Di sana, ibu rumahnya tangganya sudah memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga. "Tolong pak, mohon kami dimasukkan di data rumah tangga miskin ekstrem," pinta ibu. Dia bersama anaknya berdiri di atas tangga rumah kayu yang berukuran kecil.
Boleh saya bertanya bu. Apa mata pencaharian bapak?Â
"Bapak cuma bekerja sebagai buruh bangunan dan nyambi sebagai buruh budi daya rumput laut," kata ibu. Apa dapat bantuan bu, seperti bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan bantuan lainnya?
"Tidak dapat bantuan, pak," balasnya. "Terima kasih bu ya atas kesediaannya menerima kami. Permisi ya bu."
Beralih ke alamat kepala rumah tangga yang lain. Saya dan teman sudah berada di depan rumah kayu yang berukuran besar. Yang terlihat atapnya sudah terpasang. Sisa dinding dan lantai yang belum terpenuhi. Saya jadi nekat berkesimpulan begitu karena saya tersihir jadi sotta, sok-sokan tahu. He he. Jika begitu, kita ingin apakan yang punya rumah itu.Â
Tenang saja bung! Kita melihatnya secara obyektif, apa adanya berdasarkan kriteria kemiskinan ekstrem. Begini, kita nilai rumah tangga itu sudah mampu. Apa belum gamblang?
Kata lain, dia sudah tidak layak menjadi rumah tangga miskin ekstrem. Buktinya apa dong pak? Coba lihat saja sendiri! Pertanyaannya, dari mana dapat ongkos bangun rumah sebesar itu?
Jika bukan usaha yang lumayan berkembang seturut penghasilan bertambah, saya kira mustahil si empunya rumah bisa jago membangun rumah besar.Â
"Lu tahu enggak, harga kayu mahal loh." Benar juga ya apa yang dibicarakan.
Terus, rumah di sebelah jalan terdata sebagai rumah tangga miskin ekstrem. "Tuh lihat di sebelah!" Wah, beezzaarr rumahnya tuh! Lagi pula, atapnya dari seng yang nampak lebih di "atas" daripada rumah di sebelahnya. Begitu pula dindingnya terbuat dari papan yang kuat. Ada motornya yang terparkir di bawah kolong rumahnya.Â
Aha, ingin berkelik kemana bung! Saya menilai, kepala rumah tangganya sudah keluar dari desil 1 (satu). Ia lebih layak berada pada desil 3 (tiga) atau rentang miskin. Satu hal lagi, rumahnya nampak sangat sepi. Siapa yang bersedia menjadi pemberi keterangan? Ya, sudah lewat!