Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Perbedaan antara Diskursus Ilmiah dan Diskursus Filosofis

6 Oktober 2024   13:33 Diperbarui: 9 Oktober 2024   09:22 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kedua belahan otak akan disatukan dan dipisahkan sesuatu yang menguasai dirinya, yakni “daya abstrak.” Apa yang ‘rendah’ di satu tanda akan ‘ditinggikan’ oleh tanda yang lain?

Meskipun ketika kita berpikir sesuatu yang belum dipikirkan si doi masih berkaitan dengan kapasitas otak, tetapi pengetahuan kita tidak tergantung pada ‘bentuk fisik’ otak. 

Di bawah relasi jiwa dan tubuh, pengetahuanlah yang menggelombangi aliran-aliran kode dan tanda sekaligus teka-teki di balik materi (termasuk hasrat sebagai tanda dan fisik otak).

Di mata Cartesian, mesin artifisial adalah bagian dari res extensa (yang dipikirkan). Dalam usahanya untuk membangun scientia (terutama ilmu alam) yang lengkap, Descartes memperluas pandangan mekanistiknya tentang materi hingga ke organisme hidup. Nilai ilmiah dari tumbuh-tumbuhan dan binatang dianggap sekadar mesin, dimana manusia dihubungkan dengan tubuh melalui kelenjer pineal di pusat otak. 

Sejauh berhubungan dengan tubuhnya, manusia tidak dapat dibedakan dari sebuah mesin (atau hanya hama bagi kode konotatif). Descartes mengatakan:

“Karena meskipun, tanpa ekspresi sama sekali memberikan apa yang saya pikir, saya menganggap semua ini dalam pengetahuan saya sendiri, kata-kata namun kadang-kadang menghambat kemajuan saya, dan saya hampir mengarah ke kesalahan dengan ketentuan bahasa biasa. Kita mengatakan, misalnya, bahwa kita melihat lilin yang sama ketika ada di hadapan kita, dan bukan bahwa kita menilai itu menjadi sama dari yang mempertahankan warna yang sama dan gambar: dari mana saya harus segera dibuang untuk menyimpulkan bahwa lilin dikenal oleh tindakan penglihatan, dan bukan oleh intuisi pengetahuan saja, kalau bukan karena contoh analog lewat manusia di jalan di bawah ini, seperti yang diamati dari jendela. Dalam hal ini saya tidak gagal untuk mengatakan tha saya melihat laki-laki sendiri, seperti saya katakan bahwa saya melihat lilin, namun apa yang saya lihat dari jendela luar topi dan mantel yang mungkin mencakup mesin buatan, yang gerak dapat ditentukan oleh pegas?” (Discourse on Method, hlm 92).

Aha, membayangkan “kelinci percobaan” tentang “otak kiri” dan ‘otak kanan” cuma urusan menunggu daftar antrean. 

Jangan-jangan saya yang dapat gilirannya karena pikiranku belum nyundul langit? Siapa tahu Anda juga kagum dengan kepala Anda yang encer dan botak (he he)?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun