Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskursus Kemiskinan

13 Desember 2022   09:05 Diperbarui: 4 Maret 2024   16:11 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita melihat seseorang hanya beralaskan tanah, berpakaian seadanya. Mereka tidak mampu menyendiri yang menempatkan dirinya sebagai mesin yang luas, luasnya melebihi bumi. Pada aspek kehidupan, saya dan yang lainnya tidak bekerja penuh. Tetapi, saya dan yang lainnya juga menikmati suasana kehidupan bersama anak-anak, cinta, pikiran, fantasi, dan seni.

Wajarlah, setiap orang akan merasakan ancaman kelenyapan sosial, diantaranya kemiskinan. Setiap orang dapat saja mengatakan pada kita. “Anda akan memilih sisi kehidupan yang lain”. Bagaikan monster yang bangun kesiangan. “Jika kemiskinan akan merenggut kita, kemana lagi kita akan berlari untuk menghindarinya?” Setiap orang tidak pernah bermimpi berada dalam kemiskinan.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa pengukuran kemiskinan tidak hanya dilihat dari indikator persentase dan jumlah penduduk miskin Indonesisa, tetapi juga terdapat dua indeks. Pertama, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengindikasikan jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Kedua, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Kedua indeks tersebut tidak lebih dari metonimi kemiskinan (bagian yang menunjukkan keseluruhan).

Jejak-Jejak

Dari dua indeks yang disebutkan sebelumnya, maka Indeks Keparahan Kemiskinan memiliki keterkaitan dengan indikator ketimpangan, yaitu Gini Ratio.

Pergerakan data empiris yang menunjukkan ketimpangan kesejahteraan di Indonesia dalam pertumbuhan yang belum berarti. Gini ratio melambat. Kesenjangan antara desa dan kota masih ternyata sulit diatasi.

Rasio gini di perdesaan yang sedikit lebih rendah bukan karena ada perbaikan kesejahteraan, tetapi karena semakin menurun pendapatan yang sebelumnya berada di menengah ke atas. Di situlah gejala kemiskinan bersama-sama dibentuk.

Marilah kita kembali bermain dengan gambaran mengenai tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia. Bulan dan tahun sekian diukur dengan Gini Ratio adalah sebesar blablabla. Angka mengalami penurunan sekian poin, jika dibandingkan dengan Gini Ratio bulan dan tahun sekian sebesar blablabla dan menurun sekian poin. Dibandingkan dengan Gini Ratio bulan dan tahun sekian sebesar blabalabla (BPS, tahun sekian).

Nilai Gini Ratio berada diantara 0 dan 1. Sudah bukan rahasia umum, bahwa semakin tinggi nilai Gini Ratio berarti semakin tinggi ketimpangan. Indeks Gini yang berada di bawah 0,4 dikategorikan sebagai ‘ketimpangan baik’, 0-4 sampai 0,5 ‘ketimpangan sedang’ dan di atas 0,5 ‘ketimpangan buruk’.

Coba kita bayangkan! Bagaimana kalau angka kemiskinan menurun, Gini Ratio menanjak?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun