"Hm, Nyonya masih galak aja kayak buldog."
"Sialan! Lo ngatain gue anjing?"
"Hehe, iya-iya ... keceplosan. Gue datang mau minta maaf, Nyony. Gue ngaku salah, gue pengen perbaiki semuanya, gue janji gue nggak akan main cewek lagi. Gue kangen, gue mau kita makan bareng dan gue mau kasih edelweiss buat Nyonya yang always ada di hati gue."
Jangan heran, aku dan Nat memang seperti itu. Kami memakai bahasa yang sekenanya, sama seperti saat kami berbicara dengan sahabat. Aku merasa nyaman dengan panggilan 'Nyonya' dari Nat, bagiku nama itu lebih dari kata romantis.
*
8 Juni 2011
Hari itu, adalah hari terakhir kami bertemu. Hari di mana Nat menghadiahiku bunga edelweiss. Kupikir dia berbohong, karena aku tidak menemukan edelweiss dalam carrier-nya, yang kutemukan justru sebuah benda asing yang sangat menjijikan. Itu adalah pertama kalinya aku melihat dan menyentuh alat kontrasepsi bernama kondom. Sialnya, aku menemukan benda itu dari tas orang yang selalu berusaha kupercaya. Rasanya sangat sakit, kondom itu seperti menghisap semua jatah oksigenku.
"Ini ... apa?" Kutanya.
Nat bergeming. Kami saling diam. Aku ingin mengatakan sesuatu. Aku butuh kalimat ajaib yang kelak akan selalu dia ingat seumur hidupnya. Mataku mulai kepanasan dan tiba-tiba pipiku basah.
"KITA PUTUS!"
Sebenarnya aku ingin sekali mendaratkan sebuah tamparan di kedua pipi Nat. Tapi percuma, tidak akan ada yang berubah dari Nat, juga keputusanku. Aku ingin Nat mati saja. Dengan begitu, tidak akan ada lagi yang membuat hatiku sakit, bukan?