"saya terima nikahnya Anisa binti Bapak Rijal dengan mas kawin seperangkat gamelan dibayar tunai"
Bila anda bersetatus sebagai suami dan juga muslim, membaca kalimat tersebut akan langsung teringat detik-detik mendebarkan yang menentukan anda secara sah sebagai calon ayah. Begitupula jika anda seorang istri sekaligus muslimat, anda akan terkenang momen paling bahagia yang mewujudkan mimpi untuk mendapatkan imam menjadi kenyataan.
Ya, kutipan di atas adalah kabul pernikahan, yaitu kalimat yang diucapkan mempelai pria untuk menjawab ijab dari wali mempelai wanita di hadapan penghulu dan para saksi dalam preosesi perkawinan islam.
Menilik beberapa aspek, akad nikah mencerminkan posisi lemah perempuan, dan lebih tajam lagi mengandung unsur perdagangan orang secara terselubung. Dikata demikian, sebab baik pelaku maupun korban sama-sama tidak menyadarinya.
Mas Kawin
Harta benda yang diberikan mempelai pria dalam resepsi pernikahan, esensinya adalah alat tukar untuk membeli calon istri.
Ijab Kabul
Sejatinya Ijab Kabul diajarkan dalam tata cara perniagaan islami.  Tatkala istilah tersebut digunakan dalam akad nikah, menunjukkkan gimmick yang mempersamakan perkawinan dengan jual beli. Lagi pula, bila anda jeli, dalam kalimat ijab dan kabul terdapat kata 'dibayar'. Dan andai saja anda kreatif mengutak-atik susunan kata, kalimat kabul itu sebenarnya,
"saya terima nikahnya .... dibayar tunai dengan mas kawin ...."
Mas kawin itu untuk membayar nikah, artinya ialah untuk membeli mempelai wanita. Lebih mengerikannya lagi, di dalam do'a penutup acara nikah terdapat frasa istahlaltu farjaha; menghalalkan farjinya. Dalam bahasa yang lebih spesifik maskawin itu buat membeli farji. Demi mengetahui arti farji secara harfiah, silahkan anda buka kamus atau bertanya pada orang yang faham bahasa Arab.
Wali Nikah
Salah satu rukun nikah ialah mengharuskan adanya wali pengantin perempuan. Diwajibkan pula wali tersebut adalah laki-laki, yaitu ayah kandung, saudara laki-laki dari pihak ayah, atau kakak kandung mempelai wanita. Peran dari wali dalam akad nikah ialah mewakili mempelai wanita mengucapkan ijab.Â
Hal ini menandakan perempuan dianggap lemah atau tidak mandiri. Sehingga, kesepakatan untuk menjalani hidup bersama dengan laki-laki idamannya harus ada laki-laki yang mewakilinya.
Diadopsi dari aturan jahiliyah
Tatacara pernikahan yang dibuat oleh nabi Muhammad sebenarnya diadopsi dari aturan yang sudah berlaku di tanah jazirah pada era sebelum islam. Hanya saja Nabi melakukan pergeseran-pergeseran dalam beberapa segi. Semula, dalam ketentuan jahiliyah, mahar yang diberikan oleh mempelai pria menjadi hak bagi wali mempelai wanita. Oleh Muhammad diubah agar mas kawin menjadi hak bagi pengantin perempuan.
Di samping itu terkait perwalian. Pada jaman pra-islam, bila mempelai wanita berstatus janda (lebih khusus karena ditinggal mati suaminya) yang menjadi wali adalah laki-laki dari keluarga mantan suaminya. Sedangkan dalam islam, sekali pun yang menikah adalah janda, walinya tetap harus berasal dari keluarga kandungnya.
Pergeseran-pergeseran tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak upaya Muhammad untuk mengangkat derajat perempuan di jamannya, dari jurang kehinaan yang teramat dalam.
Hukum Waris
Upaya Muhammad meningkatkan harkat perempuan, selain melalui aturan terkait perkawinan, terlihat jelas melalui hukum waris. Anak-anak perempuan berhak mendapatkan kekayaan yang ditinggal wafat orang tuanya. Walau hanya setengah dari bagian yang diterima oleh anak laki-laki, itu sudah lebih baik dari masa jahiliyah yang sama sekali tidak memberikan bagian.Â
Para istri juga berhak atas harta benda yang ditinggal suami. Meski persentasenya sangat keci, hal tersebut sudah merupakan perubahan yang cukup drastis dibanding dengan era sebelumnya. Boro-boro dapat warisan, perempuan Arab jahiliyah itu termasuk ke dalam kekayaan suami yang diwariskan, setara dengan perhiasan.
Maksudnya begini. Seorang perempuan ketika sudah menikah, dia akan terlepas dari keluarga kandungnya dan ikut keluarga suaminya. Manakala suaminya meninggal dunia, perempuan tersebut akan menjadi warisan bagi adik dari suaminya (surah.4:19).Â
Sang ipar akan secara otomatis menjadikannya sebagai istri tanpa harus menikahinya. Namun bila ternyata si adik ipar tidak berminat, perempuan tadi akan dinikahkan pada pria lain, dengan ketentuan mas kawin menjadi hak bagi adik mantan suaminya itu. Makanya disinggung di atas, wali mempelai wanita yang berstatus janda adalah laki-laki dari mantan suaminya.
Ibu lebih dihormati
Melalui ungkapan surga ada di bawah telapak kaki ibu misalnya, rasul mengajarkan agar anak-anak lebih memuliakan ibu dibanding kepada ayah.Â
Usaha ini dilakukan demi terjadinya perubahan perlakuan terhadap anak-anak perempuan di kotanya. Semula, bayi-bayi perempuan dianggap sebagai kutukan, sehingga laki-laki akan merasa begitu malu jika mendengar kabar istrinya melahirkan bayi perempuan. Lalu, karena nilainya yang dianggap hina, anak-anak perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak laki-laki.Â
Sebagai dampaknya, ketika dewasa mereka tidak bisa berbicara dengan lancar seperti halnya laki-laki. Dengan diangkatnya posisi ibu di dalam keluarga, diharapkan anak-anak perempuan mendapatkan perlakuan yang lebih baik oleh saudara laki-laki serta ayahnya. Toh anak-anak perempuan itu adalah bakal dari para ibu di masa mendatang yang akan dihormati oleh anak-anaknya kelak.
Laki-laki adalah imam
Tidak sedikit perempuan-perempuan maskulin bahkan juga lady rocker, setelah menikah mereka berhijrah. Semenjak bersetatus sebagai istri, mereka mulai menutupi bagian kepalanya dengan hijab gaul demi mengikuti permintaan suaminya.
Di jalanan sering disaksikan, pasangan muda yang mengendarai sepeda motor dan berhenti di depan sebuah kantor. Sang istri turun dari boncengan, kemudian mencium tangan suaminya sebelum ia berjalan memasuki gedung. Baginya, suami adalah panutan yang harus dijunjung dan dihormati.
Perempuan-perempuan di negeri ini acapkali terjegal untuk menjadi pemimpin melalui kontestasi politik, sebab bagi sebagian publik atau pemilih hanya laki-laki yang berhak untuk menjadi pemimpin.
Ketiga kasus diatas motifnya sama, yakni ungkapan 'laki-laki adalah imam' yang salah difahami. Ungkapan itu ditafsirkan bahwa laki-laki itu lebih unggul dari perempuan. Sehingga, hanya laki-laki yang diperbolehkan menjadi pemimpin.Â
Dalam kelurga pun istri dituntut untuk untuk selalu  taat, dan patuh, dan hormat pada suaminya,yang diwujudkan melalui adegan cium tangan tadi. Dan sebagai dampak lainnya, seorang laki-laki dibebaskankan punya banyak istri, sementara seorang wanita hanya diperbolehkan punya satu suami.
Padahal tidak demikian. Ungkapan 'laki-laki adalah imam' merupakan jargon dari kampanye perlindungan perempuan sebagai bagian dari ikhtiar Muhammad mengangkat martabat perempuan.Â
"laki-laki adalah pelindung bagi perempuan..." (An-Nisa:34)
Gamblangnya, ayat tersebut dimaksudkan agar para suami tidak menjadi pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan secara umum agar laki-laki tidak menjadi pelaku pelecehan terhadap perempuan. Tidak perlu selamanya laki-laki itu menjadi pelindung bagi perempuan, karena tidak semua perempuan secara fisik lebih lemah dari laki-laki.Â
Dalam hal seorang perempuan itu lemah maka laki-laki harus melindunginya, bukan dihina, dicaci, serta tindakan buruk lainnya.
Sedangkan ayat yang menyatakan bahwa 'tuhan tidak mengutus rasul, melainkan kepada seorang laki-laki yang kami beri wahyu' (surah.16:43) tidak ada sangkut pautnya dengan perempuan. Ayat-ayat semacam ini ditujukan untuk memperkuat Muhammad yang mengaku diri sebagai rasul, sementara dia bukan berasal dari golongan elit.Â
Sebelum mentasbihkan diri sebagai utusan tuhan, Muhammad bukanlah salah satu tokoh agama dan bukan pula termasuk orang kaya di negerinya, sehingga tokoh-tokoh agama serta orang-orang kaya yang menentangnya sering mengejek dengan pertanyaan-pertanyaan 'mengapa tuhan menurunkan wahyu kepada seorang laki?'Â
Maksud dari 'seorang laki-laki' di situ ialah nobody, bukan siapa-siapa, atau 'mengapa tuhan memilih rasul itu berasal dari kalangan masyarakat bawah?'
Ancaman bagi para suami
Dalam keluarga, anak-anak perempuan mendapatkan perlakuan yang berbeda dibanding anak laki-laki. Akibatnya pada era kebodohan banyak perempuan dewasa di kota Mekah yang tidak bisa berbicara dengan fasih.
 Manakala mereka menikah dan terjadi sengketa dalam rumah tangga, semisal suami menuduh istrinya berbuat serong, istri selalu menjadi pihak yang dirugikan. Sebab, ketika dihadapkan di pengadilan mereka tidak bisa memberikan penjelasan untuk membela dirinya dengan kalimat yang bisa dimengerti dewan sidang. Alhasil mereka akan menanggung sanksi sebagaimana dituduhkan suaminya. (surah.43:18)
Setelah negeri itu dislamkan, Disamping himbauan 'laki-laki adalah iimam' yang bersifat persuasif, Muhammad membuat aturan bahwa seorang suami yang menuduh istrinya berbuat selingkuh harus bisa menunjukkan minimal empat orang saksi.Â
Bila ternyata si penuduh tidak bisa mendatangkan empat orang saksi, maka dialah yang justru akan mendapatkan hukuman. (Surah.24:4)
Kesetaraan Perempuan
Selain  melalui aturan-aturan dan jargon-jargon, upaya Muhammad dalam mengais derajat perempuan dari sumur kenistaan, tampak pula melalui diakuinya kesaksian perempuan.
Dalam memberantas riba atau bunga pinjaman, Muhammad mewajibkan agar orang yang melakukan utang piutang mencatatnya dengan disaksikan oleh dua orang laki-laki. Jika ternyata tidak ada dua orang laki-laki, ketentuannya menajdi satu orang laki-laki beserta dua orang perempuan.Â
Di sini terlihat bahwa Muhammad menempatkan perempuan setengah dari laki-laki. Ditilik secara garis lurus dengan upaya-upaya lain di atas, Muhammad meletakkan perempuan di jamannya pada level medium. Sedangkan pandangan Muhammad yang murni terkait perempuan ialah setara dengan laki-laki.
"bagi laki-laki ada bagian atas apa yang telah mereka usahakan, dan bagi perempuan ada hak pula atas apa yang telah mereka usahakan" (surah An-Nisa:32)
Perempuan sama halnya dengan laki-laki berhak mendapatkan pekerjaan yang layak (berusaha) serta bagian yaitu upah yang sesuai dengan pekerjaannya. Demikian pula dalam perkawinan.
"dan Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan"Â (Surah An-Najm:45)
Jika membacanya sekilas, ayat ini sama sekali tak penting. Ketika sudah dijelaskan bahwa Tuhan menciptakan alam semesta beserta isinya, orang akan merasa tidak perlu rincian yang bisa  disaksikan semacam ini. Terkecuali detail isi dari alam semesta di luar tatasurya yang akan memberikan pengetahuan dan mencerdaskan.
Namun jika diperhatikan dengan lebih cermat, ayat ini terdiri dari dua bagian yaitu  bagian pertama, 'dan dialah yang menciptakan' yang merupakan embel-embel, serta bagian kedua 'pasangan laki-laki dan perempuan' yang merupakan inti.Â
Pada bagian kedua, masing-masing kalam dalam versi bahasa Arabnya disertai dengan alif lam sebagai penanda bentuk definit. Jadi bagian kedua pada ayat ini merupakan pengertian bahwa, 'yang namanya pasangan adalah seekor jantan dan seekor betina'.Â
Dalam bahasa Arab, penunjuk bilangan itu sangat penting untuk diperhatikan. Jangan lupa dzakara dan unsa itu masing-masing berupa bentuk tunggal. Ayat tersebut termasuk ke dalam hikmah atau falsafah. Pasangan hidup itu seorang laki-laki untuk seorang perempuan, dan atau sebaliknya.
Implementasi dari kesetaraan dalam pernikahan yang bermakna kesepakatan untuk menjalani hidup bersama tentunya masing-masing pihak memikul tanggung jawab yang sama dalam segala urusan rumah tangga; masak, nyuci piring, nyebokin bayi, mandiin, masangin popok, hingga urusan-urusan yang lebih besar. Â
Akan tetapi Muhammad tidak menanamkan nilai-nilai yang ideal tersebut kepada masyarakat yang hidup di jamannya, melainkan menyembunyikannya dalam ayat-ayat muhkamat untuk masyarakat dunia di masa depan.
Alasannya, tiada lain bahwa perubahan yang ekstrim akan sangat rawan untuk ditolak oleh bangsa Arab yang patriarki, yang amat mengagungkan laki-laki.Â
Muhammad memilih bersikap kompromi dengan melakukan sedikit pergeseran-pergeseran, namun dampaknya tetap bisa dirasakan oleh kaum hawa di masanya.Â
Kehidupan yang bebas
Kondisi ideal satu laki-laki untuk satu perempuan sekalipun bukanlah hasil akhir yang akan dicapai. Titik puncak peradaban ialah ketika manusia mengetahui cara hidup abadi (surah.13:17). Maka sejak saat itu tidak diperlukan lagi berkembangbiak, lalu manusia memutuskan untuk berhenti memiliki keturunan secara permanen.Â
Akan tetapi hasrat tidak dihiliangkan sehingga setiap orang akan melakukan dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja  tanpa adanya ikatan perkawinan. Tanpa perlu pula takut akan terkena penyakit.
Cerita bahwa di surga laki-laki akan ditemani oleh banyak bidadari, dan perempuan ditemani  banyak bidadara adalah isyarat kehidupan masa depan yang bebas; banyak laki-laki untuk banyak perempuan. Bahkan bila tidak ada pasangan alami yang memuaskan secara fisik dan karakter ataupun hal lainnya, seseorang bisa memesan pasangan buatan di pabrik atau membelinya di toko.
(35)sesungguhnya kami menciptakan mereka (bidadari) itu secara langsung
(36)lalu kami jadikan mereka perawan-perawan
(37)yang penuh cinta dan sebaya umurnya
(surah.56:35-37)
Bidadari adalah perawan yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan cinta, tentunya mewakili bidadara yang diperuntukan bagi pewrempuan. Jadi para wanita juga tidak perlu khawatir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H