Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pilihan Politik sebagai Pilihan Seksual

8 Januari 2023   09:59 Diperbarui: 13 Maret 2023   08:01 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pilihan politik sebagai pilihan seksual (Sumber gambar: jalandamai.org)

Kita mengetahui secara seksama dalam proposisi dan logika yang dibangun selama ini, pilihan politik merupakan wujud kenormalan menjadi bagian utama dari strategi politik kuasa setelah kuasa itu sendiri mengalami 'fase produktifitas'.

Sementara tanpa pilihan politik tergesa-gesa, sehingga pilihan seksual merupakan suatu perwujudan dari kenormalan menjadi bagian dari tanda sekaligus tuntutan kehidupan dan sifat alami dalam sejarah pemikiran. 

Karena itu, keduanya merupakan pemikiran modern yang belum tertelan dan tidak tuntas oleh dan dari zaman. 

Tidak disangkal, setiap pilihan politik yang terseksualkan betapapun telanjangnya peristiwa dari tokoh, pesohor, dan pengikutnya menempatkan pilihan yang tersembunyi selalu memperbarui dan merepresentasi dirinya sampai representasi menghilang dalam dirinya sendiri.

Pilihan atas calon tertentu mengalami "deseksualitas tubuh politik" (manuver, permainan politik), yang padanya dilekatkan sifat alami. Ia menandai pilihan politik politik seiring pilihan seksualnya. 

Orang-orang akan mengarah pada pilihan-pilihan politik sekaligus seksual. Apalagi pilihan-pilihannya itulah justeru memungkinkan terjalin kreatifitas setelah membebaskan dirinya dari orientasi seksual tertentu.

Rumusnya cukup sederhana. Kontestasi pemilu dan peristiwa politik lainnya adalah sesuatu yang merangsang, memikat, dan menggoda tidak lebih dari pilihan seksual.

Dalam pilihan-pilihan yang beradu kencang dan dinamis, tindakan seksual dari pendukung atau kelompoknya dihapus dengan pilihan seksual melalui tubuh politik. 

Pilihan seseorang menuntun pilihan rasional yang kadangkala irasional tidak membutuhkan peta politik berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Diskursus politik akan mengakhiri pilihan politik semata-mata pilihan berdasarkan orientasi seksual: "lain jenis" dan "sejenis kelamin." Ini bukan juga dimaksud pilihan politik sebagai pilihan seksual. 

Bentuk pilihan politik yang terseksualkan di bawah rezim diskursus bukanlah kata-kata melimpah-ruah yang direpresentasikan oleh bahasa melalui tubuh. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun