Berbanding terbalik denganku, Yuki yang bermakna musim dingin memiliki kehangatan bagai selimut. Sedangkan Haru sang musim semi malah mempunyai kedinginan yang mampu membungkam manusia dalam diam. Sayangnya dia penyandang disabilitas. Kursi roda selalu menjadi alat geraknya di mana-mana.
"Aku naik lift. Lagian kamu ngapain sih ke tempat seperti ini? Ayo turun!"
Aku merentangkan kedua tangan. "Lihat pemandangan ini Yuki, bukankah itu indah? Kau pasti suka kan?"
Yuki menelengkan kepala heran. "Maaf Haru bukan maksud menghinamu tapi hanya ada pepohonan di sini dan bukannya kamu tidak bisa melihat?"
Jantungku seakan berhenti berdetak. Gigiku berderit, aku berjalan cepat ke arahnya dengan napas memburu lantaran menarik kerah kemejanya dengan kuat. "Apa?! Beraninya kau bicara seperti itu padaku!"
“Ha-Haru tunggu, a-aku hanya—” kata-katanya terputus bertepatan aku melayangkan bogem mentah ke arah pipi kanannya. Suara Yuki terdengar bergetar, kemejanya pun dipenuhi keringat dingin, ia gentar.
Satu pukulan cukup untuk menggulingkan laki-laki itu dari kursi roda. Dia jatuh tersungkur di permukaan lantai sambil memegangi pipinya yang mulai membiru. Aku sama sekali tak merasa bersalah.
Sungguh betapa teririsnya hatiku ketika sahabat sendiri mengatakan hal yang tidak-tidak. Sakit, teramat sakit. Padahal jelas-jelas di sana dirgantara terbentang luas di atas pemukiman warga serta gedung-gedung tinggi pencakar langit menjulang hingga ke awan.
Andai aku dapat terbang, melihat dunia dari ujung cakrawala. Pasti menyenangkan.
Aku menyatukan kedua telapak tangan, memejamkan mata erat-erat, dan memohon kepada Tuhan agar diberikan sepasang sayap yang indah. Tak perlu menunggu lama, impian jadi kenyataan aku mendapatkan apa yang kuinginkan. Sepasang sayap putih berkilau seperti malaikat dan bulu-bulunya yang lembut.
Ini mustahil! Kukira hanya para malaikat saja yang mendapatkan sayap, ternyata aku salah. Bahkan lebih dari apa yang aku bayangkan. Sontak aku tertawa kegirangan. Aku melangkah mundur, mengambil ancang-ancang sebelum mencoba sayap baruku, lantaran berlari secepat kilat menembus awan.