Sejenak Arini menghela napas. "Itu bukan bermain. Aku sengaja menyatukan diri dengan hujan agar tidak ada yang tahu kalau lagi menangis. Hujan bisa langsung menghapus air mataku dan bisa menyamarkan lukaku."
Sore itu Arini pun banyak bercerita padaku. Tentang kisah cintanya yang dipisahkan oleh maut. Tentang sang pujaan hati yang begitu dia cintai, akan tetapi Sang Pencipta lebih menyayanginya. Sesekali dia terisak. Matanya masih tidak bisa menyembunyikan tentang lukanya.
"Kau harus belajar menerima kenyataan, Rin," ucapku pelan. Takut membuat Arini tersinggung.
"Aku sudah berusaha, Kak. Tapi tidak bisa."
"Apa kau ingin membuat Arie sedih di alamnya? Orang yang dia cintai, bersedih sepanjang hari." Arie adalah nama kekasih Arini. Itu pengakuannya padaku.
"Bagaimana caranya melupakannya?" Tandas Arini.
"Menyibukkan diri."
Aku dengar dari Ibu Yulia. Sebelum kejadian dua tahun lalu, Arini adalah seorang pegawai Bank swasta. Namun, sejak kematian Arie, Arini resign dan bersibuk dengan lukanya.Â
Cinta sejati---itulah yang dimiliki oleh Arini.
"Mungkin Kak Runa benar. Sudah waktunya aku belajar menerima kenyataan. Ini sangat berat bagiku. Butuh waktu untuk bisa menerimanya."
Aku tersenyum mendengar penuturan Arini. Semoga saja waktu bisa bisa menyembuhkan lukanya. Membantunya untuk melupakan bait kisah yang tak indah. Ah Arini, betapa beruntungnya Arie mendapatkan cintamu.