Mengapa silang pendapat hingga bertengkar dan ricuh justeru tidak membuat negara cerai berai? Berdebat tidak membuat dunia kiamat, misalnya. Itu karena perbedaan menjadi hal biasa. Ia menempuh jalannya sendiri, yang terus menerus bergerak tanpa henti.
Betapa kekaguman segalanya mengalir pada dinamika politik tidak lain dari kaburnya perbedaan antara cara berpikir dan praktik politik. Jadi, politik pemilihan presiden ini merupakan bagian dari segalanya mengalir.Â
Kita melihat segalanya mengalir memang sudah melangkah jauh. Ia ternyata melampaui makna harfiah, dari dulu hingga kini. Frasa segalanya mengalir dalam pengertian dan pemikiran yang berbeda.
Apa yang bisa kita katakan betul-betul nyata saat sejenak ada perbedaan kecil. Ada yang belum terpikirkan dari frasa segalanya mengalir dan ada yang dibicarakan, diwacanakan hingga didukung secara berulang-ulang dari ketiga capres-cawapres.
 Dari para pendukung ada dalam segalanya mengalir. Ia mengalir bersama pikiran, ide, hasrat, dan fantasi termasuk emosi para pendukung mereka. Segalanya mengalir menuju coblos Pilpres, 14 Pebruari 2024.
Kita seakan larut. Ada apa gerangan? Segalanya mengalir lewat ruang dan waktu, spasio-temporer.Â
Analisis pun kadangkala terkecoh terhadap cuaca politik, yang berubah-ubah. Tetapi, politik bukan semata-mata soal tidak ajek atau berubah. Ia adalah segalanya mengalir. Dalam segalanya mengalir dalam dunia nyata ini, di dunia ide hingga politik praktis.
***
Hal-hal apa yang kita butuhkan untuk segalanya mengalir? Mari kita mulai dari tulisan Denny JA. Judul tulisan itu: "Setelah Debat Capres yang Ketiga." Denny JA biasa menulis judul dengan huruf kapital, semua huruf besar.Â
Untuk sebuah keperluan, saya menyesal, judul tersebut dengan hanya huruf besar per kata. Kita bisa lihat hasil kata huruf besar pada judul di atas, tanpa mengubah judul aslinya. Saya sebar tulisan Denny JA ke grup WA yang paling panas dan paling menantang.
Untunglah, tulisan tersebut tidak menjadi "pembalap sunyi" setelah terlanjur "mendarat" di grup WA.Â