Perubahan atas peraturan pemerintahan juga berimbas terhadap peraturan mengenai pers. Kebijakan pertama yang dirancang dan dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Undang- Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers.Â
Ditegaskan lagi dalam pasal 4 ayat 2 UU tentang Pers bahwa pers merupakan sebuah lembaga yang dilindungi atas segala tindak pembredelan, pelarangan penyiaran, dan penyensoran.Era reformasi dianggap sebagai masa bagi pers dapat menikmati dinamika menyenangkan dan penuh kedamaian karena mereka merasakan longgarnya kebijakan pers yang tidak seberat dulu.
Posisi Pers Era ReformasiÂ
Pers adalah media massa yang memiliki fungsi untuk membagikan dan menyebarluaskan informasi bersumber dari kebijakan pemerintahan dengan berpedoman terhadap keterbukaan dan kejujuran dalam menyampaikan sesuatu.Â
Sebagai salah satu media massa paling utama di Indonesia, pers sudah sewajarnya memiliki hak atas kebebasan berkespresi dan juga kebebasan berpendapat dengan tetap berlandaskan pada kode etik pers yang telah diterbitkan. Posisi pers pada era reformasi dianggap sebagai media atau wadah untuk menampung berbagai aspirasi dari masyarakat.Â
Dengan adanya hal tersebut, tentunya pers harus memiliki rasa tanggung jawab tinggi atas segala informasi yang telah dipublikasi, tidak bersifat semena-mena atas informasi tersebut, apalagi didasari dengan anggapan bahwa pers memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk mengatur segalanya.Â
Kemajuan dan perkembangan pers di era reformasi sangat berpengaruh terhadap kemajuan teknologi di Indonesia. Hal itu terlihat dari infromasi yang diberitakan oleh pers diunggah ke berbagai media massa dan dikonsumsi oleh masyarakat sehingga dapat memicu perubahan perspektif mereka untuk lebih melek terhadap media.Â
Menurut Nugroho, A. dalam Martini, R. (2014, h.6) ada beberapa perubahan atas kebebasan pers yang mengarah ke hal positif:Â
1. Pembatasan-pembatasan yang ada sebelum era reformasi sekarang tidak ada lagi. Contohnya seperti pencabutan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sehingga masyarakat dapat secara bebas mendirikan perusahaan penerbitan.Â
2. Idealisme pers semakin dapat bangkit kembali dan dinikmati setelah sempat terkubur karena sebelumnya terdapat peraturan yang sangat ketat. Dan cenderung mengarah ke kebebasan.
3. Organisasi profesi di era reformasi tidak harus bersifat tunggal contohnya IJTI, PWI, AJI, dan lainnya untuk menampung segala penerbitan media baik cetak maupun elektronik.Â