"Kasian ibumu tuh, Las.. udah makin tua pengen cepet punya mantu. Jadi kapan?"
"Mbok ya jangan nerima undangan terus.. giliranmu nyebar undangan kapan?"
Dan masih banyak lagi kalimat-kalimat bermakna serupa yang sudah sering Lasti telan bulat-bulat dan hanya dijawab dengan kalimat standar: "doain aja".
Lasti sebenarnya menikmati masa-masa kesendiriannya, kecuali ia memang sebisa mungkin menghindari moment kumpul-kumpul keluarga ataupun reuni sekolah.
Lasti tidak pernah terlalu memikirkan kapan Tuhan akan memberinya jodoh. Dia cukup bahagia dengan keadaannya saat itu.
Dia bekerja dan lumayan mapan. Dia bisa punya banyak kenalan dan bisa travelling sepuasnya, bisa nonton konser musik tanpa ingat jam malam karena sejak bekerja Lasti sudah tidak tinggal serumah dengan ibu dan bapak.
Lasti juga bisa bebas hang out dengan teman-temannya baik wanita ataupun pria tanpa harus ada yang merasa cemburu atau mengekangnya.
Lasti suka kehidupan ini, sebenarnya. Namun karena terlalu banyak netijen berisik dan mengusik lama-lama Lasti risih juga.Â
Apalagi kalau mereka sudah mengusik ibu dan bapak. Alhasil Lasti akan mendapatkan ceramah sehari semalam dari ibu dan bapak, baik itu secara live ataupun daring by phone.
"Nduk, inget umur, jangan keenakan sendirian terus.. ibu sama bapak sudah tua, dan juga selalu ditanya sama bulek dan bude mu. Kenapa sih kamu ga mau dijodohin aja sama kenalan-kenalan bulek atau bude mu itu?"
Sebenarnya apa yang salah dengan pilihan untuk tidak menikah?Â