Satu hal yang menjadi tanda tanya ketika segalanya mengalir berhadapan dengan demokrasi yang dibajak oleh para pemodal jumbo atau "pebisnis gelap." Bukankah Pemilu 2024 dan yang sebelumnya menjadi pertaruhan demokrasi? Ia dibayangkan sudah terancam dalam bahaya besar.Â
Sebagian orang melihat demokrasi berada di tubir jurang. Demokrasi siap ditelan oleh pelahap demokrasi.
Bagaimana harus menafsirkan dua tiang penyangga utama demokrasi, yaitu kebebasan dan toleransi sedang retak parah, yang tercermin antara pro penguasa dan kontra penguasa? Saat keduanya saling menyerang secara kasar, maka di situlah akan terjatuh dalam kehampaan makna persatuan dan kesatuan. Mereka larut atau lupa bahwa politik itu cair dan dinamis.Â
Kita bisa cek dimana letak kelemahannya? Kita tahu, adanya polarisasi secara tajam antarpendukung mungkin karena belum dewasa dalam perbedaan pilihan politik.
Pihak yang pro penguasa perlahan-lahan akan meraup keuntungan berupa hak istimewa secara politis, diantaranya kebebasan dan toleransi. Hak-hak istimewa yang "di atas angin" itu kadangkala berfungsi untuk memainkan opini dan menyingkirkan lawan politik sebagai pihak yang kontra alias melawan rezim penguasa, yang sah sekalipun. Hak-hak istimewa dari pihak yang pro penguasa bisa dimainkan secara halus dan kasar, telanjang dan senyap.
Sementara, hak-hak dari pihak yang kontra penguasa, seperti hak berbicara dan berekspresi dibalik menjadi hak-hak yang patut dicurigai lantaran hak-hak tersebut dianggap mengancam posisi rezim penguasa. Salah sedikit dari pihak yang kontra penguasa bisa dicap sebagai hak-hak berbicara dan berekspresi secara bebas sebagai hak-hak "subversif." Menjurus apalagi terbukti subversif secara jelas dan nyata dari pihak yang kontra penguasa atas rezim penguasa merupakan mimpi buruk bagi masyarakat yang memperjuangkan demokrasi.
Sejatinya, dalam kehidupan demokrasi yang subtansial, setiap pemenuhan hak-hak warga negara mesti adil dan setara di hadapan hukum. Apakah saya dan Anda mengigau atau tidak? Bukankah juga penegakan hukum sebagai nilai dasar atau prinsip dari demokrasi?Â
Di beberapa kasus, termasuk permainan politik, ranah hukum justeru dikebiri. Hukum dipolitisir demi politik kuasa.Â
Jadilah tontonan nyata di hadapan mata kita, bagaimana kuasa dalam genggaman rezim penguasa mampu memainkan politik, sekalipun tindakannya bertentangan dengan hukum. Pada akhirnya, orang tidak bisa lagi membedakan, yang mana urusan negara dan yang mana urusan pribadi dan keluarga. Segalanya mengalir hingga melampaui kepentingan politik, yang diharapkan di ujung labirin muncul seberkas cahaya. Mengalir, mengalir, dan mengalir!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI