Sejak saat itu aku makin dekat dengan Arini. Kadang menemaninya bercerita di bale-bale saat ada waktu senggang. Meminjamkan koleksi buku yang kubawa dari rumah dan dia antusias membacanya.Â
"Ceritanya sangat bagus," ungkap Arini saat membaca novel karangan Tere Liye yang berjudul Rembulan Jatuh di Pangkuanmu.
"Semua novel Bang Tere itu keren. Dan untuk judul itu, sudah di filmkan, lo," balasku sambil tersenyum padanya. Berharap Arini membalasnya. Aku senang melihat lesung pipi di wajahnya.
"Wah. Aku ingin menonton filmnya."
"Kapan-kapan, kau bisa menontonnya di laptopku."
Satu hal yang tidak bisa kutampik adalah aku jatuh cinta pada Arini. Perempuan perindu hujan itu. Aku menyukai apa yang dia miliki. Kesederhanaan dan kecantikan naturalnya.Â
Hari ini kupikir adalah waktu yang tepat untuk memberi tahu Arini tentang perasaanku yang sebenarnya. Saat hujan baru saja reda, aku menemui Arini di rumahnya. Seperti biasa---dia baru saja habis berkencan dengan hujan.Â
"Aku ingin menggantikan posisi Arie di hatimu, Rin," ujarku saat Arini duduk di depanku sehabis menghidangkan secangkir kopi dan sepiring pisang goreng.
"Tidak ada yang bisa menggantikan dia, Kak."
"Kalau begitu, izinkan aku untuk mencintaimu."
Arini menggeleng. "Tidak, Kak. Aku tidak ingin merasakan yang namanya ditinggalkan lagi."