Mohon tunggu...
Ernestus Revan YA
Ernestus Revan YA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Siswa Kelas 10 - SMA Kanisius Jakarta

Seseorang yang ingin dapat diandalkan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Oh Sang Miskin, Guruku!

16 Mei 2024   19:45 Diperbarui: 19 Mei 2024   14:13 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bangkok malam hari, sumber: Florian Wehde / Unsplash

Lampu berkedap-kedip dengan sangat cepat...Saya duduk dengan wanita di sebelah kiriku, dan segelas whisky di tangan kananku. Malam ini sama seperti yang lain, saya sedang berpesta di sebuah Klub dengan niatan untuk mabuk-mabukan sampai pagi hari...Ayah dan Ibu sepertinya sudah lupa juga, tidak heran mereka menyuruh saya pergi jauh-jauh ke Thailand untuk 'Urusan Bisnis' yang dari awalnya sudah gagal.

Waktu menunjuk jam 1 pagi dan saya keluar untuk merokok. Hawa di Thailand cukup bagus kalau dibandingkan rumahku. Saya memutari blok sambil menikmati kenyamanan pagi hari, terutama keheningannya. Saya menoleh ke belakang dan...melihat seseorang sedang mengikuti. Aneh, tapi namanya Klub tentu saja ada orang yang spesial.

"! !"

Saya melihat lagi ke belakang...Ternyata orang tersebut mengeluarkan pisau! Penuh rasa gelisah, saya mengangkat tangan ke udara.

"Hei tenang! Saya tidak punya apapun  yang berharga"...Saya berbohong. Sebenarnya saya membawa HP dan juga dompet di tas ransel. Tapi lebih baik saya berbohong daripada dirampok.

"!" sahut orang tersebut. Sepertinya dia ingin tas ranselku...

"Hey! Kita bisa membicarakan hal ini! Apakah kamu ingin uang, Baht?! Apa pun?!" sahut diriku.

Namun dia diam, dengan pisau masih diarahkan ke arahku. Melihat hal tersebut, saya tidak kaget. Orang Thailand memang tidak ada yang kejam. Bahkan ya, pisau yang dipegang orang tersebut bisa saja cuma ma-

*SMACK*, *POWWW*, "WOOSH*

'Huh...sepertinya orang ini memang berani main fisik' langsung setelah itu, saya jatuh pingsan di pinggir jalan, dengan nasib yang penuh kegelapan.

...

"Ya pak, tadi malam saya dirampok di dekat Club. Tas saya diambil, beserta dompet dan ponsel saya! Bisakah Anda berbuat sesuatu?!" sahut diriku.

" " kata Bapak Polisi.

'Tentu saja di sini tidak ada yang bisa bahasa Indonesia. Sial, apalagi HP saya diambil! Pakai Google Translate saja tidak bisa...Kecuali saya minta bantuan mereka!' pikir diriku.

"Maaf, tapi apakah Anda punya terjemahan? Atau bolehkah saya menggunakan ponsel Anda? Uhmm...Google-Translate? Apakah ada di antara kalian yang memilikinya?" sahut diriku.

" ". Saat dia mengatakan itu, saya melihat muka Polisi yang penuh dengan muak. Sepertinya orang luar tidak terlalu disukai di daerah ini.

"Baiklah kalau begitu. Sepertinya datang ke sini sia-sia". Dengan cepat, saya langsung keluar dari kantor polisi tersebut dan mulai berjalan, perut saya sangat kelaparan padahal waktu masih pagi dan meminum alkohol kemarin jauh tidak membantu...

...

Waktu perlahan berlalu, dan langit yang dulunya terang berubah menjadi gelap gulita. Jalanan mulai sepi dan suara khas keramaian kota Bangkok menghilang. Di sebuah taman saya beristirahat, penuh dengan rasa putus asa dan kegelisahan. 

'Apakah ini nasib saya? Hilang, tanpa ada siapapun yang dapat membantu? *tsk* Bahkan Ayah dan Ibu tidak peduli akan kondisi anaknya'

Selama itu saya sedang mencari tempat untuk beristirahat malam hari. Banyak bangku di taman sudah dipasang semacam pagar logam sehingga orang miskin tidak tidur di sana. Saya sudah mengelilingi taman ini seharian dan sekarang sedang berbaring di pendopo. Kepala saya sakit, perut saya lapar, banyak keringat dan air mata sudah saya korbankan selama hari ini, tapi semuanya sia-sia...

Dari jauh saya melihat ada orang miskin, sepertinya mereka ini menggunakan pendopo ini untuk beristirahat juga. Melihat tubuh saya yang lemah, tidak mungkin saya bertengkar dan menyakiti diri lebih lanjut.

"! " sahut orang tersebut.

"Saya minta maaf Pak! Saya tidak bermaksud melanggar tempat Anda...Tolong jangan sakiti saya!" sahut diriku. Bapak tersebut membawa tasnya seperti orang gila. Bajunya sudah penuh robekan dan jenggotnya setebal langit.

"Oh tidak nak, aku tidak akan menyakitimu!" 

...Apakah saya sudah gila? Orang tersebut...bisa bahasa Indonesia? Tubuh saya penuh dengan rasa gembira dan harapan memenuhi pikiranku.

"Oh terima kasih Pak! Apakah Anda berbicara bahasa Indonesia?"

"Saya bisa. Tapi saya tidak pandai dalam hal itu" jawab orang tersebut. Setelah perjalanan saya hari ini, akhirnya saya bertemu dengan seseorang yang dapat membantuku.

...

Saya berbincang dengan orang tersebut dengan cahaya bulan yang begitu terang. Saya menjelaskan kepadanya kondisi diri saya dan pengalaman saya hari ini. Matanya penuh dengan belas kasihan, bahkan satu dua air mata keluar dari matanya yang gelap. Kita berbincang sampai larut malam, dan beristirahat sampai keesokan harinya.

Matahari mulai terbit di cakrawala, dan keramaian pagi hari mulai muncul kembali. Saya bangun dan melihat Bapak tersebut tidak jauh dari tempat saya tidur. Saya membangunkan dirinya dan dia mengajak saya untuk melihat "rutinitas seharian" dia. Tanpa banyak pilihan ataupun aktivitas, saya setuju dan mengikutinya.

Selama hari berlangsung, saya berada di sepatu kaum miskin. Saya mengalami rasanya untuk berdiri dalam antrean selama berjam-jam, hanya untuk sebuah makanan panas. Saya mengalami rasanya menggunakan kamar mandi di stasiun kereta yang memuakkan. Tapi selama pengalaman tersebut...saya merasa puas. Semua aktivitas yang saya lalui bersama kaum miskin...semuanya sangat mencukupi dan tidak ada yang berlebihan. Kalau dibandingkan hidup saya sebelum ini, saya merasa bagaikan seseorang yang gagal total, penuh dengan uang, tapi hampa dalam hati.

...

Kita kembali ke pendopo pada malam hari, dan kali ini tubuh saya sudah berenergi kembali. Bapak tersebut duduk tidak jauh dari diri saya, bahkan sama seperti posisi kemarin hari. Mengumpulkan keberanian, saya menanyakan Bapak tersebut.

"Pak, jika saya boleh bertanya. Mengapa kamu membantuku? Saya mungkin terlihat seperti orang bodoh yang malang."

"Tidak apa-apa nak. Masalahnya, saya punya anak perempuan dan kamu sangat mirip dengan dia." ...Oh, sepertinya saya memukul tempat pribadi Bapak tersebut. Saya sebaiknya berhenti...Tapi, saya ingin lanjut.

"Oh, lalu di mana putri Anda, Pak? Saya belum melihatnya sepanjang hari ini." Saya memberikan pertanyaan yang sulit, saya tidak tahu apa pun tentang putrinya, dan dari perkataan Bapak tersebut, sepertinya sesuatu buruk terjadi kepada putrinya tersebut.

"Putriku...Aku meninggalkannya. Dia baru duduk di bangku SD ketika saya keluar, dan itu sudah sekitar 6 tahun atau lebih." 

Bapak tersebut menjelaskan bahwa dulunya dia memiliki keluarga dan sebuah pekerjaan yang layak. Tapi semenjak istrinya meninggalkan keluarganya, dan perusahaannya mengalami skandal, dia terpaksa meninggalkan putrinya kepada saudaranya. Mendengar cerita tersebut, saya mulai merasa kesal dan marah, tidak kepada Bapak tersebut, namun kepada diriku sendiri. Betapa bodohnya saya merasa jengkel terhadap Ayah dan Ibu, padahal keluarga Bapak tersebut lebih memprihatinkan.

Namun rasa sayang Bapak tersebut sungguh sangat kuat. Saya melihat tas yang selalu dibawa Bapak tersebut dan dalamnya terdapat foto dengan putrinya bertahun-tahun yang lalu. Dalam tas tersebut juga ada Baht yang banyak, kumpulan uang selama masanya sebagai kaum miskin.

"Dimana putri Anda sekarang, Pak? Dia pasti duduk di bangku SMA"

"Kamu benar nak, sebenarnya dia akan lulus tiga hari dari sekarang," jawab Bapak tersebut.

"Lalu kenapa Anda tidak mengunjungi upacara kelulusannya, Pak? Pasti dia masih mengingatmu!"

"Oh tidak...sudah lama sekali kita terakhir bertemu, dia pasti sudah tidak mengingatku lagi. Selain itu, akan lebih baik jika dia melupakanku dan terus menikmati hidupnya, daripada menjadikanku sebagai Ayahnya."

Saya bingung. Di hadapan saya terdapat seorang Bapak yang penuh kasih sayang, tapi dirinya merasa takut menghadapi putrinya. Tidak mungkin saya terima kenyataan tersebut. Jikalau kondisi keluarga saya tidak dapat diselamatkan, setidaknya keluarga mereka membutuhkan redemption.

"Tidak, Pak, sejujurnya saya bingung betapa Anda mencintai putri Anda, tetapi terlalu takut untuk menunjukkannya. Besok kami akan bersiap-siap untuk mengunjungi acara kelulusan putri Anda!"

Bapak tersebut kaget, tapi sebuah senyuman muncul di mulutnya.

"Sejujurnya, kalian berdua sangat mirip...Baiklah kalau begitu, bantu aku mempersiapkannya nak!" sahut Bapaknya dengan gembira.

...

3 hari berlalu, dan selama waktu tersebut saya membantu Bapaknya mempersiapkan diri. Pada pagi pertama, kita menyewa sebuah Airbnb, dan saya membawa Bapak tersebut ke salon untuk memperbaiki rambutnya. Pada hari kedua, kita mengunjungi sebuah penjahit untuk membeli jas Bapak tersebut. 

'Untung saja Baht yang sudah disiapkan beliau sangat banyak...Kalau tidak cukup sih, saya tidak ada masalah menggunakan uang sendiri' pikir diriku.

Selanjutnya saya kembali ke kantor polisi bersama dengan sang Bapak. Kali ini berbeda, mereka mau mendengarkan masalah saya, tentu saja dengan bantuan Bapak yang menerjemahkan perkataan saya. Ternyata perampok tersebut tertangkap setengah jam setelah saya masuk ke kantor polisi.

'Ya, apa bisa buat...Untung saja barang-barang saya sudah ditemukan kembali. Sayang sekali saya baru bisa mengambilnya esok hari. Pas setelah seremoni kelulusan putri Bapak lagi! Ah reseh sekali!'

Matahari mulai terbenam, dan saya dengan Bapak kembali ke Airbnb. Esok hari adalah seremoni kelulusan putri Bapak, anehnya malah saya yang gugup. Saya melihat Bapak tersebut yang sudah tidur nyenyak.

'Bagaimana ya, kalo misalnya saya tidak bertemu dengan Bapak tersebut? Saya akan benar-benar hilang! *ketawa* Tapi...saya bersyukur atas pengalaman ini. Siapa tahu nasib saya kalau saya sampai di kantor polisis tersebut saat perampoknya sampai?'

Menertawakan diri saya sendiri...Saya kembali ke ranjang untuk beristirahat, dan bersiap untuk esok. 

...

"Ayolah Pak! Dia menunggumu di dalam!" sahut diriku.

Hari-H sudah sampai, dan saya tidak kaget melihat Bapak sangat gelisah. Sejak pagi saya melihat Bapak tersebut sangat ragu, second-guessing aksinya untuk menemui putrinya.

"Tapi nak...bagaimana jika dia benar-benar tidak mengingatku? Bagaimana jika dia membenciku? Aku tidak ingin merusak hari ini untuk dia!" sahut si Bapak. 

"Dengarkan saya Pak. Saya tinggal di sebuah keluarga di mana orang tua saya mungkin tidak terlalu memperdulikan saya. Dan saya dapat memberitahu Anda dengan pasti bahwa sebagai orang tua, seorang Ayah harus selalu berada di sisi anak-anaknya, apapun hasilnya. Jadi, ayo masuk ke dalam! Aku yakin dia akan mengingatmu!"

Kita masuk ke dalam gedung SMA tersebut. Sekolahnya sangat besar dan elit. Saya melihat banyak orang tua menggunakan jas dan gaun untuk seremoni ini. Sedangkan saya dan Bapak sangat menonjol di kalangan mereka, dan menonjol bukan yang baik.

...

Kita memasuki gedung utama seremoni. Saya dan Bapak berdiri di belakang ruangan, di sisi ujung panggung. Bapak tersebut sangat sedih, beliau tidak melihat putrinya di kalangan siswa. Namun, sebuah keajaiban terjadi.

Seorang gadis muda maju ke atas panggung dan berdiri di depan podium. Dari jauh saya bisa melihat gadis tersebut adalah valedictorian. Saya melihat ke samping diri saya...dan Bapak tersebut...menangis? Apakah ini gadis Bapak?

"... !" sahut Bapak tersebut.

Lampu mulai disorotkan ke gadis tersebut. Dan gadis tersebut memulai pidatonya,

"!!" 

'Sepertinya dia sedang memberikan pidato. Tidak heran saya melihat Bapak tersebut dengan gadisnya, mereka sangat mirip' pikir diriku.

...

Setelah seremoni selesai, sebuah pesta diadakan. Ditambah band sekolah yang main, banyak orang berpindah ke tengah untuk menari dengan pasangannya.

"Pak, kamu harus pergi menemui putrimu! Jangan khawatirkan aku, aku akan baik-baik saja"

"Ya... kamu benar nak. Terima kasih! Terima kasih atas semua yang telah Anda berikan kepada saya! Aku...berharap aku bisa membalas budimu, tapi...tolong doakan yang terbaik untukku dan putriku!" sahut Bapaknya.

Beliau langsung pergi ke putrinya, tidak memberikan saya sebuah kesempatan untuk memberikan jawaban. Di saat itu saya merasa sedih dan air mata kembali keluar dari mataku. Dalam seluruh hidup saya, Bapak tersebut berperan sebagai sosok yang hebat dalam waktu 3 hari saja. 

Dari jauh saya melihat Bapak dan gadis tersebut bertemu kembali. Keduanya penuh dengan air mata, tapi mereka merasa senang. Saya mendengar percakapan mereka sejelas cermin.

" ! . !" 

"? ! ! ? !"

Mereka berdua berpelukan dan berbincang kembali. Bapak tersebut menceritakan pengalamannya sebagai orang miskin selama bertahun-tahun. Dia juga menceritakan bertemu dengan seorang pria muda yang membantunya untuk bertemu kembali dengan gadisnya. Bapaknya menunjuk ke pria...muda? Dia hilang? Bapaknya berlari ke belakang ruangan, namun dia menemukan sebuah pesan.

"Pak...Terima kasih. 3 hari terakhir ini adalah saat-saat paling membahagiakan yang pernah saya alami. Saya mendoakan yang terbaik untuk Anda dan putri Anda. Tolong jangan mencoba menemukanku. Pada saat Anda menerima catatan ini, saya sudah lama pergi. Terima kasih telah menjadi sosok Ayah bagiku, semoga kita bertemu kembali"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun