Mohon tunggu...
Eve S
Eve S Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Mengeksplorasi sejarah, arkeologi, dan budaya adalah sebuah petualangan melintasi dimensi ruang dan waktu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asmara di Bumi Majapahit

21 November 2020   21:32 Diperbarui: 21 November 2020   21:38 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sudah berapa lama kita berteman, Gayatri?" Giandra bertanya dengan tatapan teduhnya.

"Sekitar lima belas tahun? Sejak aku berusia empat tahun," ucapku menjawab pertanyaannya. Giandra berusia satu tahun di atasku. Jadi, pada pertemuan pertama kami dahulu usianya adalah lima tahun, sedangkan aku baru berusia empat tahun.

"Lama juga, ya."

Dari kejauhan aku dapat melihat pedati milik ibunda bergerak mendekat, Giandra langsung merapikan kain yang menutupi pusar hingga lututnya. "Ibundamu datang, aku harus terlihat rapi," bisiknya.

Tak lama kemudian, Ibunda dan beberapa dayang yang menemaninya pun turun dari pedati, beliau menyapa Giandra yang tengah membungkuk di hadapannya dengan penuh keanggunan. "Giandra, tak perlu membungkuk seperti itu. Bangunlah."

Mendengar perkataan ibunda, Giandra pun bangkit, tetapi wajahnya tetap ia tundukkan sebagai tanda hormat kepada ibunda yang merupakan istri dari seorang bupati. Ibunda kemudian melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan aku dan Giandra berdua di pekarangan.

"Kita sudah lima belas tahun berteman dan kau masih saja membungkuk seperti itu kepada ibunda. Itu terlalu berlebihan, Giandra," kataku seraya menggeleng-gelengkan kepala.

"Tak peduli berapa lama kita berteman, kastamu tetap berada di atasku, Gayatri. Aku ini hanya seorang citraleka Waisya, bukan seorang silpin Brahmana. Kastaku berada di bawah kasta Ksatria-mu," ujarnya yang membuatku terdiam. Aku tak suka tiap kali Giandra membahas perbedaan kasta yang ada di antara kami. "Gayatri, aku harus kembali ke rumah dan membantu ayahanda. Bisakah esok sore kita bertemu di bawah pohon maja dekat sungai?"

Aku mengiakan permintaannya. Entah mengapa perasaanku menjadi tidak enak sekarang. Giandra tersenyum, ia lalu melangkah keluar dari pekarangan rumahku dan melambaikan tangannya. Aku pun membalas lambaiannya dan memilih masuk ke dalam rumah, membantu para dayang untuk menyiapkan makan siang kami.

Setelah melewati malam dan siang, kini langit jingga yang menyapa. Kemarin Giandra memintaku untuk menemuinya di bawah pohon maja yang berada di dekat sungai pecahan dari Sungai Bengawan Solo dan sekarang aku tengah berdiri tepat di bawah pohon maja tersebut. Aku mengedarkan pandanganku, berusaha mencari sosok yang kutunggu.

"Apa yang kau cari, Gayatri?" Dari arah belakangku suara itu terdengar. Aku sangat mengenal pemilik suara tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun