Tercatat pada tahun 2020 terjadi 84 laporan kasus kekerasan yang didominasi dengan kasus terror dan intimidasi terhadap pegiat pers. Kemudian, tahun 2021 terjadi 43 laporan kasus yang terjadi dalam dunia jurnalistik atau pers.Â
Dan hingga bulan Mei 2022 telah dilaporkan terjadi 16 kasus kekerasan yang terjadi dalam dunia Pers, angka tersebut masih bisa terus meningkat jika hak kebebasan belum sepenuhnya diketatkan. Para pelaku kekerasan pun juga disertakan dalam data, tidak disangka bahwa pelaku kekerasan dominan yang menimpa para jurnalis dilakukan oleh aparat keamanan (kepolisian) dilanjutkan dengan massa, tidak dikenal, dan orang tak dikenal.
Kebebasan pers tidak sepenuhnya dapat dikatakan berhasil dicapai dan sesuai dengan harapan. Memang jika dilihat, semakin bertambah tahun kasus kekerasan terhadap para pekerja pers mengalami penurunan, akan tetapi hal tersebut tidak bisa menjadi patokan bahwa dinamika perjuangan hak atas kebebasan berhenti sampai disitu.Â
Salah satu kasus bukti nyata kebebasan pers masih jauh dari kata damai yaitu kekerasasan hingga penyekapan yang terjadi pada jurnalis Tempo bernama Nurhadi di Surabaya pada bulan Maret 2021. Sedikit penjelasan dilansir dari VOA Indonesia, terjadi kekerasan dan penyekapan menimpa awak pers dari media Tempo yaitu seorang jurnalis bernama Nurhadi yang dikabarkan dilakukan oleh para aparat penegak hukum.Â
Kejadian yang ia alami, terjadi ketika ia sedang menjalankan tugas dan kewajibannya dimana ia sedang melakukan kegiatan investigasi mengenai kasus suap di lingkungan Dirjen Pajak di daerah Jakarta.Â
Momen yang dialami oleh awak jurnalis dianggap sebagai sebuah peristiwa yang memalukan serta memilukan, dimana seharusnya aparat penegak hukum menjadi garda terdepan untuk melindungi malahan bertindak agresif dan sangat keras padahal mereka tahu bahwa saat itu para jurnalis sedang mengerjakan kewajiban mereka.Â
Beberapa anggota polisi disertai para panitia melakukan tindak kekerasan fisik terhadap Nurhadi seperti menendang, memukul, mencekik, hingga merusak properti kerja milik jurnalis tersebut. Namun setelah melalui proses pelaporan kepada penegak kepolisian, para pelaku tidak dijatuhi hukuman apapun malahan dibebaskan karena dinilai kooperatif dan masih dibutuhkan.Â
Dapat dilihat dari kasus tersebut, sangat miris memang jika dibayangkan dengan seksama. Para pelaku dapat dijerat dengan aturan dan hukuman yang berlaku sesuai dengan ketentuan pers Kasus kekerasan tersebut dapat menjadi ancaman bagi para jurnalis lain karena terbukti bahwa dinamika kebebasan pers di negara Indonesia masih sangat diluar harapan.Â
Bahkan dapat dikatakan demokrasi yang sering dielu-elukan sekarang seperti tidak nampak keberdaannya bagai tergerus mengalami kemunduran.Â
Meskipun ketentuan pers telah diatur dalam UU No. 40 tahun 1999 akan tetapi kebebasan pers masih belum terlaksana dengan baik, dan hak-hak yang diinginkan masih belum tercapai sepenuhnya, sehingga para pekerja pers belum sepenuhnya mendapatkan kesejahteraan.Â
Peraturan hanya akan jadi bahan tempelan saja jika tidak dibaca dan dipraktikkan secara nyata dalam kehidupan. Dibaca saja terkadang lupa dan luntur begitu saja, apalagi jika tidak dipraktikkan maka bisa dikatakan peraturan dibuat hanya untuk disia-siakan.Â