Tangan Haru mengepal kuat di atas meja kasar penuh ukiran kalimat-kalimat buruk. Tanpa berkata-kata dia sudah mengutuk ketiga orang yang mengganggunya semenjak semester pertama.
Pelajaran hari ini berakhir lebih cepat. Tatkala Haru membuka pintu kelas, kakinya tersandung benang hingga jatuh tersungkur. Kemudian disusul dengan guyuran air beserta ember menutupi kepala Haru. Seketika seragam yang dikenakan basah kuyup. Dia menyingkirkan ember itu, mulai meraba-raba mencari alat bantu yang menggelinding tak tahu ke mana.
“Hello Bitches, cari apa hah? Cari tongkat, iya? How cute.”
“Berikan,” pintanya. Namun ucapan Haru bagaikan angin melintas di telinga mereka.
“Oh my gosh what is that, ugh get of my back!”
“Ranting pohon? So silly anyway did you have camping, girls?” Salah satunya membalas.
Ada tiga orang yang sering mengganggunya Theressa, Reyna, dan Olivia dari sassus yang tersebar di penjuru sekolah ketiga orang itu manusia paling ditakuti atau paling berkuasa. Tak ada yang berani menentang ataupun melawan Theressa beserta antek-anteknya. Mereka bagaikan ratu dengan kecantikan tiada tanding dibandingkan yang lain.
Gadis terkuat yang pernah ada itu mencoba bangkit. Ia mengulurkan tangan. “Ah kalian benar, aku tidak punya waktu untuk bermain-main jadi berikan sampah itu.”
Klek!
Tepat sekali alat bantu pengelihatan Haru patah. Siapa lagi kalau bukan ulah Theressa. Sangat disayangkan murid-murid di sini justru memuja-muja Theressa mengingat dia pemilik sekolah yang kaya raya dan masa depannya terjamin gilang gemilang.
“Ups! I’m so sorry Bitches. Gue tahu lo butuh ini tapi udah patah, dibuang aja yah?”