edelweiss

1 Februari 2023   06:00 Diperbarui: 1 Februari 2023   06:09 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Nyony, maafin gue. Demi Tuhan, gue nggak seperti yang lo pikir. Lo tahu gue, kan? Gue sayang sama lo. Gue masih dan akan selalu sayang sama lo, Nyony."

Ucapan Nat sore itu adalah ucapan yang terakhir kudengar. Kami putus dan aku percaya aku mampu hidup tanpa Nat. Tapi ternyata tidak. Semalaman aku menangis tanpa henti, aku menghabiskan puluhan batang rokok untuk menenangkan kiamat kecil di hatiku. Aku kosong. Bukan aku, tapi hatiku. Bukan hanya itu, tapi jiwaku juga. Seperti berada di puncak gunung di jam-jam berkabut, aku sulit mendapatkan udara. Dan kiamat baru benar-benar terjadi tepat di hari setelah Nat meninggalkanku.

*

9 Juni 2011

Aku ingat, kemarin aku menyumpahi Nat mati saja. Aku ingin Nat mati, matilah Nat dalam hati ini. Tidak kusangka, Tuhan begitu cepat mengabulkan permohonanku. Aku tidak serius. Sumpah! Aku tidak sungguh-sungguh menginginkan hal itu. Aku berharap hari ini berubah menjadi mimpi. Tapi itu tidak mungkin. Terlambat. Tuhan sudah benar-benar mengambil Nat dariku.

Lebih dari satu jam kutatap kosong pusara Nat. Aku tidak menangis. Mataku terasa kering dan perih. Aku masih berharap ini tidak nyata. Tidak! Ini nyata! Harus kukatakan berulang-ulang pada diriku sendiri bahwa ini nyata. Nat pergi untuk selamanya, selama-lamanya.

"Lo tahu, kondom yang Nat bawa itu buat apa?" Bima bertanya. Aku tidak menjawab, selain karena masih kesal mengingat benda itu, aku juga tidak punya kekuatan untuk berbicara. Aku lelah.

"Dia pake kondom buat pelindung hape, bukan buat sesuatu yang ada di kepala lo!"

Aku terdiam. Kata-kata Bima membuat dadaku semakin sesak dan sakit tak terkira. Kali ini aku salah. Aku bahkan tidak memberi kesempatan Nat untuk menjelaskan. Aku tidak sempat mengucapkan kata maaf padanya. Aku sangat menyesal. Tuhan, bisakah Kau hukum aku sekarang?

"Kemarin, sebelum Nat pulang, dia nitip ini buat lo. Lo simpen bunga ini baik-baik, dan dia juga minta maaf karena selalu bikin lo nangis, tapi dia sayang sama lo." Bima menyerahkan bunga edelweiss yang diikat dengan akar tanaman.

Ternyata Nat tidak berbohong. Dia benar-benar melanggar kode etik demi edelweiss yang sejak lama kuinginkan. Terima kasih, Tuan. Maafkan aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun