2. Orang yang memberi dan menerima suap kepada pejabat di  birokrasi pemerintahan
3. Perbuatan curangÂ
4. Benturan kepentingan korupsi pembelian barang/jasa,Â
5. Memberi atau menerima hadiah atau janji (korupsi),Â
6. Penggelapan dalam pelaksanaan fungsi,Â
7. Pemerasan dalam pelaksanaan fungsi,Â
8. Memperoleh keuntungan secara tidak sah (pemerasan),Â
9. Partisipasi dalam pengadaan publik (misalnya perdata pegawai/penyelenggara negara)Â
10. Menerima tantiem (bagi PNS/penyelenggara negara).
Secara garis besar, korupsi atau korupsi politik adalah penyalahgunaan jabatan  untuk kepentingan pribadi. Faktanya, semua bentuk pemerintahan/pemerintahan adalah sasaran korupsi. Tingkat keparahan korupsi bervariasi, mulai dari yang  ringan berupa penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima bantuan, hingga korupsi pejabat yang serius dan sebagainya. Inti dari korupsi adalah kleptokrasi, yang secara harafiah merupakan pemerintahan  para pencuri, dimana tidak ada lagi kepura-puraan untuk bertindak jujur. Korupsi yang terjadi di bidang politik dan birokrasi dapat bersifat sepele atau serius, terorganisir atau tidak terorganisir. Meskipun korupsi sering memfasilitasi kegiatan kriminal seperti perdagangan narkoba, pencucian uang dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas pada bidang-bidang tersebut saja. Untuk mempelajari masalah ini dan mencari solusinya,  penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan. Tergantung pada negara atau yurisdiksinya, terdapat perbedaan antara apa yang dianggap korupsi dan apa yang tidak. Misalnya saja, sponsorship pemilu oleh beberapa partai politik sah di satu tempat, namun  tidak  di tempat lain.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsiÂ