Mohon tunggu...
Evi Untari
Evi Untari Mohon Tunggu... Penulis - Ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga "biasa" yang saat ini sedang menikmati tugas "luar biasa" mengurus tiga anak. Bukan seorang penulis handal, hanya suka menulis untuk menjaga kewarasan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jingga yang Kelabu

12 Mei 2024   02:18 Diperbarui: 14 Mei 2024   10:11 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diolah pribadi diedit melalui Canva

Jingga tampak muram sejak kemunculannya di waktu senja ini. Ia sedang nyaman bersembunyi. Saat ini, ia enggan untuk menampakkan diri pada dunia. Kelopak matanya basah oleh sisa gerimis air mata yang tersapu semilir angin sore. Ada kerinduan berkecamuk mengusik sakit di relung hatinya yang teramat dalam dan sulit terobati.

Jingga menatap lekat-lekat pada langit kesorean yang meredup. Sebelum akhirnya sang surya benar-benar hilang menyentuh jiwa temaram, namun Jingga ingin tetap berdiam di tempatnya saja. Menikmati dirinya beradu dengan kesedihan dalam cahaya lembayung yang masih cantik memesona meski tak seirama dengan kesedihan di hatinya.


Rindu ini sungguh tak biasa. Ada saatnya menyeret luka yang belum sepenuhnya pulih. Ada kalanya memberikan rasa pilu yang menjalar hingga sesak berair mata. Jingga pasrah. Jika rindu ini akhirnya berlangsung lama bahkan jika harus selama-lamanya.


Jingga paham benar akan situasi yang membawanya pada malapetaka ini. Tuhan tidak akan pernah salah membuat takdir untuk kisah hidupnya. Bahkan ketika Tuhan menghadirkan sebuah pesona terindah yang membuat hatinya berlabuh, namun justru di saat yang bersamaan Tuhan pun memberikan ujian terberat baginya. Jingga tidak bisa berlama-lama singgah dalam keindahan itu. Keyakinan dan kodratlah yang melarangnya.


Pesona yang pernah dihadirkan Tuhan dalam episode hidupnya yang lalu, lebih dari sekedar indah dan membutakan. Pesona itu adalah Kazib. Sosok rupawan seperti fajar pertama yang menyejukkan. Kazib adalah kesempurnaan yang hampir dimiliki langit ketika bersuka cita menyambut sang mentari. Siapapun akan terkagum melihat kemegahannya. Kazib seperti sosok yang diciptakan Tuhan dengan sejuta malaikat yang tersenyum menyertainya.


Tapi semesta tak selalu harus memilih waktu yang sama untuk memancarkan keindahannya.
Saat itu, Jingga dan Kazib menaburkan kejora di langit yang sama namun waktu dan keadaan juga memberontak menentangnya.

Cinta yang mereka dambakan adalah kesalahan. Dan ketika semuanya sudah membelenggu Jingga dengan erat, justru Jingga menyadari kalau selama ini ia bukan jatuh pada ketulusan cinta. Jingga terjebak dalam kebodohan. Jingga terpuruk dan tak bisa kembali. Hatinya terlanjur terbenam pada pesona Kazib, dan itu adalah kesalahan terbesarnya.


Kadang, keyakinan dan keadaan membuat makhluk seperti kita seolah dipermainkan oleh takdir. Jingga dipermainkan oleh cinta, dibutakan oleh nafsu tapi takdir tidak merestuinya. Jingga sadar, cinta sudah menghukumnya dengan adil namun sekaligus menyakitkan.

Cinta yang ia kenal selama hidupnya, hanyalah sebuah malapetaka.


***
Februari 2020,

"Kenalin, ini calon suami gue!," Sara tampak sumringah berdiri di samping pria itu. Wajahnya yang putih bersih tampak merona kemerahan saking bahagianya.

Ini adalah kali pertama Sara memperkenalkan Kazib secara resmi pada Jingga. Selama ini Sara sudah menganggap Jingga seperti adiknya sendiri meskipun status mereka hanyalah kakak dan adik kelas semasa kuliah di Bandung dulu.

Karena sejak lulus kuliah, Sara kembali pulang ke kota asalnya di Jakarta sementara Jingga masih menetap di Bandung selama beberapa tahun sebelum akhirnya  ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di Jakarta. Tujuannya tentu saja agar bisa kembali berdekatan dengan Sara, kakak ketemu gede-nya itu.

Damn!

Entah kenapa Jingga merasa terganggu dengan sosok pria di depannya. Apalagi ketika pria itu mengulurkan tangan dan menyebutkan namanya. "Kazib."

Jantung Jingga seperti sulit menyeimbangkan detaknya. Ribut berdetak tak karuan di dalam sana membuat Jingga tak bisa menyembunyikan sikap salah tingkahnya.

Ketika tangannya menyambut uluran tangan Kazib, perasaan aneh justru semakin menjalar memasuki hati Jingga. Bahagia membuncah melebihi perasaan senang yang pernah ia rasakan selama ini. Jingga cepat menyadari, kalau ia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama pada sosok Kazib.

Tidak! Jingga harus menahan diri!

Ia tidak pantas untuk menyelami perasaan itu lebih dalam lagi. Kazib milik Sara. Meski belum secara resmi tapi dalam hitungan beberapa bulan lagi, Sara akan resmi menjadi Nyonya Kazib dan Jingga tidak sepantasnya berpikir untuk menyukai Kazib.

Sore itu, ketika musik mengalun syahdu bersamaan dengan rintik hujan yang membasahi jendela salah satu caf di tengah kota Jakarta, hati Jingga ikut merintih syahdu.

Dalam diri Jingga ada usaha yang berkecamuk untuk tidak terlalu terpikat lebih dalam pada perasaan, ada pikiran yang mencoba bertahan agar tetap waras dan tidak mau kalah dengan hasrat yang mengusik hati.

Tapi, di sisi lain Jingga merasakan tatapan dan senyum Kazib terasa lain untuknya. Jingga merasa Kazib diam-diam menggodanya. Sikap Kazib seolah mencoba mengusik hatinya. Mencabik pertahanan hati Jingga agar tak lagi tahu diri dengan posisinya.

Sebisa mungkin keinginan untuk mencuri pandang diam-diam ke arah Kazib tidak ingin Jingga lakukan. Tapi rupanya Jingga tidak sanggup menahan hasrat ingin melihat Kazib lagi dan lagi. Sialnya, justru mata mereka sering bertemu secara tidak sengaja dan itu semakin membuat keduanya salah tingkah. Kazib tersenyum dan justru membuat hati Jingga semakin tak karuan.

Sara bahkan tidak menyadari itu, malahan membiarkan Jingga dan Kazib duduk berduaan, berhadapan satu sama lain sedangkan Sara beranjak meninggalkan mereka demi panggilan telepon dari rekan kerjanya.

"Kamu cantik, seandainya kita ketemu jauh sebelum aku mengenal Sara...,"

Jingga tersipu. Hatinya dikuasai perasaan tak menentu. Ini salah. Jelas-jelas Jingga menyadari ini adalah kesalahan. Tapi entah kenapa dia justru suka. Melebihi apapun. Jingga tidak merasa risih atau terganggu. Jingga menyukai Kazib. Meski ini adalah pertemuan pertama mereka. Meski Sara adalah sahabat baiknya. 

***

September 2020,

Jingga menikmati semua momen ini. Desahan napasnya semakin keras dan tak terkendali namun Kazib tidak berniat menghentikannya. Malahan justru Kazib semakin menjadi membuat Jingga tak berdaya dan pasrah diburu kenikmatan.

Keduanya semakin larut dalam peluh yang membawa mereka pada dosa. Kazib membiarkan dirinya menguasai tubuh dan hati Jingga. Semakin dalam, semakin intim. Dan ini sudah kesekian kalinya mereka melakukan hubungan panas dan terlarang, sejak pertemuan pertama mereka di caf saat itu.

Beberapa hari setelah hari itu, diam-diam Kazib mengajak Jingga untuk bertemu. Berdua saja, tanpa Sara.

Lalu berlanjut hingga pertemuan-pertemuan mereka berikutnya. Bahkan frekuensi bertemu antara Kazib dan Sara sudah dikalahkan oleh waktu pertemuannya dengan Jingga.

Jingga merasakan kenyamanan ketika bersama pria itu. Kazib memperlakukannya dengan baik dan hangat. Kazib sering memberikan kejutan romantis untuknya, tidak pernah berkata kasar atau menyakiti Jingga secara fisik seperti Rio, mantannya. Jingga jatuh cinta sepenuhnya pada Kazib.

Semua berawal dari rasa nyaman, kemudian tumbuh menjadi rasa cinta dan akhirnya rasa saling membutuhkan. Rasa yang tidak salah namun menjadi tidak tepat ketika keadaan sudah salah sejak awal. Jingga dan Kazib menyadari akan hal itu. Mereka sama-sama orang terdekat Sara. Mereka tidak mau menyakiti perasaan Sara, tapi justru malah mengkhianatinya.

Rasa yang "salah" itu juga lah yang membiarkan Jingga tidak keberatan untuk menyerahkan kesuciannya jatuh ke tangan Kazib, calon suami dari sahabatnya sendiri. Padahal dulu, Jingga rela dipukuli oleh Rio karena menolak ajakan berhubungan intim. Tapi entah kenapa dengan Kazib, Jingga merasa luluh dan berani mengabaikan prinsipnya.

"Sayang, aku ingin kasih tau kamu sesuatu," bisik Jingga mesra di telinga Kazib yang masih erat memeluknya di balik selimut.

"Hmm..", Kazib hanya menggumam sambil masih memejamkan mata.

Jingga melepaskan pelukan Kazib dan hendak melangkah mengambil sesuatu yang ia simpan beberapa hari ini di lemarinya. Kazib menarik Jingga untuk tetap berada di pelukannya, namun Jingga tersenyum hangat sambil kembali melepaskan tangan Kazib.

"Setelah aku pikir berhari-hari, aku mau kasih tau kamu tentang sesuatu. Tadinya, aku ga mau kasih tau kamu... karena dua hari lagi akad nikah kamu sama Sara, jadi... ummm, aku ga mau ngerusak moment bahagia kalian. Tapi, aku juga ingin bahagia sama kamu.. Aku ingin egois sekali aja demi kamu!," Jingga tiba-tiba terisak dengan posisi memunggungi Kazib.

Kazib terduduk, membenarkan letak selimut lalu memeluk Jingga dari belakang. "It's ok, honey.. kamu boleh ngomong apa aja yang bikin kamu bahagia. Kamu boleh marahin aku, kamu boleh lampiasin semuanya ke aku karena kita ga bisa melangkah ke hubungan yang lebih serius dalam waktu dekat ini. Aku minta maaf!"

"Aku hamil...", lirih Jingga sambil menyodorkan testpack bergaris merah dua ke hadapan Kazib. Kazib terkesiap. Perasaannya campur aduk saat ini.

Tangis Jingga makin pecah. Ia tau, Kazib tidak akan pernah menginginkan kehadiran bayi mereka. Dua hari lagi Kazib dan Sara akan sah menjadi pasangan suami istri, tidak mungkin akan dibatalkan begitu saja.

Kazib memeluk Jingga, membiarkan wanita manis itu menangis di dalam pelukannya. Perasaan Kazib saat ini benar-benar campur aduk. Jauh di lubuk hatinya, Kazib sebenarnya sudah mencintai Jingga dan tidak mau kehilangan wanita itu. Tapi, lagi-lagi keadaanlah yang membuat mereka tidak bisa bersama.

"Sayang, dengerin aku.. besok kita ke dokter untuk tau perkembangan baby kita ya... Kita ketemu di rumah sakit, nanti aku kasih alamatnya. Jaga diri kamu, jangan banyak nangis.. aku ga mau baby kita kenapa-napa....," Kazib memeluk Jingga semakin erat.

Jingga sedikit merasa tenang, setidaknya untuk saat ini Kazib tidak langsung menyuruhnya menggugurkan bayi mereka. Entah nanti...

***

Jingga duduk di salah satu kursi ruang tunggu dokter kandungan yang sudah dipenuhi oleh pasien yang hampir sama dengannya, memeriksakan kandungan mereka. Kebanyakan mereka datang berpasangan.

Sambil menunggu kedatangan Kazib, Jingga mengamati mereka. Ada pancaran kebahagiaan dalam wajah pasangan-pasangan itu, mungkin mereka sudah tidak sabar ingin mengetahui perkembangan bayi mereka di dalam rahim ibunya.

Jingga merasa canggung, entah harus bahagia atau takut. Jingga sendiri masih belum bisa mengontrol emosinya sejak tau dirinya sedang berbadan dua. Jingga jadi lebih sering menangis dan sering khawatir akan banyak hal. Seperti saat ini, Jingga khawatir Kazib tidak datang dan malah memutuskan pergi meninggalkan dirinya.

Jingga menyeka air mata yang menggenang di sudut matanya. Ia mengelus perutnya sembari membatin bahwa semua akan baik-baik saja. Dirinya dan juga bayinya.

Dan saat itulah, Kazib muncul di hadapannya. Jingga langsung sumringah, beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Kazib. Tapi, langkah Jingga terhenti tiba-tiba. Kazib tidak datang seorang diri. Ada Sara bersamanya.

Jingga terpaku. Bengong menyadari penglihatannya tidaklah salah. Kazib datang bersama Sara dan mereka sedang berjalan mendekat ke arahnya.

Apa Sara tau yang terjadi antara Kazib dan dia? 

 

Jingga gelagapan ketika keduanya berdiri persis di depan mata Jingga.

"Hallo, kok kalian kesini?," tanya Jingga salah tingkah. Bingung harus melontarkan basa-basi apa.

Kazib tampak terdiam, menunduk seperti tak tega melihat ekspresi Jingga yang bingung.

"Loh, kita mau nemenin kamu periksa kandungan kan sayang..," ujar Sara dengan senyum misterius.

Jingga terbelalak. Sara tau? Tapi ia ga marah atau... ada apa sih sebenarnya ini???

"Kak, maafin gue kak...!," Jingga tiba-tiba bersujud di kaki Sara. Ia merasa takut Sara akan marah saat itu juga. Jingga sebenarnya sudah bersiap, cepat atau lambat Sara pasti akan mengetahui hubungan gelap mereka. Tapi Jingga betul-betul tidak siap kalau hari inilah saatnya, hari menjelang pernikahan Sara dan Kazib.

Jingga tidak peduli semua orang di tempat itu memandang aneh pada sikapnya, saling berbisik menerka-nerka yang terjadi. Jingga tidak tau lagi harus berbuat apa. Saat ini, ia merasa seperti maling yang tertangkap polisi dan pasrah untuk di eksekusi.

Sara menyentuh kedua bahu Jingga, memberikan tanda agar Jingga berdiri. "Abis ini, kita ngobrol.. gue mau tau kondisi anak itu!,". Jingga menurut  meski masih diam tak mengerti. Ia menatap Kazib yang sejak datang tadi bahkan belum menyapanya.

***

Jingga tidak pernah tau, bagaimana meriahnya pesta pernikahan Kazib dan Sara. Jingga tidak pernah tau, bagaimana wajah bayi mungil yang sempat menempati rahimnya selama 4 bulan. Jingga tidak pernah menyangka, takdir akan membawa kisahnya sampai sejauh ini.

Dan disinilah ia sekarang. Bersembunyi di antara hamparan hijau pepohonan rindang yang bisa ia nikmati setiap saat bahkan melalui jendela kamarnya. Jingga sesekali merasa tenang, namun kesedihan dan kerinduan juga kerap bergantian menyiksanya.

Jingga ingat betul ketika hari itu, setelah memeriksakan kondisi kehamilannya untuk pertama kali justru menjadi hari yang paling menyedihkan baginya.

Bayinya sehat, usianya 18 minggu dan ia tumbuh dengan baik dengan berat yang optimal. Tapi kondisi hati Jingga justru hancur, tidak baik-baik saja.

Sara ternyata mengetahui hubungan gelap antara dirinya dan Kazib. Bahkan yang paling tidak waras, Sara lah yang menyuruh Kazib merayu Jingga hingga berhasil untuk menidurinya.

Sara menginginkan bayi itu. Sara di diagnosa tidak bisa hamil oleh dokter sampai kapanpun karena gangguan pada rahimnya. Sara menginginkan rumah tangga yang "normal" bersama Kazib, ia mendambakan adanya buah hati dalam pernikahan mereka. Dan ia berpikir Jingga adalah kandidat yang tepat untuk mewujudkan impiannya itu.

Bayi Jingga akan dilahirkan tanpa diberi tahu perihal ibu kandungnya. Bayi itu akan selamanya jadi milik Sara dan Kazib dan Jingga tidak diizinkan untuk bertemu, demi menjaga rahasia ini.

Sakit! Jingga tak bisa memahami apa yang ada di pikiran Sara. Terlebih ketika janin itu tak bisa bertahan, Sara justru mengamuk tak karuan, menuduh Jingga sengaja melakukannya.

Jingga merasa dikhianati oleh Sara dan Kazib. Padahal Jingga sudah memberikan sepenuh hatinya pada Kazib. Jingga terpuruk dengan keadaan yang sulit dicerna oleh akal sehatnya. Bayi itu pergi karena memahami perasaannya, Jingga tidak rela bayi itu jadi milik siapapun.

"Maafin teteh, mah... maafin!"

Mamah memeluk Jingga yang masih sering menangis, malah kadang sampai melukai dirinya sendiri.

"Iya teh.. iya.. udah yuk, masuk sekarang udah mau malam, gerimis juga.. baju teteh udah basah nih.."

Jingga tertatih dalam dekapan mamah. Dengan sabar dan telaten, mamah mengganti baju Jingga yang basah dengan pakaian yang lebih hangat. Mamah memberikan Jingga obat penenang agar Jingga bisa tertidur dan tidak mengigau macam-macam, tak lupa mamah menyelipkan foto USG bayi di dekapan tangan Jingga.

Jingga akhirnya kembali ke rumah. Rumah yang selalu menerima apapun kondisi dirinya. Mamah dan bapak yang selalu memeluknya hangat tanpa bersyarat. Meski ia pulang dalam keadaan depresi dan emosi yang tidak stabil saat itu, tapi ia memilih jalan yang tepat untuk kembali pulang. Jingga sudah berjanji untuk memulihkan luka hati, tapi tidak sekarang.

Jingga mulai meniti hari yang kelabu. Menikmati kelam yang menyelimuti hari-harinya sejak semua cinta yang dimilikinya kandas. Bersusah payah, bersakit-sakit melupakan semua cinta yang begitu besar pernah ia persembahkan pada orang yang salah. Ia berpikir bahwa ia lah yang jahat, tapi semesta bahkan lebih pandai menjahati perasaannya.

Pelan-pelan ia akan memulihkan hati, sampai ia benar-benar ikhlas melepaskan. Melepaskan semua kenangan tentang Kazib, pria yang sejauh ini paling tulus ia cintai juga pada bayi mungil mereka yang belum sempat lahir ke dunia.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun