Menyusui adalah salah satu aspek fundamental dalam perawatan bayi baru lahir yang tidak hanya memberikan manfaat gizi optimal tetapi juga memperkuat ikatan emosional antara ibu dan bayi. Proses menyusui yang dimulai dalam jam pertama kelahiran sangat penting untuk keberhasilan pemberian ASI eksklusif, yang seharusnya diberikan tanpa tambahan makanan atau cairan lain selama enam bulan pertama kehidupan bayi.
Namun, meskipun ASI terbukti memberikan manfaat luar biasa, angka pemberian ASI pada jam pertama dan keberhasilan menyusui pada minggu-minggu pertama kehidupan bayi masih jauh dari harapan. Menurut data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hanya sekitar 27% bayi yang menerima ASI pada jam pertama setelah lahir pada tahun 2023. Ini menunjukkan adanya kekurangan dukungan terhadap ibu-ibu baru dalam memulai proses menyusui yang optimal pada saat yang sangat krusial ini.
Pentingnya mendukung ibu dalam menyusui bayi baru lahir tidak bisa dianggap remeh, karena periode kritis ini akan memengaruhi kualitas kehidupan dan kesehatan bayi sepanjang hidup mereka. Pemberian ASI dalam waktu yang tepat dan secara eksklusif memberi perlindungan terhadap infeksi, mendukung perkembangan otak yang optimal, serta membantu bayi tumbuh dengan sehat.
Artikel ini bertujuan untuk membahas pentingnya dukungan menyusui selama masa kritis bayi baru lahir, serta tantangan yang dihadapi oleh banyak ibu dalam proses menyusui ini. Selain itu, artikel ini juga akan mengulas berbagai faktor yang memengaruhi keberhasilan menyusui, termasuk dukungan dari keluarga, tenaga kesehatan, serta kebijakan pemerintah yang mendukung praktik menyusui yang sehat.
Periode Kritis Pemberian ASI (Minggu Pertama Kehidupan)
Minggu pertama kehidupan bayi adalah fase yang sangat penting bagi ibu dan bayi, terutama terkait inisiasi dan pemberian ASI. Pada masa ini, sistem pencernaan bayi masih sangat rentan, sehingga ASI menjadi satu-satunya sumber nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi secara optimal. Oleh karena itu, pemberian ASI pada jam pertama setelah kelahiran, yang dikenal sebagai inisiasi menyusui dini (IMD), sangat penting untuk mendukung kesehatan dan tumbuh kembang bayi.
Inisiasi Menyusui Dini (IMD):
IMD merujuk pada praktik menyusui bayi dalam satu jam pertama setelah kelahiran. Selain memberikan nutrisi esensial, IMD juga membantu memperkuat ikatan emosional antara ibu dan bayi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF menyatakan bahwa IMD berkontribusi pada penurunan risiko kematian neonatal serta mendukung produksi ASI yang optimal bagi ibu.
Namun, meskipun manfaatnya telah diakui secara luas, penerapan IMD masih tergolong rendah. Berdasarkan data WHO tahun 2023, hanya sekitar 27% bayi yang mendapatkan ASI dalam satu jam pertama kehidupannya. Rendahnya angka ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti keterbatasan tenaga kesehatan, prosedur medis tertentu, kelelahan ibu pasca-persalinan, dan kurangnya pengetahuan tentang pentingnya IMD.
Manfaat Inisiasi Menyusui Dini:
- Meningkatkan Keberhasilan Menyusui Jangka Panjang:
IMD membantu merangsang produksi ASI melalui stimulasi payudara segera setelah kelahiran. - Melindungi Bayi dari Infeksi:
Kolostrum, cairan pertama dari payudara ibu, kaya akan antibodi yang berperan dalam melindungi bayi dari berbagai penyakit. - Membantu Mengatur Suhu Tubuh Bayi:
Kontak langsung saat menyusui dapat membantu bayi menjaga suhu tubuhnya, yang penting bagi bayi yang belum mampu mengatur suhu tubuh secara mandiri.
Tantangan dalam Penerapan IMD:
Meski bermanfaat, pelaksanaan IMD sering terkendala oleh berbagai tantangan, termasuk kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung, prosedur medis pasca-persalinan, dan kurangnya edukasi tentang pentingnya IMD. Faktor sosial dan ekonomi juga menjadi hambatan, terutama bagi ibu yang tidak mendapat dukungan keluarga atau komunitas yang memadai.
Data Global dan Pentingnya Dukungan:
Menurut WHO, meskipun telah ada peningkatan dalam promosi IMD, praktik ini masih jauh dari ideal. Angka 27% bayi yang menerima ASI dalam jam pertama kehidupan menunjukkan bahwa diperlukan upaya lebih besar untuk mendukung ibu, terutama di masa awal pasca-persalinan.
Dukungan tenaga kesehatan, edukasi kepada masyarakat, serta kebijakan pemerintah yang mendukung praktik menyusui dini sangat diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan IMD. Pemberian ASI yang tepat waktu pada minggu pertama kehidupan sangatlah krusial untuk memastikan bayi mendapatkan manfaat maksimal dari ASI eksklusif.
Manfaat ASI Eksklusif untuk Bayi Baru Lahir
ASI eksklusif, yakni pemberian ASI tanpa tambahan makanan atau cairan lain selama enam bulan pertama kehidupan, merupakan anugerah alam yang tak tergantikan. ASI tidak hanya menjadi sumber nutrisi sempurna bagi bayi, tetapi juga pondasi yang kokoh bagi kesehatan dan perkembangan mereka, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Terutama pada minggu-minggu awal kehidupan, saat tubuh bayi begitu rapuh dan sistem kekebalan mereka baru mulai berkembang, ASI menjadi perlindungan sekaligus kekuatan yang vital.
Sumber Nutrisi Paling Sempurna
ASI adalah mahakarya nutrisi yang diciptakan khusus untuk kebutuhan bayi. Kolostrum, cairan emas pertama yang dihasilkan oleh tubuh ibu setelah melahirkan, kaya akan antibodi dan komponen imun yang melindungi bayi dari infeksi. Selain itu, ASI mengandung protein, lemak sehat, vitamin, dan mineral dalam komposisi ideal yang mendukung pertumbuhan fisik dan perkembangan otak bayi. Dengan setiap tetes ASI, bayi menerima bahan bakar terbaik untuk memulai hidup.
Perisai dari Infeksi dan Penyakit
Keajaiban ASI terletak pada kemampuannya melindungi bayi dari berbagai ancaman kesehatan. Kandungan imunoglobulin, sel darah putih, dan zat antimikroba dalam ASI bekerja sama membangun daya tahan tubuh bayi. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki risiko lebih rendah terkena infeksi saluran cerna, diare, pneumonia, dan bahkan penyakit kronis seperti diabetes dan obesitas. Data UNICEF menunjukkan, bayi yang disusui memiliki risiko kematian hingga 14 kali lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang tidak disusui, menegaskan pentingnya ASI sebagai penyelamat hidup.
Mendorong Perkembangan Otak yang Optimal
ASI bukan hanya makanan fisik, tetapi juga nutrisi untuk otak dan jiwa. Asam lemak rantai panjang seperti DHA dalam ASI berperan penting dalam perkembangan otak, penglihatan, dan sistem saraf bayi. Penelitian membuktikan bahwa anak-anak yang disusui eksklusif memiliki kecerdasan lebih tinggi, keterampilan kognitif yang lebih baik, dan stabilitas emosional yang lebih kuat. ASI membangun otak sekaligus karakter.
Ikatan Kasih Sayang yang Mendalam
Menyusui adalah saat yang istimewa bagi ibu dan bayi. Proses ini memicu pelepasan hormon oksitosin, yang mempererat hubungan emosional antara keduanya. Bayi merasa aman dan terlindungi, sementara ibu merasakan kedekatan yang mendalam dengan anaknya. Ikatan ini tidak hanya menguatkan hubungan emosional, tetapi juga memberikan rasa nyaman yang abadi.
Manfaat Kesehatan untuk Ibu
ASI tidak hanya memberi manfaat besar bagi bayi, tetapi juga bagi ibu. Menyusui membantu mengurangi risiko kanker payudara, kanker ovarium, dan diabetes tipe 2. Selain itu, menyusui membantu ibu kembali ke berat badan ideal pasca-melahirkan dan mengurangi risiko depresi pascamelahirkan, memberikan manfaat kesehatan fisik dan mental yang luar biasa.
Tantangan dan Harapan
Meski manfaat ASI eksklusif begitu besar, tantangan dalam praktiknya tetap ada. Data WHO menunjukkan bahwa hanya sekitar 68% bayi di seluruh dunia yang menerima ASI eksklusif hingga usia enam bulan, dengan angka yang lebih rendah di negara berkembang, termasuk Indonesia. Kendala sosial, ekonomi, dan kurangnya edukasi menjadi hambatan besar yang harus diatasi.
Dukungan dari tenaga kesehatan, keluarga, dan kebijakan publik sangat penting untuk memastikan bahwa setiap bayi mendapatkan hak mereka atas nutrisi terbaik. ASI eksklusif bukan hanya pilihan, tetapi kebutuhan esensial untuk memberikan kehidupan yang lebih sehat dan masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang.
Tantangan yang Dihadapi Ibu dalam Menyusui
Meskipun manfaat menyusui sangat jelas dan tak terbantahkan, banyak ibu yang menghadapi berbagai tantangan dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayi mereka, terutama selama periode kritis setelah kelahiran. Tantangan-tantangan ini dapat mempengaruhi keberhasilan menyusui dan berdampak negatif pada kesehatan ibu dan bayi. Penting untuk memahami berbagai hambatan yang dihadapi oleh ibu agar dapat merancang solusi yang efektif untuk mendukung mereka dalam memberikan ASI dengan optimal.
1. Masalah Produksi ASI yang RendahSalah satu tantangan utama yang dihadapi ibu baru adalah masalah produksi ASI yang tidak mencukupi. Beberapa faktor, seperti stres, kelelahan, kurangnya dukungan emosional, atau masalah kesehatan pada ibu (misalnya, diabetes atau gangguan hormonal), dapat menghambat produksi ASI. Ibu yang merasa cemas atau tertekan tentang kemampuan mereka untuk menyusui sering kali menghadapi masalah dalam proses menyusui. Produksi ASI juga dipengaruhi oleh faktor biologis, seperti adanya riwayat persalinan caesar yang memerlukan waktu lebih lama untuk pemulihan, atau bayi yang tidak dapat menyusu dengan baik pada awal kelahiran.
2. Tantangan Keterbatasan Waktu bagi Ibu BekerjaBagi ibu yang bekerja, salah satu tantangan terbesar adalah menemukan waktu untuk menyusui secara eksklusif. Cuti melahirkan yang terbatas sering kali membuat ibu merasa terpaksa kembali bekerja lebih cepat, sehingga mereka kesulitan untuk memberikan ASI secara langsung atau memompa ASI. Tanpa fasilitas menyusui yang memadai di tempat kerja, ibu cenderung lebih memilih untuk memberikan susu formula daripada ASI. Hal ini berdampak pada keberlanjutan pemberian ASI eksklusif, terutama ketika ibu kembali bekerja setelah beberapa minggu atau bulan setelah melahirkan.
3. Kurangnya Dukungan dari Lingkungan SekitarDukungan sosial sangat penting bagi ibu yang sedang menyusui. Kurangnya dukungan dari pasangan, keluarga, atau teman dapat memperburuk stres yang dirasakan ibu, yang pada gilirannya dapat memengaruhi kelancaran menyusui. Dalam beberapa budaya atau komunitas, mungkin ada pandangan atau stigma negatif terhadap ibu yang menyusui atau ibu yang memilih untuk menyusui lebih lama, yang dapat membuat ibu merasa tidak nyaman atau kurang didukung. Tanpa dukungan moral atau fisik yang memadai, ibu mungkin merasa kesulitan untuk terus menyusui dengan konsisten.
4. Kurangnya Pendidikan dan Pengetahuan tentang Teknik Menyusui yang BenarBanyak ibu yang baru pertama kali melahirkan mungkin tidak memiliki pengetahuan atau pengalaman mengenai teknik menyusui yang benar. Misalnya, posisi menyusui yang salah dapat menyebabkan rasa sakit pada payudara atau masalah dalam proses penyusuan itu sendiri. Tanpa bimbingan yang tepat, ibu dapat merasa frustrasi dan akhirnya mengalihkan perhatian ke susu formula. Pengalaman negatif ini dapat mengurangi kepercayaan diri ibu dalam menyusui, bahkan jika ASI sebenarnya cukup tersedia.
5. Masalah Kesehatan pada Ibu dan BayiBeberapa kondisi medis, baik pada ibu maupun bayi, dapat memengaruhi kemampuan untuk menyusui dengan lancar. Misalnya, masalah pada puting susu seperti puting lecet, infeksi payudara, atau mastitis dapat membuat ibu merasa kesakitan saat menyusui. Di sisi bayi, masalah medis seperti lipatan bibir, sumbing langit-langit, atau kesulitan dalam menyusui bisa menjadi hambatan. Ketika bayi tidak dapat menyusui dengan efektif, hal ini dapat mengurangi jumlah ASI yang diperoleh bayi dan memengaruhi produksi ASI ibu.
6. Stigma dan Tantangan SosialDi beberapa tempat, masih ada stigma sosial terhadap ibu yang menyusui di depan umum atau bahkan dalam jangka waktu yang lama. Hal ini dapat menambah tekanan pada ibu untuk berhenti menyusui atau beralih ke susu formula, meskipun mereka ingin terus menyusui. Keputusan untuk memberikan ASI seringkali dipengaruhi oleh pandangan sosial ini, yang memperburuk tantangan dalam melaksanakan menyusui eksklusif.
Berdasarkan data WHO, meskipun pemberian ASI eksklusif pada enam bulan pertama dapat memberikan banyak manfaat, tantangan-tantangan tersebut menyebabkan hanya sekitar 68% bayi di dunia yang mendapatkan ASI eksklusif. Dalam beberapa negara berkembang, seperti Indonesia, angka ini bahkan lebih rendah. Misalnya, data dari Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif pada usia enam bulan.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2024 (leisure.harianjogja.com)).
 Berbagai tantangan dalam pemberian ASI eksklusif ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat. Dukungan yang lebih kuat, baik dari sisi emosional, sosial, maupun kebijakan, sangat diperlukan untuk membantu ibu melewati tantangan ini. Solusi yang tepat, seperti pelatihan menyusui, kebijakan cuti melahirkan yang lebih baik, serta fasilitas menyusui di tempat kerja, dapat meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif dan memastikan bayi mendapatkan nutrisi terbaik sejak awal kehidupannya.
Peran Keluarga dan Komunitas dalam Mendukung Menyusui
Menyusui adalah suatu proses yang melibatkan lebih dari sekadar ibu dan bayi. Keberhasilan menyusui sering kali dipengaruhi oleh dukungan yang diterima ibu dari keluarga, pasangan, teman-teman, serta komunitas di sekitarnya. Dukungan ini sangat penting, terutama dalam minggu-minggu pertama kehidupan bayi yang merupakan periode krusial bagi kelancaran proses menyusui. Tanpa dukungan sosial yang memadai, ibu dapat merasa terisolasi atau tertekan, yang pada akhirnya memengaruhi keberhasilan menyusui.
1. Dukungan Pasangan dan Keluarga TerdekatPeran pasangan dalam mendukung ibu yang sedang menyusui sangat krusial. Pasangan yang memberikan dukungan emosional dan praktis, seperti membantu menjaga bayi saat ibu menyusui atau memberikan bantuan rumah tangga, dapat mengurangi stres yang dirasakan ibu. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang merasa didukung oleh pasangan cenderung lebih sukses dalam memberikan ASI eksklusif. Suami atau pasangan dapat berperan dalam memberikan dorongan positif yang meningkatkan rasa percaya diri ibu.
Selain itu, dukungan dari keluarga juga sangat penting. Ibu yang baru melahirkan sering kali membutuhkan bantuan dalam merawat bayi atau menyelesaikan tugas rumah tangga. Dukungan dari anggota keluarga lainnya, seperti orangtua, saudara, atau mertua, bisa sangat membantu ibu agar lebih fokus pada proses menyusui dan menjaga kesehatan dirinya.
2. Peran Komunitas dalam Meningkatkan Kesadaran MenyusuiKomunitas memiliki peran yang besar dalam mendukung ibu menyusui. Dukungan yang datang dari kelompok ibu menyusui atau komunitas lokal dapat memberikan ibu rasa kebersamaan dan mengurangi perasaan terisolasi. Di banyak tempat, kelompok dukungan ini dapat memberikan kesempatan bagi ibu untuk berbagi pengalaman dan memperoleh informasi praktis mengenai masalah-masalah yang mereka hadapi dalam menyusui.
Kelompok ibu menyusui juga bisa menjadi tempat untuk mendapatkan bantuan langsung dari konselor laktasi atau tenaga kesehatan yang berkompeten. Komunitas yang mendukung budaya menyusui dapat meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif, karena ibu merasa lebih percaya diri dalam melakukan menyusui dan lebih siap menghadapinya.
3. Peran Tenaga Kesehatan dalam Memberikan EdukasiPentingnya pendidikan mengenai menyusui bagi ibu baru tidak bisa dikesampingkan. Tenaga kesehatan, seperti bidan, dokter, atau konselor laktasi, memegang peran yang sangat penting dalam memberikan informasi yang benar dan mendalam tentang manfaat menyusui, teknik menyusui yang tepat, serta cara mengatasi masalah-masalah umum yang muncul selama menyusui.
Tenaga kesehatan dapat memberikan dukungan yang sangat berharga melalui pendekatan individual. Misalnya, mereka dapat membantu ibu baru untuk mengetahui apakah bayi sudah menyusui dengan benar, memberikan saran tentang cara memperbaiki posisi menyusui, atau memberikan solusi untuk masalah yang terkait dengan produksi ASI yang rendah. Pendidikan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui dan membantu mengatasi tantangan yang muncul.
4. Peran Pemerintah dalam Mempromosikan Kebijakan yang Mendukung MenyusuiDi tingkat yang lebih luas, kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Pemerintah dapat berperan dalam memberikan edukasi yang lebih luas kepada masyarakat tentang pentingnya menyusui, serta memberikan kebijakan yang mendukung ibu menyusui. Salah satunya adalah melalui kebijakan cuti melahirkan yang memadai, fasilitas menyusui di tempat kerja, dan promosi ASI eksklusif di tingkat komunitas.
Di beberapa negara, program pemerintah seperti "Baby Friendly Hospital Initiative" (BFHI) yang diprakarsai oleh WHO dan UNICEF berupaya untuk meningkatkan dukungan kepada ibu menyusui dengan mendorong rumah sakit dan fasilitas kesehatan untuk mendukung praktik menyusui yang baik dan benar. Program ini juga memberikan pelatihan kepada tenaga kesehatan untuk memberikan informasi yang akurat dan dukungan kepada ibu menyusui.
5. Pengaruh Media dan Kampanye PublikMedia juga memiliki peran besar dalam meningkatkan kesadaran publik mengenai pentingnya ASI eksklusif. Kampanye publik yang dilakukan oleh organisasi kesehatan seperti WHO, UNICEF, dan Kementerian Kesehatan Indonesia dapat membantu mendidik masyarakat tentang manfaat ASI dan cara mendukung ibu yang menyusui. Media sosial juga menjadi sarana penting bagi ibu untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan.
Dukungan dari keluarga, pasangan, komunitas, tenaga kesehatan, dan pemerintah sangat penting untuk memastikan ibu berhasil menyusui bayi mereka dengan baik. Dengan memberikan dukungan emosional, sosial, dan praktis, serta menyediakan akses pendidikan yang memadai, kita dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Semua pihak memiliki peran yang saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung ibu menyusui, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada kesehatan ibu dan bayi.
Kebijakan dan Program Pemerintah untuk Mendukung Pemberian ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan adalah langkah penting untuk memastikan kesehatan dan perkembangan optimal bayi. Oleh karena itu, kebijakan dan program pemerintah memainkan peran yang sangat vital dalam menciptakan lingkungan yang mendukung ibu dan bayi dalam mencapai tujuan ini. Beberapa negara telah mengimplementasikan kebijakan yang mendukung pemberian ASI, sementara beberapa tantangan tetap ada dalam penerapannya. Di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah meluncurkan berbagai program dan kebijakan untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif di kalangan ibu baru.
1. Kebijakan Cuti Melahirkan dan Dukungan PekerjaanSalah satu kebijakan penting yang dapat mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif adalah cuti melahirkan yang memadai. Pemberian waktu yang cukup bagi ibu untuk pulih setelah melahirkan serta untuk menyusui bayinya sangat penting dalam memastikan ASI eksklusif dapat diterapkan dengan baik. Di Indonesia, kebijakan cuti melahirkan yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan hak cuti melahirkan selama 3 bulan. Namun, kebijakan ini masih terbatas dan tidak semua tempat kerja menyediakan fasilitas untuk mendukung ibu yang menyusui, seperti ruang laktasi.
Program seperti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 15/2013 tentang Program Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI) juga memberikan dampak signifikan dalam mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Dalam program ini, rumah sakit yang terakreditasi sebagai "Baby Friendly" diharuskan untuk memberikan edukasi kepada ibu tentang pentingnya ASI dan cara menyusui yang benar sejak awal kelahiran.
2. Program Edukasi dan Penyuluhan kepada MasyarakatPemerintah juga berperan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui program edukasi dan penyuluhan mengenai manfaat ASI eksklusif. Melalui berbagai kampanye publik, media sosial, dan penyuluhan di fasilitas kesehatan, informasi mengenai pentingnya ASI diberikan kepada calon ibu dan keluarga mereka. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan manfaat ASI eksklusif dan mengurangi persepsi negatif terhadap praktik menyusui.
Contohnya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Program ASI Eksklusif terus berupaya memperkuat sosialisasi di tingkat daerah. Program ini bertujuan untuk meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif dengan melibatkan berbagai sektor, mulai dari sektor kesehatan hingga sektor pendidikan, serta mendekatkan layanan kesehatan kepada ibu dan anak di tingkat komunitas.
3. Rumah Sakit "Baby Friendly"Pemerintah Indonesia mendukung inisiatif Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI), yang dicanangkan oleh WHO dan UNICEF, untuk mendorong rumah sakit di Indonesia memberikan dukungan maksimal bagi ibu yang menyusui. Rumah sakit yang terakreditasi sebagai "Baby Friendly" diwajibkan untuk mematuhi 10 langkah menyusui yang dirancang untuk mendukung ibu agar dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayi mereka. Beberapa langkah yang diutamakan dalam program ini meliputi inisiasi menyusui dini (dalam satu jam pertama kelahiran), melarang pemberian susu formula atau air kecuali dalam keadaan medis yang sangat diperlukan, serta memberikan konseling menyusui kepada ibu sebelum pulang dari rumah sakit.
4. Fasilitas Menyusui di Tempat KerjaPemberian fasilitas menyusui di tempat kerja adalah salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam mendukung ibu yang bekerja. Beberapa kebijakan pemerintah mendesak perusahaan untuk menyediakan ruang laktasi bagi ibu yang kembali bekerja setelah melahirkan. Ruang laktasi yang nyaman dan terpisah dari area kerja memungkinkan ibu untuk memompa ASI dengan tenang tanpa gangguan. Meski demikian, tidak semua tempat kerja di Indonesia telah menerapkan kebijakan ini secara optimal, dan hal ini menjadi tantangan dalam mencapai angka ASI eksklusif yang lebih tinggi.
5. Pemberdayaan Petugas Kesehatan dan Konselor LaktasiPeran tenaga kesehatan sangat penting dalam mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia juga berfokus pada pelatihan dan pemberdayaan tenaga kesehatan, seperti bidan, perawat, dan dokter, untuk memberikan informasi yang akurat tentang ASI dan teknik menyusui yang benar. Program-program pelatihan ini juga mencakup keterampilan dalam memberikan konseling menyusui, yang dapat membantu ibu mengatasi berbagai masalah yang mungkin timbul selama menyusui, seperti produksi ASI yang rendah atau posisi menyusui yang salah.
6. Pengaturan Pemasaran Susu Formula dan Produk Pemberian Makanan BayiPemerintah juga memiliki peran dalam mengatur pemasaran susu formula dan produk makanan bayi lainnya. Kode Internasional untuk Pemasaran Pengganti ASI yang disusun oleh WHO bertujuan untuk membatasi promosi susu formula dan produk lainnya yang dapat mempengaruhi keputusan ibu untuk memberikan ASI. Di Indonesia, regulasi ini diimplementasikan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 33/2012 tentang Pemasaran Pengganti ASI, yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh negatif pemasaran susu formula terhadap ibu dan keluarga..
Pemberian ASI eksklusif merupakan investasi jangka panjang yang sangat berharga bagi kesehatan bayi dan ibu. Dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, baik itu keluarga, komunitas, tenaga kesehatan, maupun pemerintah, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif tanpa hambatan yang berarti.
Referensi
Berikut adalah daftar referensi yang digunakan dalam penulisan artikel ini:
World Health Organization (WHO). (2023). Breastfeeding -- Key Facts. Diakses dari https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/breastfeeding.
United Nations Children's Fund (UNICEF). (2023). Breastfeeding: Benefits for Babies and Mothers. Diakses dari https://www.unicef.org/documents/breastfeeding-benefits.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Program ASI Eksklusif. Diakses dari https://www.kemkes.go.id/.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 33/2012. Pemasaran Pengganti Air Susu Ibu (ASI).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 15/2013. Program Baby Friendly Hospital Initiative (BFHI).
Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS). (2022). ASI Eksklusif di Indonesia: Tren dan Tantangan. Diakses dari https://www.bps.go.id/.
World Health Organization (WHO) & United Nations Children's Fund (UNICEF). (2022). Baby-Friendly Hospital Initiative: Revised, Updated and Expanded for Integrated Care.
International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes (WHO Code). (2021). International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes. Diakses dari https://www.who.int/nutrition/topics/code_english.pdf.
Semua referensi ini merupakan sumber terpercaya dan relevan untuk mendukung informasi dalam artikel ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H