Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Yang Tertulis dan Terbaca

15 Juli 2023   21:21 Diperbarui: 17 Juli 2023   05:49 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ermansyah R. Hindi, ehemm (Sumber gambar: koleksi pribadi)

Hal-hal lain kadangkala diserahkan pada pembaca tanda-tanda.  Tidak hanya hal-hal lain berada di luar rangkaian kata atau kalimat, yakni seorang membaca buku, dilafazkan atau dituliskan kata-kata dan angka-angkanya akan lebih ‘membekas’ jika cara membacanya dalam ruang batin. Kecuali berbagai realitas yang dibaca secara sepintas lalu, maka sedalam-dalamnya ruang yang diselami dengan bacaannya, paling tidak relasi antara pengucapan dan penulisan berbeda dengan membaca dalam benak kita. 

Lalu, ia ditegaskan dengan pemunculan kata-kata atau kalimat di atas lembar halaman buku. 

Kata lain, relasi antara pembaca dan pengarang bisa terabaikan, jika pengucapan dari seseorang yang membaca tidaklah sama dengan makna menurut pengarang, sekalipun telah lama tiada. 

Serangkaian teks, peristiwa, dan citra pikiran berkelindang dengan pembacaan atas realitas, terutama jika seorang sedang mendengar ungkapan tersebut dilafazkan dalam perbincangan yang menarik. Apalagi obrolan menjadi tulisan dan dibaca begitu berkesan. Seseorang yang membacanya secara batiniah. Ia juga bisa ditulis secara lahiriah.

Masih ingat dengan pengendara motor biru? Dia pelaku bom bunuh diri di atas motor itu di Polsek Astananyar. Si pelaku bom bunuh diri bersama ‘tulisan’ tentang penolakan RKHUP. Usai olah tempat bom meledak, Rabu (7/12/2022), maka tulisan, motor hingga sidik jari si pelaku bom bunuh diri ‘terbaca’ oleh pihak kepolisian dan mungkin oleh khalayak. Ini sekadar satu peristiwa tragis dari sekian banyak peristiwa yang kita luput menyebutkannya.

Hakim memvonis sekian lama penjara bagi pihak terpidana sesuai dengan aturan main yang termuat dalam kitab atau teks hukum tertulis. Dari terpidana narkoba, pembunuhan, pemerkosaan hingga kekerasan asisten rumah tangga divonis penjara setelah dibacakan surat dakwaan oleh jaksa di pengadilan. 

Bakal capres (bacapres) berbicara di depan umum. Segenap gestur bacapres ditulis dan dibaca oleh sekian ribu bahkan jutaan warganet. Ahli gestur terlibat untuk ‘membaca’ konten dan gaya berbicara para bacapres. Ya atau tidak, ini dan itu bisa terbaca dari sejengkal langkah kaki, nada suara hingga kalimat atau kata-kata “bersayap” dari bacapres. Baik peristiwa hukum dan peristiwa politik menandai jalinan lisan, tulisan hingga bacaan yang berbeda menurut sudut pandang atau penafsiran masing-masing pihak.

Hanya itu? Sebagai sesuatu yang cair dan tidak stabil maknanya ala Derrida, maka setiap obrolan langsung diliput di tivi atau di medsos memungkinkan bisa dibaca oleh pemirsa. 

Obrolan politik dari bacapres tidak harus tertulis lebih dahulu. Tertulis atau tidak bergantung medium apa penyampaiannya. 

Jika di tivi atau di medsos bisa secara langsung terbaca. Obrolan politik dari para bacapres tentang pembacaan atau kondisi terkini dan apa yang dilakukan setelah terpilih menjadi presiden akan terbaca. Tertulis saat peristiwa politik berlangsung.

Kalimat bergantung pada tema atau konsep yang dibentuk menjadi relasi antara pembaca dan pengarang. Ia terlepas dari judul buku yang terpajang di lemari perpustakaan atau di rak buku dan bahkan tulisan berserakan di beberapa tempat. 

Satu titik celah dari yang tertulis dan terbaca tidak hanya keterputusan pembacaan atau penulisan pada beberapa halaman dan bab saja, tetapi juga tinta yang tertoreh tidak dibentuk oleh permukaan bibir. Kata-kata yang dipadatkan telah meleleh karena basah oleh zat cair dan termuat di media online sehingga kata-kata atau angka-angkanya menjadi jelas atau sama sekali tidak jelas untuk dibaca kembali.

Pada dasarnya, titik rangsangan teks tertulis yang menyeret kita kedalamnya tidak terletak pada kalimat atau gambar yang memunculkan hasrat, tetapi, gejolak batin bersamaan pikiran. Yang membaca atau menulis sesuatu sampai subyek berada di luar buku yang memuat kalimat atau konsep. Gejolak batin atau sentuhan melalui pernyataan yang terlepas dari apakah salinan, penggandaan, tiruan atau nyata. Kalimat atau gambar, seperti kita tidak akan berusaha membaca dan menulis kembali tentang bintang-bintang tidak terkira jumlahnya sebagai bagian astronomi, karena tanda-tanda yang menggerakkan secara langsung mata kita terlebih dahulu diletakkan antara realitas sebelum disalin dan disebarkan secara luas. Mungkin angka-angka numerik dan huruf-huruf alfabetik tidak dikenal sampai sekarang membentuk relasi antara nyata dan imajiner mengundang pertanyaan besar.

Sekarang, teknik penerjemahan teks tertulis yang termuat dalam huruf paku misalnya, lewat bantuan kecerdasan artifisial. 

Sudah tentu, teks tertulis dari tulisan kuno sebagai tubuh terkuak melalui realitas baru, yaitu kecerdasan artifisial.

Teks tertulis yang baru akan muncul menjadi pembacaan kembali terhadap angka-angka atau kata-kata yang tidak hanya terbaca lewat buku. Tetapi, seluruh pergerakan yang datang bertubi-tubi menjadi pernyataan yang tidak diketahui melalui perbedaan gelimang cuan lewat tulisan dan bermeditasi sebelum tulisan.

Apapun jenis huruf-huruf yang telah teracak dari akibat perpindahan kalimat yang murni ke bentuk salinan, ia tidak dapat disalin ke bentuk-bentuk pengungkapan tubuh yang keluar dari pembacaan batin. Fakta-fakta tertukar dengan tulisan bergantung pada kedalaman penuturan yang melintasi ruang, tembok-tembok, rak-rak, perpustakaan, dan bahkan pustakawan. Kealfaan, perbedaan, dan kebutaan lain muncul dari kelalaian pembacaan, bukanlah sesuatu yang tidak terkatakan atau terejakan. Buku yang diminati bukanlah sekedar dibaca atau sebagai obyek yang hanya di tangan seseorang. 

Obyek bacaan bukan sejenis rantai kebergantungan gagasan melalui tuturan ketimbang gagasan yang dituangkan melalui teks tertulis. Lebih dari itu, teks tertulis dan pembacaan ulang atas realitas saling mengisi satu sama lainnya.

Setiap kesenangan dan penderitaan, riang dan ironi, komedi dan tragedi manusia hanya dapat dibaca dengan kemungkinan terjadi penolakan-penolakan yang tidak berarti melalui pembacaan batin. Bisa saja, relasi-relasi yang terbentuk dalam pembacaan batin tidak lebih dari kumpulan lelucon konyol dan tidak masuk akal, tetapi, pertukaran benda-benda dari rangkaian relasi yang sama antara penampakan dan kedalaman ruang tidak akan pernah ada jalinan makna sejati yang diperjuangkannya, tanpa pembacaan atas realitas yang berlapis-lapis, maka penanda dan petanda, pengarang dan pembaca sulit tertulis kembali.

Buku dan pustakawan, penerbit dan edisi akan berubah menjadi ‘dongeng’ bagi yang tidak doyan dengan tulisan. Segalanya memasuki titik celah saat diungkapkan dalam kematian makna. 

Tantangan hidup tidak sama dengan doyan minum dan gila puji-pujan sebagai kesenangan selalu menguras dan menjajah pikiran. 

Justeru pada saat rangkaian relasi-relasi ini berada pada tingkat tertinggi. Dapat dikatakan proposisi, setiap kecantikan adalah racun bagi hal-hal yang dikritisi, karena kritik berlangsung tatkala orang hanyut dalam kecantikan dirinya, dalam penampakan.  

Sebaliknya, kehadiran pembaca mencintai buku, seperti ibu yang menyenangi anak-anak, anak menghormati bunda dan ayah, manusia melestarikan bumi. Tragedi dan ironi yang terjadi di luar bacaan buku. Ia persis sama dengan gagasan dan perbedaaan. 

Paradoks dari kecantikan dan kejelekan di hadapan seksualitas tidak perlu dibungkus, karena, relasi antara tubuh dan konsep-konsep ada di dalamnya membukakannya sebagai sesuatu hal yang tidak terhindarkan. Tatkala seseorang keranjingan membaca buku dari edisi terbaru akibat telah habis stoknya tentu saja masih terbuka diberi persetujuan atas nama ahli waris dan kerabatnya jika pengarang telah tiada atau melalui penerbit. Maka, berkaitan dengan hal ini, pengarang dan nama yang dilekatkan padanya tidak dapat menunjukkan otoritas yang dimilikinya terhadap teks-teks untuk dihapus di dalam realitas baru, tatkala terjadi keterputusan ruang antara ironi dan khayalan, teks dan pemikiran sampai kesatuan tulisan dibentuk kembali menjadi penciptaan gejolak dan terpaan melanda tatanan test tertulis, termasuk tatanan representasi, makna, petanda, pengetahuan atau nalar akan menggulati bentuk-bentuk kebutaan, kealpaan, dan ketidakwaspadaan. Pada saatnya, kita akan nemukan cara keluar dari tatanan, tempat dimana kehilangan pemuasan tulisan mulai dipisahkan dari wilayah pergolakan.    

Foucault, Derrida, Deleuze-Guattari, dan Lyotard melihat ketidakstabilan, keleluasaan, dan perbedaan dalam bahasa kegilaan atas tulisan sebelum dibaca. Realitas dalam realitas muncul saat ditulis dan dibaca secara terbuka dan berbeda. Katakanlah, teks tertulis Goenawan Mohamad seperti Catatan Pinggir atau Setelah Revolusi Tak Ada Lagi ternyata tidak lupa “menampilkan” wajah Indonesia dalam sudut pandang Nietzsche dan Marx. Pergumulannya antara pemikiran reflektif dan kesastraan, kebebasan jurnalistik dan pembacaan atas realitas yang bergerak secara mekanis seakan tidak mengenal kata akhir.

***

Terus, kulit bumi dan kulit manusia dikonstelasikan dalam kulit buku. Ia tidak berhenti di satu halaman saja. Apa yang dibicarakan bisa dipadatkan melalui “mesin tulisan” (mesin ketik online). 

Dari relasi kitab ke kegelisahan, ingatan dan kalimat saling berinteraksi dengan sunyi, gejolak, dan bentangan ditelan oleh realitas baru (virtualitas, Artificial Intelligence).  Kendatipun proses penciptaan meditasi ala Cartesian tidaklah berkaitan dengan tulisan yang menarik. Tetapi, ia memendam teka-teki yang dapat menelan semua yang kita senangi melalui kejenuhan untuk berbicara pada dunia dengan gesekan, goncangan, celah, dan hamparan keindahan. Sebagaimana orang membaca teks sudah berada di pihak ketiga dan seterusnya atau buku telah berpindah tangan ke pihak lain yang tidak diketahui riwayat hidupnya. Selanjutnya, relasi antara teks dan pemikiran diambil-alih dengan penafsir atau seismografer menjadi bahan bacaan khusus dimana titik celah dari susunan-susunan logika dan pembentukan konsep-konsep. Apa saja yang dibaca membentuk relasi-relasi yang keluar dari keterpencilan teks tertulis.

Rangkaian kalimat tidak berkaitan dengan kesenangan menatap seseorang di depan layar internet. Tetapi, membedakannya dari relasi-relasi yang dekat dengannya, yaitu tanda titik, huruf kecil atau besar, tanda seru, titik koma, titik dua, tanda tanya, dan tanda baca lainnya. Kita telah meninggalkan teks setelah ditemukan ketidakpastian makna di tangan pembaca. Lebih dari titik berulang-ulang dalam teks tertulis, maka perlu ada pembebasan mesin tulisan dari kuasa negara dan hal lainnya supaya penulis bebas menentukan pilihan tulisannya.

Sesuatu yang berlindung di balik topeng hanyalah memperlihatkan perbedaan satu metode pembacaan atas realitas layaknya benda-benda memiliki wilayah penyebarannya sendiri. Pada saat kita telah mengungkapkan topeng-topeng penulis, maka orang-orang yang dahulunya begitu memikat diubah dari “kesenangan mata” ke tulisan tentang kesenangan di balik permainan tanda. 

Singkatnya, kesenangan yang bersifat subversif, dimana rujukan diperbaharui melalui diskursus.

Kita tidak bermaksud menghindari penulisan dan pembacaan atas realitas yang tidak masuk akal dan membuang-buang waktu saja. 

Tetapi, kita hanya melihat seluruh tema yang muncul dari penanda dan petanda, kesenangan murni atau alamiah dan kesenangan reduplikatif atau artifisial tidak penting lagi diperdebatkan secara percuma-cuma. Sebagaimana kita telah ketahui bersama, selain kode, kesenangan artifisial ditandai tidak dapat dihancurkan. Setidak-setidaknya tertunda sejenak dari sesuatu yang melibatkan aparatus citra, fiksi atau kepemilikan atas kemiripan obyek tidak bisa digembar-gemborkan sebagai tema pembicaraan yang sudah basi.

Tema pembicaraan tertunda karena pernyataan menyatu dalam diskursus. Tetapi, suatu pernyataan tidak menentukan rujukan-rujukan, perbedaaan, dan keadaan pembacaan saat diperbaharui muncul untuk menerima perantara langsung dari bentuk-bentuk yang telah dibangun.

Dalam kemiripan pembacaan atas realitas paling terbuka dan padat. Ia bukanlah unsur-unsur kekuatan yang menunjukkan secara langsung obyek-obyek yang terpikirkan. Perbedaan obyek nampak lebih menarik dibandingkan berbicara asal bunyi. Ia berbolak-balik dan bertransformasi ke tempat penyebarannya dimana ia terbentuk pertama kali. Pembacaan atas realitas juga bukan terdiri dari kemampuan kita untuk mencari tahu dimana letak kedalaman selera dan berbicara pertama kali ditemukan. 

Perbedaan teks tertulis bukan perkara terbaca berdasarkan jarak ruang tertentu. Kontradiksi dalam teks tertulis tidak harus dijauhi dari sudut pandang dimana ia diletakkan pertama kali. Boleh saja kita menyembunyikan permukaan paling menarik, tetapi ia hanyalah sisi dari sesuatu yang tidak terpikirkan, dari citra dan khayalan yang terbentuk sebagai sesuatu yang kita tidak sadari. Memperhatikan gambaran-gambaran yang tidak muncul tidak harus dipaksakan berada dalam wilayah permukaan, tetapi, dari jurang teks tertulis dan pembacaan. Wilayah pertama kali disembunyikan gelora tidak harus berada di wilayah kedalaman. 

Kadangkala rahasia yang terus membuat kita penasaran justeru berada dalam teks tertulis tiba-tiba bermunculan di tempat dan keadaan yang berbeda. Permukaan dari model-model yang kita pilih tidak harus muncul dari penampakan dan peristiwa luar biasa, tetapi juga, di wilayah pinggiran dan asing bagi tulisan.

Hilangnya jejak-jejak peristiwa akibat tidak hadirnya tulisan. Ketidakhadiran teks tertulis akan mengaburkan jejak peristiwa apa yang terbaca sebelumnya. 

Tanda kesenangan menjadi titik akhir  dari teks tertulis manakala tidak terbaca secara utuh dan kompleks. Kita juga tidak akan serta merta mengatakan retakan tulisan lantaran tidak jelas apa maksudnya. Tulisan mungkin membuat seseorang bingung. Seperti tulisan saya yang membingungkan. Saya tersenyum sendiri. Dalam cara tertentu, seseorang berupaya memeriksa kandungan di balik pernyataan-pernyataan, pergerakan citra atau gambar memiliki teks di dalamnya yang pada akhirnya menjadi kesatuan pembicaraan. Sulit dipahami peristiwa aktual jika hanya obrolan berlalu begitu saja.

Lebih dari itu, kita melihat berjam-jam sesuatu di balik layar, tetapi tidak dipahami apa yang dikatakannya, apa konten pembicaraan, bahkan teks tertulis yang dilengkapi dengan tanda tangan aktor yang tidak diketahui maksudnya oleh penonton. Begitu pula kemiripan di balik citra tidak hadir sebagai penonton atau pendengar, tetapi, aktor yang berada di pinggiran dan retakan teks tertulis tidak dikaitkan dengan peristiwa berada di luar permainan tanda. Saya terpesona, tetapi Anda korbannya, yaitu korban kekerasan gosip atau desas-desus. Sudah tentu, kita akan mencari jawaban yang sesungguhnya tidak penting bagi pergerakan tanda. 

Bagaimanapun dangkal atau lemahnya analisis dalam tulisan, ia tetap tertulis dan terbaca. Makna yang dilekatkan pada orang yang menggunakannya tidak saja kabur sebagai jejak, tidak sepenuhnya hadir, terlepas dari dunia luar dan dari wilayah goncangan atau pergeseran, tetapi juga melepaskan seluruh kesenangan.

Perbedaan teks tertulis tidak berkaitan dengan permainan kata-kata dan ketika kita berbicara blak-blakkan melibatkan pembaca. Kita tidak akan membicarakan tentang strategi, sebagaimana aturan permainan menghilang dalam ketidakgoresan jari-jemari menciptakan rahasia sentuhan; kode sebagai jejak keluar dari teka-teki kisah dibalik adegan di layar, ketidakhadiran rujukan dan pantulan totalitas semu. Apakah kita tetap bersekukuh, jika tidak ada lagi ilusi atau citra artifisial dalam ketidaksadaran diantara benda-benda disekitarnya? 

Saat ini, kita bermain dengan rahasia permukaan, dari perbedaan dan penyebaran mimpi, ilusi atau citra, kita harus mulai melupakan sebagaian besar dari apa telah dikorbankan.

Relasi antara pengetahuan dan teks bisa terbaca. Di situlah teks ilmiah dan filosofis dibaca: dari matematika, fisika, meteorologi, fenomenologi hingga psikologi. Lihatlah, awan berarak! Tanda hujan. Apa? Mengapa? Bagaimana? Saya terbayang banjir bandang di empat tahun silam.

Apa saya bilang. Squad bola negara itukan masuk semi final di Piala Dunia. Obrolan kawan mengingatkan saya tentang klub bola negara mana yang akan masuk ke babak perempat final dan semi final. Ternya kawan tidak keliru. Di siaran live tivi terdapat running text. Ia tertulis sebagai penanda negara mana yang masuk ke babak ke sekian. Ia mudah terbaca tentang jadwal dari klub bola berlaga.

Ingatan adalah peristiwa sekaligus sebagai teks tertulis tentang kehidupan yang menggoda, yakni akhir ketidakberaturan; transformasi dan pergeseran tidak selalu dalam peristiwa. Sampai di sini, bahwa tidak semua bacaan atas teks tertulis menimbulkan kesenangan. 

Kini, tidak ada kekerasan dalam realitas, kecuali setelah ia tidak bergeser dan berubah menjadi hiperealitas; ia masih selalu kita sentuh dan dinantikan, sekalipun kita masih berharap-harap cemas.

Tetapi, jejak-jejak peristiwa justeru menjadi ingatan saat tidak dikosongkan dari pembacaan. Ingatan tidak bisa dibunuh, kecuali terlupa. Ketika tiruan hanya efek ketidakmampuan seseorang melepaskan ketidakaturan jejak-jejak. Dari pengalaman menulis dan membaca ke jaringan teks yang mengungkung pembacaan atas realitas yang berbeda. Pergerakan teks tertulis atau tulisan digital melepaskan dirinya dari makna tunggal karena pembacaan atas realitas mengatasi “kabut” jejak-jejak belum terlacak. Tulisan sebagai jejak peristiwa yang dimuatinya saat tertulis kembali. Itu pun bisa efektif jika terbaca.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun