"Gue janji," kata Citra akhirnya.
Hari demi hari berlalu, dan Ethan hanya duduk sendirian di teras belakang sebuah rumah. Memandang jauh ke hamparan pasir dan laut yang berada di depannya. Saat itu, matahari seperti akan tenggelam di dasar laut. Â Hanya ada suara debur ombak dan kicauan burung camar di sore itu yang terdengar. Senja, menjadi waktu favoritnya untuk duduk sendirian menatap indahnya matahari yang tenggelam digantikan bulan yang cahayanya menentramkan hati.
Saat itu, dering telepon disamping Ethan memecah kesunyian di sore itu.
"Halo, dengan saudara Ethan Diansyah?" kata suara di telepon itu.
"Ya, dengan saya sendiri," jawab Ethan.
"Saya dokter Paul dari Rumah Sakit, ingin mengabarkan kalau anda bisa mendonorkan mata anda kepada saudari Silvy. Menurut hasil tes, kornea mata ada dalam keadaan baik dan bisa di donorkan," jelas dokter Paul.
"Benarkah dokter?" tanya Ethan tidak percaya. "Saya dapat mendonorkan mata saya ini kepada Silvy?"
"Benar. Dan saya sekali lagi ingin menanyakan kepada anda, apakah anda masih bersedia mendonorkan mata anda?" tanya dokter Paul.
"Saya masih bersedia dok dengan syarat yang telah saya ajukan kepada dokter waktu itu," jawab Ethan.
"Baik, kalau begitu saya akan segera menghubungi keluarga Silvy mengenai kabar baik ini. Terima kasih."
Ethan sekarang beranjak dari tempat duduknya. Berjalan pelan menuju kamarnya. Diatas tempat tidurnya telah tersusun rapi pakaian dan segala macam barang miliknya di dalam sebuah koper. Ethan berjalan menuju meja disamping tempat tidurnya dan mengambil sebuah foto seorang wanita cantik yang tersenyum kepadanya.