Pagi itu suasana hangat menyelimuti dua anak remaja perempuan yang bertetangga ini. Keduanya tinggal dengan orang tua masing-masing di pemukiman padat. Mereka ada di pos jaga sekarang sedang berbincang rupa untuk bisa cepat kerja usai lulus bangku SMK.
Sampai salah satunya, Rania, kemudian membuka segala produk yang ada di market place lewat HP-nya yang dilihat pula oleh Sumi.
"Aku paling suka model HP terbaru ini. Kelihatannya keren dan cool. Harganya juga kompetitif" kata Sumi pada Rania sembari menunjuk gambar yang tertera di HP Rania itu. Rania hanya mengangguk setuju.Â
Lalu ia memberikan tawaran pada Sumi, kalau minat tinggal klik saja. Mendapat tawaran itu Sumi cuma menggeleng karena ia paham orang tuanya tidak akan mampu membelikan. Apalagi HP yang ia pegang selama ini diserahkan pada adiknya untuk kebutuhan belajar.Â
Namun Rania meyakinkan Sumi, HP ini akan dibelinya sebagai hadiah.
"Kan tinggal pijit saja. Nanti paket barang ini akan sampai ke rumahku," jawab Sumi.
"Nanti orang tuamu yang bayar?"
"Iya. Tenang saja."
"Terserah kalo begitu," ucap Sumi deg-degan.Â
Sebab ia tau orang tua Sumi sama seperti orang tuanya Rania yang pekerja serabutan. Bedanya Sumi punya adik tiga, sementara Rania, anak tunggal.
Ketika sore harinya, Eddian, ayahnya Rania, sedang duduk di teras rumah petak sewaan. Ia baru saja tiba dari kerja serabutannya mengecat rumah gedongan di ujung jalan sudah seminggu ini. Sementara isterinya sedang memasak air di dapur untuk hidangan kopi sore suaminya itu.
Eddian terkejut tatkala datang kurir yang mengantarkan paket untuk dirinya.
Kata kurir, "Ini paket HP harganya sekian, alamatnya atas nama bapak Eddian, dan ini headset, atas nama Rania. Tidak keliru kan Pak?"
"Tidak keliru," balasnya tenang sembari terlihat oleh kurir itu wajahnya pucat pasi.
Eddian kemudian bertanya pada kurir itu gemetar, "siapa yang pesan barang-barang ini?"
"Saya tidak tau pak. Saya sering kok ke alamat ini. Langganan pak. Tapi COD baru sekarang. Sekarang bapak tinggal lunasi saja," ucapnya ringan.
"Saya tidak pesan. Dibawa saja lagi. Maaf mas."
"Tidak bisa pak. Ini atas nama bapak."
Eddian tidak bisa lagi mengelak, sementara kopi pun belum ia seruput. Ia teriak sekuatnya memanggil nama anaknya. Namun anaknya, Rania, sore ini entah kemana, kurir pun tetap pada pendiriannya.Â
Karena suara Eddian didengar tetangga maka mereka melihatnya was-was. Semua mendekati ingin mencari tau. Setelah tau persoalan, mereka bubar dan membiarkan kurir dan Eddian menyelesaikan sendiri. Isterinya tetap tenang meski tampak kelimpungan.
"Anaknya aja itu keterlaluan. Sebulan se kali masa kurir paket datang. Seperti anak juragan saja," kata mereka.
Karena sudah dikerubungi tetangga dan tidak ada jalan keluar, maka upah satu minggu dan sedikit simpanan mau tidak mau ia selesaikan juga. Kurir pun pergi. Eddian dan isterinya lalu duduk berdampingan meratapi nasib diri mereka dan ulah anaknya itu.
Sementara kotak HP tergolek di ubin di ruang tamu masih terbungkus rapi tak disentuhnya.
***
Sudah satu minggu Sumi tidak melihat Rania. Jika ditanya pada orang tuanya, Rania sedang kerja. Sementara hadiah HP yang dijanjikan belum ia terima juga.
Di minggu kedua akhir, Sumi baru bisa menjumpai Rania. Dua minggu ini, tutur Rania, ia tinggal di rumah gedongan yang pemiliknya menyetujuinya untuk membantu bapaknya mengecat rumah itu. Selain juga membersihkan halaman dan memberi makan hewan peliharaan.
"Bapak dan ibu tidak marah tapi aku harus ikut membantu supaya bisa mengganti uang bapak. Ini hukuman katanya. Kalau mau ikuti, kalau tidak disuruh pulang kampung ikut nenek. Jadi aku pilih ikuti. "
"Hpnya bagaimana? Kan kamu sudah janji untuk menghadiahiku? "
"Janji harus ditepati. Aku minta waktu ya."
 "Berapa lama ? "
"Satu bulan. Kamu tenang saja. Hpnya masih segel dan belum dibuka. "
Selama menunggu tepati janjinya satu bulan itu Rania tidak bekerja bersama Eddian di rumah gedongan karena sudah selesai. Tapi ia bersama bapaknya diminta seorang teman pemilik rumah gedongan itu untuk memangkas tumbuhan liar di halaman dan pekerjaan yang terkait dengan tanaman.
Sementara Sumi di luar pengetahuan Rania juga telah bekerja di konveksi untuk bagian memotong celana jeans. Pekerjaan ini juga untuk waktu satu bulan saja sebab konveksi itu sedang membutuhkan tenaga tambahan yang cekatan.Â
Kedua orang tua Sumi senang, juga adiknya. Paling tidak upah harian yang ia dapat bisa ia berikan separoh pada ibu, dan sedikit membantu jajan adiknya. Sisanya ia simpan.
Selama waktu berjalan itu nyaris Sumi dan Rania tidak lagi menghabiskan waktu di pos jaga. Pos jaga justru diisi oleh tetangga lain yang lelaki sebaya dengan mereka.Â
Mereka, anak-anak laki remaja itu bercengkrama dan menghibur diri dengan alat musik atau saling intip dan pinjam permainan game dari hp milik seorang temannya.
Mereka tidak betah di rumah. Selain rumah petak yang ditempati sempit juga panas karena plaponnya asbes. Karenanya saat mulai pagi sampai malam, mereka hanya bisa duduk-duduk di tepi jalan dan pos jaga itu.Â
Hanya jalan dan pos jaga itu yang menjadi area bisa bernafas lega sekaligus menunggu kesempatan bila ada yang membutuhkan kerja walau serabutan.
Mereka juga tidak putus asa untuk terus mencari kerja lewat aplikasi di HP dan saling membagi informasi lowongan kerja.
***
Satu bulan sudah lewat. Sumi tampak sendiri sore itu di pos jaga. Ia tidak lagi bekerja di konveksi sebab tugasnya sudah selesai. Sore ini, Sumi membathin, tumben tidak ada yang nongkrong. Biasanya ramai. Lalu ia tanyakan pada pedagang warung kopi di dekat pos jaga itu.Â
Katanya, "anak-anak dapat kerja sementara di proyek apartemen di samping kantor kecamatan. Butuh tenaga tambahan begitu. "
Sumi tertawa senang, ia bahagia mendengarnya.
Saat ia bahagia itu, tepukan pelan mendarat di bahunya. Rupanya Rania datang juga. Padahal mereka tidak ada janji sama sekali untuk bertemu di sore ini. Cuma ingatan keduanya saja yang sudah menghitung hari selama satu bulan sejak mereka sepakat untuk Rania minta waktu dan Sumi setuju.
Mereka pun kini di pos jaga melakukan yang biasa dilakukan untuk menghibur diri. Sejurus kemudian Rania tanpa sungkan menyerahkan kotak hp itu, sedangkan head set miliknya sudah ia kenakan di hpnya.
"Ini janjiku," sebut Rania tersenyum menyodorkan.Â
Sumi tak kalah senyum, malah tertawa senang, "ini uangnya." Sumi merogoh kantong celananya dan memaksa untuk Rania menerima.
"Kamu kerja juga?"
"Iya."
"Serabutan juga?"
"Iya."
Keduanya terbahak sembari Sumi membuka kotak HP barunya itu. Kata mereka bersamaan, "rupanya cari uang yang halal susah dan capek ya."
Namun begitu keduanya tetap punya harapan suatu waktu kelak bisa mendapatkan pekerjaan yang tetap dan layak.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI