Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Segalanya Mengalir

18 Januari 2024   17:19 Diperbarui: 18 Maret 2024   12:56 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 Capres di Debat ke-3 (Sumber gambar: kompas.com)

Cobalah! Saya tidak bermaksud mengajarinya. Bagaimana caranya? 

Salah satu cara untuk membantah argumen Denny JA dengan argumen lain. Satu diantaranya, dalam epistemologi kita mengenal hypothetical argument dan sceptical argument. Apa contohnya? 

"Jika Anda tidak percaya survei, Anda tidak dikibuli" (hypothetical argument). 

Apa itu sceptical argument? "Jika kita menolak alias ragu atas Ekspresi Data Denny JA, maka kita mesti membantahnya juga dengan argumen ilmiah." Karena metode survei adalah bagian dari metode ilmiah, maka kita harus membantahnya (Ekspresi Data Denny JA) dengan kejelian melihat celah melalui prosedur dan metode ilmiah.

Masih orang yang sama dalam diskusi di grup. Saya mengomentari sesama warga grup yang berusia lebih tua, yaitu Imam Hasan (nama samaran). Asyik juga. Dalam sains modern, tanpa bermaksud mendikte, kita bisa menguji Ekspresi Data Denny JA. Entah itu melalui Context of Justification (CoJ) atau Context of Discovery (CoD)? "Lah, yang bohong siapa? Kalau kita ingin ajeg, tidak berubah alias tidak tanggung gugat, maka yang dipakai CoJ. Kalau diyatakan oleh LSI Denny JA dan CSIS, elektabilitas Prabowo 43 persen lebih, misalnya. Ya, itu saja." Tetapi, Ekspresi Data Denny JA bisa diuji dan dibantah dengan keduanya.

Khusus CoD, data itu bukan harga mati. Ia tidak bebas nilai. Data siap dibantah dengan Context of Discovery. 

"Wah, bukan gitu datanya." Ini datanya yang valid, sahih (CoD). Di situlah, Survei melawan Survei?

Pantaslah dalam diskusi ringan terjadi interupsi, sanggahan sama nikmatnya kritik sini dan kritik sana. Ada lagi yang datang dari sudut pandang berbeda. Seseorang mengatakan di grup: "Metode ilmiah bukanlah metode pencarian kebenaran mutlak. Hanya salah satu metode ilmu pengetahuan. 

Tingkat kebenaran hasilnya sangat ditetukan oleh subjektifitas di balik aktor yang terlibat didalamnya." Pernyataan bernada diakletis ini sepenuhnya tidak keliru sebagaimana tidak cemplangnya metode survei.

Berlanjut di tempo berikutnya. Saya anggap diskusi sebagai sarapan karena obrolan terjadi di pagi hari. Kali ini, obrolan saya disambar oleh Doktor Siswono (nama samaran). Dia seorang akademisi. 

Saya mencoba menjawab sekenanya. "Subyektivitas berlangsung dari pilihan masing-masing pemilih dan pendukung salah satu Capres-Cawapres (paling tidak di grup WA ini) lantaran tidak mampu membuktikan kebenaran (evidensial) antara huru-hara yang bertengger di kepala dan Ekspresi Data Denny JA (kembali ke topik) melalui survei opini publik berbasis data lapangan." Dari obrolan itu saja menandakan usia kita sudah bukan lagi tujuh belas tahun ke samping di grup terpanas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun