"Baiklah."
Sepanjang jalan terasa terang. Malam seolah dihiasi lampu-lampu gedung yang berderet di sisi kiri kanan jalan. Lampu traffict light justru malah redup. Beganti kemilau sorot kendaraan di sana-sini.
Aku meliuk cepat menerobos kendaraan yang ada di jalan ini. Naomi terasa tak ragu lagi memelukku agar terhindar dari goncangan jalan. Aku sekali lagi tidak memanfaatkan situasi ini. Tidak. Ini agar cepat sampai saja.
 Memang tiba akhirnya. Naomi keras memukul pundakku. Ia tak menyangka aku mengajaknya ke kafe yang dulu pernah ia gagas.
"Gila. Ke sini lagi, mas?"
("Mas?"Aku tersentak kaget mendengar sebutan itu. Ini surprise. Tidak pernah terucap sebelumnya dari dia. "Mas?"kata hatiku berisik tak karuan)
"Iya. Kali ini aku yang traktir. Awas ya jangan menghalangi lagi."
Naomi terbahak, senang. Kami pun masuk. Musik juga sudah di mulai. Denting piano dan penyanyi terdengar sebagaimana semula. Syahdu, lembut, dan menghanyutkan oleh lagu-lagu lawas, dan baru. Baik produk barat, maupun lokal. Pop Slow, rata-rata.
Kami pun duduk tidak berhadapan, tapi samping menyamping sekarang. Agak lebih dekat, namun tetap  berjarak. Aku mendengar setiap tutur kata Naomi. Semua hal seperti biasa.
Sajian pun seketika datang, sama persis sebagaimana kesukaan Naomi. Kentang goreng, es juice jeruk, lalu disusul Makaroni Schotel. Aku nasi goreng, dan es teh manis. Plus air putih. Sama seperti ini juga ketika dulu.
Lagu demi lagu kami dengar, sembari ringan menyantap sajian. Obrolan mengalir ke segala penjuru.