Mohon tunggu...
Erna Setyowati
Erna Setyowati Mohon Tunggu... Administrasi - staf administrasi

hobi membaca, menulis cerita, kuliner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Ayah

28 April 2024   10:20 Diperbarui: 28 April 2024   10:27 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Rin, selamat ya kamu sudah lulus sarjana sekarang." ucap Tante mirna terlihat gembira melihat Karin mengenakan baju toga. Karin tersenyum melihat penampilannya sendiri di depan cermin.

Tak menyangka dirinya dapat lulus dari jenjang sarjana yang selama ini menurut dia hanyalah bagaikan mimpi. Bagaimana tidak, sampai seusianya sekarang, Karin tidak mengenal siapa ayah dan ibunya. Karin sejak usia 3 tahun sudah tinggal dengan tante Mirna.  Tante Mirna tidak menikah sampai di usianya yang sekarang menginjak 50 tahun. Tante  Mirna sangat sayang kepada Karin. 

Menurut tante Mirna, ayah Karin pergi mencari pekerjaan ke luar kota Yogyakarta 18 tahun yang lalu. Sementara ibu Karin, tante Mirna tidak begitu tahu pasti bagaimana kabarnya. Hanya saja menurut kabar yang berasal dari tetangga kampung yang melihat ibu Karin sudah menikah lagi. Tetapi dimana tinggalnya tidak ada yang tahu. 

Tante Mirna adalah adik dari ayah Karin. Kakek Karin pun sayang kepada Karin, hanya saja sang kakek telah meninggal dunia 10 tahun yang lalu. Karin ingat kakeknya selalu mengajak Karin pergi berkeliling dengan sepeda motor tuanya. Dan sang kakek juga selalu mengajak Karin ke stasiun melihat kereta. 

Tak terasa air mata Karin menetes. Dia lalu buru-buru menyekanya,takutnya riasan wajahnya luntur. Tante Mirna ikut Karin ke acara wisuda Karin. Tante Mirna sebagai pengganti orang tua Karin. Tante Mirna pun sudah berdandan. Dia terlihat anggun. 

"Ayo, nanti terlambat." ajak Tante Mirna.

Karin dan tante Mirna lalu bergegas menuju keluar rumah. Di luar rumah sudah menunggu grab mobil yang dipesan oleh Karin untuk mengantarkan mereka ke gedung untuk acara wisuda kampus Karin.

Mobil grab pun mulai melaju di jalanan. Karin menatap jalanan dari kaca jendela mobil. Jalanan sudah padat merayap. Dipenuhi mobil dan motor.

Tak lama kemudian, mereka pun sampai. Halaman parkir gedung sudah penuh dengan mobil yang mengantar wisudawan. Karin dan tante Mirna segera turun dari mobil grab. Setelah membayar grab, Karin dan tante Mirna masuk ke dalam gedung. Suasana sudah hiruk pikuk. Teman-teman seangkatan Karin kuliah sudah sibuk dengan obrolan mereka satu-sama lain. 

Astrid menghampiri Karin dan menepuk punggung Karin.

"Karinnnnn."

"Astrid, kau cantik sekali." puji Karin.

Astrid tertawa. "Kau ini bisa saja. Kau juga cantik Rin. Tahu tidak aku antri di salon mulai jam 4 pagi tadi. Huh, Aku ngantuk sekarang." ucapnya lagi.

"Kan untuk hasil yang maksimal, kita harus sedikit berkorban." ujar Karin.

"Ha.. ha...ha, betul juga katamu. Tak mengira ya kita sudah lulus. Karin, aku senang sekali. " ujar Astrid yang begitu sumringah.

"Iya, aku pun juga tak menyangka. Setelah lulus dari sini apa rencanamu?" tanya Karin.

"Apa ya?" ucap Astrid sambil berpikir. 

"Menikah mungkin. Ha...ha...ha....Lalu kau?" tanya Astrid balik ke Karin.

"Mungkin aku mencari pekerjaan. Aku tak tega melihat tante Mirna bekerja di usianya yang sudah tua." ujar Karin.

"Rin, kamu memang anak yang berbakti."puji Astrid. Karin tersenyum. "Eh, ayo kita berbaris di sebelah sana. Itu pendamping wali juga sudah berbaris." ajak Astrid. 

Karin mengekor di belakang Astrid. 

Jam menunjukkan pukul 7.30 wib yang menandakan acara wisuda akan segera dimulai. Tamu undangan dan para wisudawan sudah mulai memasuki ruangan. Didalam ruangan suasana menjadi hening. Acara seremonial dimulai. Pembacaan sambutan, pembacaan ucapan terima kasih sudah dilalui. Tiba pada intinya pemberian wisuda bagi para wisudawan. Satu-persatu nama dipanggil diberikan map berisi ijazah dan piagam penghargaan. Tibalah saat nama Karin dipanggil. Karin maju melangkah ke depan podium dengan langkah mantap. Diterimanya ijazahnya dengan senyuman. Karin diberikan selempang yang bertuliskan 'CUMLAUDE' karena dia mendapat nilai tinggi. Tante Mirna yang melihat di bangku tamu undangan menitikkan air mata. 

Acara seremonial selesai tepat pukul 12.00 wib. Setelah berfoto bersama dan bersalaman dengan dosen dan teman-temannya, Karin dan tante Mirna lalu pulang. Sementara teman-teman yang lain masih lanjut merayakan wisuda bersama keluarga masing-masing. Bagi Karin, hanya merayakan wisuda berdua dengan tante Mirna sudah cukup. Dia tidak ingin terlalu tinggi bermimpi. 

Karin memanggil grab mobil yang akan mengantar mereka pulang. Tante Mirna melihat Karin murung di dalam mobil.

"Rin, kenapa kau murung?". "Tidak tante. aku tidak apa-apa." ucap Karin.

"Kau tidak merayakan wisuda seperti teman-temanmu?"tanya Mirna. "Tidak tante. Begini saja sudah cukup. " kata Karin lagi.

Mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan rumah. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih kepada pengemudi mobil grab, Mirna dan Karin berjalan menuju rumah. 

Di teras rumah duduk seorang pria paruh baya mengenakan topi warna hitam. Pria itu sedikit jangkung. Mirna terhenyak. Kakinya terasa berat untuk melangkah masuk ke dalam rumah. Karin mengamati pria tersebut. 

Pria itu berdiri dan berjalan mendekati Mirna.

"Mir."panggil pria itu.

Tiba-tiba tante Mirna menangis. "Mas Pras." ucap Mirna.

Pria itu memeluk Mirna.

Mereka bertiga lalu masuk ke dalam rumah. Karin mengganti bajunya dan segera membuatkan minum. Dalam hatinya dia bertanya-tanya siapakah pria itu.

Terdengar Mirna bercakap-cakap dengan pria itu. 

"Mas, kamu itu sudah banyak melakukan kesalahan sama ibu dan bapak. Kamu harus minta maaf mas. Jika tidak kamu akan selalu dihantui rasa bersalah." ucap Mirna.

"Aku tahu Mir. Aku banyak berdosa pada ibu dan bapak. Aku minta maaf Mir, aku ...."

"Mas, aku tidak tahu pasti apa yang terjadi antara kau dan mbak Tari, tapi yang pasti, bapak dan ibu sudah tidak bisa memaafkannya. Sementara anakmu...." kata Mirna terhenti melihat Karin datang.

'Anak' batin Karin. 'Apakah orang ini...'

Karin menatap pria itu. Butir-butir bening menetes dari pelupuk matanya. Karin meletakkan nampan berisi minuman di meja dan dia lalu berlari masuk ke kamarnya. Dia menangis sambil menutupkan bantal di wajahnya. 

Mirna menahan pria itu untuk mengejar Karin.

"Mas, dia butuh waktu." kata Mirna.

"Anakku sudah besar Mir." 

"Ya, baru saja dia diwisuda. Nilainya cumlaude. Anak yang sudah lama kau tinggalkan, sekarang dia bisa membanggakan kakek neneknya. " ujar Mirna.

"Iya Mir, aku bersalah. Aku sungguh bersalah."kata pria itu sambil menutupkan kedua tangannya ke wajah. 

"Sebaiknya kau tidak tidur disini, aku rasa Karin masih perlu banyak waktu untuk menenagkan diri."ucap Mirna.

"Aku mengerti Mir, aku pamit. Ini nomor teleponku. Kau bisa menghubungiku lain kali. Ohya Mir, besok aku mau ke makam bapak dan ibu." kata pria itu. Pria itu lalu berjalan menuju pintu dan keluar dari rumah.

Mirna hanya memandangi kepergiannya.

Dua bulan berlalu, Karin diterima bekerja di sebuah perusahaan periklanan di kota Yogyakarta. Dia dengan cepat memahami dan mengerti pekerjaan yang diberikan kepadanya. Teman-teman kerja Karin juga senang dengan Karin karena dia mau membantu teman-teman kerjanya yang kesusahan. 

Sore itu Karin pulang dari bekerja, dia lalu duduk di ruang tamu rumahnya. Dia memikirkan mengenai perkataan tante Mirna seminggu yang lalu. Tante Mirna menceritakan mengenai ayah Karin. Dari hati yang terdalam, Karin masih belum menerima mengapa ayah dan ibunya meninggalkannya sejak kecil, apa salahnya. Karin masih ingat ketika dia masih SD, teman-temannya mengejek karena tidak mempunyai ayah dan ibu. Setiap ada acara penerimaan rapor, yang selalu hadir adalah kakeknya. Tetangga sebelah rumah juga mengatakan bahwa Karin sejak kecil tidak merasakan kasih sayang orang tuanya.

Rasa marah dan sedih menyelimuti hati Karin.

Handphone Karin berdering. Dilihatnya nama tante Mirna muncul di layar handphonenya. Lalu dianggkatnya telepon itu.

"Ya, tante. " kata Karin. " Rin, kamu sudah pulang? kamu segera menyusul tante ke rumah sakit ya." kata Mirna. "Siapa yang sakit tante?" tanya Karin. "Tante kirim pesan di whatsapp." Telepon lalu mati.

Buru-buru Karin melihat aplikasi whatsapp nya. 'Ayahmu masuk IGD, segera kemari.' Hati Karin serasa hampir hancur.

Dirinya lalu bergegas menuju rumah sakit yang diberitahukan oleh tante Mirna.

Dia berlari mencari IGD. Dilihatnya tante Mirna berdiri di depan IGD. "Tante, bagaimana kondisi....bapak." ucap Karin sedikit ragu.

"Dia ada di dalam. Kata dokter dia mengalami gejala stroke. Beberapa hari yang lalu tante ditelepon teman kerja bapakmu di Jakarta. Lalu mereka memutuskan membawa bapakmu ke rumah sakit ini supaya dekat dengan keluargga." ucap Mirna.

"Lalu nanti yang mengurusi siapa tante?" tanya Karin. 

Mirna memandang Karin. "Kita. Siapa lagi. Om Heru jauh di Bandung, tidak mungkin kita minta bantuannya." ucap Mirna.

Karin sedikit tidak ikhlas ketika harus menunggui ayahnya yang sakit. Bagaimana tidak, 18 tahun tidak pernah bertemu, tiba-tiba ketika bertemu dalam keadaan sakit. Rasanya ingin marah dan ingin bertanya mengapa meninggalkannya tapi kasihan tante Mirna jika harus mengurusnya sendiri.

Sebulan lamanya Prastowo di rumah sakit. Pulang bekerja Mirna dan Karin menunggui di rumah sakit. Menurut dokter stroke ynag dialami Prastowo sudah menyerang saraf mata. Sehingga matanya tertutup satu di sebelah kanan dan lumpuh tangan dan kaki di sebelah kanan. 

"Tan, jujur saja aku capek. Aku yang belum pernah sama sekali mengenalnya, harus merawatnya. "kata Karin.

"Bagaimanapun dia itu ayahmu dan juga kakakku. Aku tidak tega Rin." ucap Mirna.

"Tapi tante, aku masih belum ikhlas. " kata Karin sambil memandang tubuh Prastowo yang terbaring lemah.

Karin mendekati Prastowo. "Mengapa kau datang di saat seperti ini? Ketika kau sehat kau tidak mencariku. Kemana dirimu 18 tahun yang lalu ketika aku butuh sosok pengayom." kata Karin sambil memejamkan matanya. 

Karin melihat air mata menetes di sudut mata Prastowo. Karin lalu menyentuh tangan Prastowo. Tangan yang sudah keriput ini yang dirindukannya 18 tahun yang lau. Sekarang tangan itu lemah tak berdaya.

Karin menjadi tidak tega.

"Pak, walau bagaimana pun, aku tetap terlahir darimu, walau bagaimanapun kau tidak mempedulikanku, aku harus tetap memaafkanmu. Semoga Allah Swt juga mengampunimu."

Mirna berdiri dari duduknya dan mendekati tempata tidur Prastowo. "Kita bacakan yasin saja Rin. Semoga penyembuh baginya." kata Mirna.

Mirna dan Karin membaca surat yasin. Selesainya membaca surat yasin, Mirna mendekatkan mulutnya ke telinga Prastowo seraya berbisik. "Mas, aku minta maaf padamu jika aku banyak salah padamu. Semua kesalahanmu juga sudah aku maafkan mas." kata Mirna sambil menyeka air matanya.

"Laa ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadur Rasulullah" ucap Mirna membisikkan di telinga Prastowo.

Mirna menyentuh denyut nadi Prastowo. Terhenti. Karin terhenyak. Mirna menyuruh Karin memanggil suster. Karin berlari mencari suster. Suster lalu datang memeriksa. Lalu menggelengkan kepalanya. Alat infus dilepas dari tangan Prastowo. Karin menangis sambil menutup mulutnya. Mirna juga menangis sambil menelepon mas Heru, kakaknya yang lain.

Tiga jam kemudian, jenazah Prastowo sudah dimandikan dan dikafani. Setelah menelepon saudara sepupu tante Mirna untuk menyiapkan tempat pemakaman, jenazah Prastowo langsung dibawa ke pemakaman untuk dimakamkan. Pelayat yang datang di tempat pemakaman memberikan semangat kepada Mirna dan Karin. 

Setelah para pelayat pergi. Karin memandangi tanah pemakaman yang masih basah dengan nisan nama Prastowo di sana. 

Matanya sembab, air matanya terasa kering. 

"Bapak, kita tidak mengenal lama layaknya ayah dan anak, tapi bagaimanapun aku akan selalu mendoakanmu dalam setiap sholatku. Semoga kau tenang di sana. Dan Allah Swt mengampuni dosa-dosamu dan menerima amal ibadahmu." kata Karin.

Karin lalu memegangi Mirna. Mereka berdua meninggalkan tempat pemakaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun