Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tentang Kegilaan

7 Desember 2022   06:05 Diperbarui: 24 Februari 2023   19:46 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kegilaan (Sumber gambar: amazon.co.uk)

Di suatu kampung, sebelas orang dari sekeluarga dicurigai oleh penduduk setempat mengalami kerasukan setan. 

Kesebelas orang terlibat untuk menggorok leher anak gadisnya dan tewas. Momen kelahiran alam terakhir memasuki irasionalitas gambar iblis sebagai cara untuk menyiasati kecerdikannya.

Tidak sedikit tindakan irasionalitas dari kerasukan setan terjadi di tempat lain. 

Setiap tindakan irasionalitas lebih dekat pada proses pengulangan peristiwa kegilaan sebagai akibat dari akutnya delirium paranoid atau schizophrenia secara individual dan kolektif.

Tetapi, kesempatan kita saat ini tidak untuk membicarakan tentang kegilaan sebagai akibat dari sakit jiwa tiba-tiba menjelma menjadi sebuah penampakan kengerian.

Kegelapan tidak muncul di bawah arus kedalaman, sebagaimana sang pemabuk kehilangan jejak-jejaknya. Setiap kegelapan adalah lubang dangkal dari celah lensa.

Tetapi, mata tersembunyi dari lensa bergerak memutar dan bergerak keluar ke permukaan melalui celah luar ruang kosong. Ia muncul dalam ‘celah keluar’ dari ‘celah dalam’ yang terbatas, ruang dimana aliran sentripental meninggalkan batas garis pengaturan individu diterobos melalui tubuh pada permukaan gambar.

Akhirnya, tubuh bergulat kembali diantara ketidaksumbuan grativitasi. Sebaliknya, ada kilat dan petir menyambar-nyambar, pelangi di kaki langit menghilang dalam cakrawala.

Tetapi, kilat, petir, dan pelangi bukanlah tanda-tanda kelahiran manusia, karena aliran gambar alam dimunculkan tidak meninggalkannya.

Jejak-jejak alam adalah ketidaksumbuan bayangan gambar, dari lubang ledakan tanpa kelahiran gambar diantara kebenaran bertopeng, dibumbuhi jeritan, musik, tarian, dan komat-kamit mulut yang pucat.

Di luar citra skizois, terdapat citra lelaki yang menghancurkan dirinya sendiri.

Jauh sebelum seseorang melihat malam dibelakang peristiwa sosial, tanpa badai dan petir menyambar-nyambar menghampiri citra-citra penjara, tatkala citra penjara masih tetap kuat.

Luapan-luapan amarah nampak ditemukan dalam ruang kosong. Di situlah, kadangkala, tanda-tanda dalam suasana riuh, tetapi ruang kosong.

Dalam teks ilmiah, gambar komikal serta merta muncul di tengah ketidakhadiran lukisan tentang citra virtual, yaitu tubuh baru bertugas untuk merangsang pikiran yang tidak terpikirkan.

Melalui satu alasan yang dianggap tidak masuk akal, bukan karena tanda kegilaan yang mengalahkan khayalannya sendiri. 

Tetapi, tidak seorang pun begitu gegabah memiliki peramalan atau prediksi tentang apa sesungguhnya kelahiran kegilaan di hadapan citra.

Di balik sebuah citra, tipu muslihat dihembuskan dengan bisikan iblis menyelinap dalam aliran darah, mimpi, ingatan, dan khayalan tidak terbatas. Bayangan gambar disamarkan dalam tubuh-tubuh baru.

Permukaan gambar dipertajam pada permukaan tubuh, karena tersekap dalam ruang samar-samar. Ketidakhadiran gambar dalam mimpi dan naskah tergantung terhadap celupan tinta, garis, bidang, dan kanvas yang sama.

Tubuh berubah menjadi marabahaya bagi seseorang yang masih berdiri di luar gambar.
 
Citra adalah kelahiran, tempat dimana kata-kata dan suara-suara bercampur-aduk dengan kegilaan yang meronta. Saluran pembatasan dibukakan bagi orang yang ingin melihat khayalan dan mimpinya. Kelahiran citra melalui tubuh.

***

Rezim ketidaksadaran juga bersifat mekanistik menjadi bentuk yang berbeda hanya setelah  bersentuhan dengan massa bui yang tidak terproyeksikan melalui tubuh. Bagaimanapun alurnya, kelahiran yang tidak tragis menyediakan separuh ironis.

Para ahli ilmu pengetahuan abai menyusun proses pengingatan kembali kelahiran gambar hipokrit. Dalam pergerakan tidak terputus-putus, kegilaan tidak dapat disuarakan melalui kelahiran gambar. Tanda kelahiran berarti ledakan permukaan.

Cairan-cairan dari kegilaan tidak diadili melalui kelalaian total dari pikiran. Ada lagi yang disebut kelahiran daging filsuf dalam kegilaan mencairi semangat melalui tubuh.

Pesta kelahiran rasa sakit dalam sebuah ruang persalinan, tidak berkaitan dengan hal-hal yang membahayakan maupun mencerahkan, karena kita belum mampu memahami kelengahan.

Kita sebenarnya hidup dalam jarak nol besar dengan dunia luar melalui ‘despermatisasi birahi’. Menarik kembali cahaya dari lingkaran menuju lubang gelap; ego cogito bersiasat untuk memberi sejenak kemiripan melalui imajinasi, saat tubuh yang ditandai dengan mimpi muncul dalam kelengahan.

Kegilaan bersama penghancuran ‘kelahiran yang tidak berberkah’. Mengapa ada pikiran dan kegilaan? Selama ini, orang acapkali mempertentangkan antara pikiran dan kegilaan dalam pengetahuan. 

Pikiran adalah pembalikan dari kegilaan dan kegilaan juga adalah sisi pembalikan dari pikiran.

Pergerakan kegilaan memperkaya pemahaman yang belum tersentuh dengan kekuatan pikiran. Kita tidak akan membenturkan antara pikiran dan kegilaan, tatkala kegilaan menjadi tidak terpikirkan mengalami perkembangan alami. Pikiran merupakan nama lain dari kegilaan.

Kekuatan tubuh lebih ajaib, jika kegilaan sebagai kekuatan hidup (seperti gairah, dandanan, inovasi, teror, dan kejahatan). Kegilaan juga mengambil arah pembalikan pengetahuan. Pikiran dan kegilaan merepresentasikan sumbu, teladan dan nasehat bernilai bagi kehidupan.

Mendekatkan mesin abstrak dengan pikiran dan kegilaan seperti sebuah cermin yang bersih dikelilingi ruang terang, terpantul wajah diri kita, misalnya alokasi upah, laba, dan bunga. Pikiran dan kegilaan dalam rezim tanda bukanlah pemikiran dialektis selama konsep menjadi dan meniada dalam dunia dongeng.

Kita perlu menjadi apa adanya, hingga seseorang tidak menjilat tubuhnya sendiri. Kita juga masih perlu mengosongkan sintesa citra pikiran dari tipu muslihat stereotipikal; karena ia bukan pemangsa agung bagi kewarasan pikiran.

Setelah gairah meluapi permukaan tubuh, aliran uang muncul dalam patahan tanda kegilaan setelah membuahi sel-sel mode wujud yang dihubungkan dengan mode kehidupan. Momentum kegilaan tidak saling mendahului dengan pikiran. 

Lantas, sebagian bukanlah bahaya kegilaan, melainkan bagaimana memperoleh kegilaan baru setelah pikiran dikotori oleh dirinya sendiri diantara kehidupan yang menantang.

Teks-teks Foucault, Derrida, dan Deleuze menyediakan paragraf kegilaan tersendiri sebelum ketidakhadiran buku berubah menjadi permulaan teks tertulis yang baru.

Kemanakah seluruh kehidupan, apabila tidak ada pikiran murni? Ketidakhadiran kegilaan akan melemahkan tubuh, karena individu berasal dari tubuh. Bukan lagi cara menghakimi tubuh untuk menunduk dalam kesadaran palsu, melainkan tubuh merupakan dunia paling menggiurkan bagi daya hidup.

Insting mereka terhadap permukaan tubuh diambil-alih oleh alam, tetapi juga kemurniannya mengembalikan dirinya pada permainan topeng.

Kembali pada satu alasan, bahwa pikiran dan kegilaan sebagai melintasi eksistensi cahaya dan berada di luar ujung kegelapan malam yang panjang. Misalnya, kita akan menghitung semua bilangan menjadi ‘angka infinitas’.

Dunia akan berakhir pada pemusnahan setiap takhyul yang dikalikan dengan ratusan angka ”nol kecil.” Anehnya, angka nol merupakan bagian dari kebenaran matematika. Pikiran dan kegilaan hanya mencirikan kekuatan perbedaan kualitas dan kuantitas sebagai gairah. Keduanya menukik, menerjang dan menyebar di atas permukaan tubuh.

Sudah jelaslah, bahwa pikiran dan kegilaan tidak berasal dari satu energi, melainkan titik kewaspadaan pada gravitasi tubuh. Ia bukan kerataan permukaan.

Berpikirlah mengelabui tipu muslihat! Kita cukup sulit untuk menyeru. Berpikirlah dengan kegilaan!  

Dalam kegilaan, pikiran dipandang setengah dan dipaksa tunduk melalui pengalaman batin atau ‘sensasi yang halus’. Tanda kegilaan sebagai akhir artikulasi kebenaran dari pikiran.

Seseorang tidak melatih dirinya untuk berpikir, bahwa keteraturan hidup dimulai dari kegilaan. Ambiguitas pikiran menjadi bahaya tersendiri, karena menolak kegilaan sebagai asal-usul alam.
 
Heraclitus hanyalah salah satu manusia kuno yang dihidupkan dengan pikiran, tetapi sangat rakus pengetahuan tentang kegilaan.

Alam yang dipahaminya sebagai alam bersifat mengalir bebas, yang harus dicairkan juga oleh zat mengalir (termasuk aliran darah), mengambil afirmasi dan penghakiman dari hukum alam. Kebenaran per se berada di luar pikiran dan dalam kegilaan.  

Kant percaya bahwa sintesis a priori dan kategori imperatif sebagai kebenaran universal, karena secara umum dikatakan rasional menjadi logika transendental yang cair dan solid sesuai logika kausalitas.

Sebagai contoh, hukum alam yang anti citra komedi. Seperti sebuah kendaraan beroda empat memuat barang ratusan ton tiba-tiba melaju cepat dan berhenti sebelum memasuki jembatan layang. 

Tetapi, apa yang terjadi? Kendaraan mampu melaju dengan baik oleh karena dirancang dayanya untuk memuat sekian ton.

Representasi pikiran pun menimbang jika melalui jembatan layang akan tidak masuk pikiran karena tidak sesuai kausalitas. Seorang dewasa dengan berat badan seratus kilo akibat tubuh kegemukan mampu terapung bebas dalam air (lelucon fenomena Laut Hitam mengandung air asin telah dibuktikan secara ilmiah maupun menopang hukum kausalitas). Jadi, kegilaan seiring dengan nilai ilmiah.
 
***

Apapun definisi pikiran dan kegilaan selalu mendekati dan mengorbitkannya dalam rahasia kehidupan. 

Karena itu, kehidupan dirahi, tatkala kegilaan tidak diidentikkan dengan rumah sakit, berbicara sendiri dan menggelandang di ruang terbuka.

Lihatlah kedalam! Ens rationis (wujud rasional) menggantikan ‘tatanan ada sang Lain’ dalam rentetan ilusi; menandingi ambisi gilanya.

Kegilaan bisa dicemoohi oleh dirinya sendiri. Tanda kegilaan hanya sampai pada kegilaan. 

Sementara, esensi kegilaan dipinjamkan pada Cogito Cartesian. Tubuhlah menjadi tumbal dari kelelapan ilusi dari mimpi indah kita.

Cobalah kita menahan diri! Terlalu jauh kita mengatakan di sini, perkara asal-usul itu tidak relevan lagi untuk ditelaah, karena ia berasal dari “air liur”.  Kegilaan ada dalam cahaya redup imitatio Dei (tiruan Tuhan). Manusia yang sadar akan tujuan rasional dunia disamakan dengan ‘Manusia Citra’. Permasalahan tentang kegilaan dan pikiran, berarti membicarakan ‘Dunia’ dan sang ‘Iblis’. 

Disamping itu, satu hal yang mesti dicamkann, bahwa advocatus diaboli (pengacara setan) mengambil korban kehidupan dari produksi selera mengambil alih suatu kebenaran tipikal.

Kita tidak perlu menlenyapkan “daging menumpang,” karena ada unsur yang lebih busuk dari yang kita lihat untuk segera dibersihkan dalam pikiran kita. Dunia yang tidak nyata ditransparansikan oleh kegilaan, berjuang dari dalam secara senyap.

Pikiran tidak lagi menjauhi kegilaan, karena setiap sesuatu yang tidak masuk akal bukanlah kegilaan. “Aku adalah permainan kebenaran yang bertopeng karena kegilaanku.” “Anda adalah advocatus diaboli (pengacara setan) sekaligus advocatus dei (pengacara Ilahi).” 

Mereka tidak tidak lebih dari sebuah prasasti pengetahuan yang disembunyikan, kecuali pikiran yang terakhir untuk memahami dan kegilaan untuk menjelaskan.

Pikiran berbolak-balik untuk mengalami dan tidak mengalami seperti beban tubuh, kegilaan melompati halangan dari apa yang tidak diterobos dengan tubuh. ‘Tubuh dibalas dengan tubuh’.

Memang betul, pikiran tidak tergantung pada kegilaan, demikian juga sebaliknya. Pada satu sisi, pengasingan tanda kegilaan secara otomatis sesuai titik akhir dari pembebasan.

Saat kita merenung sebelum teridur di bawah kilatan cahaya malam hari, mengosongkan pikiran dan mengendalikan kegilaan sebagai akibat dari gangguan saraf atau sakit jiwa.

Sisi lain, nalar yang berbeda dari kegilaan dibolak-balikkan darinya sebagai kelahiran penulis. Dia menjawab. “Titik buta adalah kegilaanku.”
 
Melalui artikulasi kegilaan, kelenyapan realitas ditutupi oleh seberapa banyak hukum alam sesuai dengan hukum rasional.

Pada taraf pikiran rasional, kebenaran yang dihubungkan dengan persepsi indera dan dikacaukan ilusi setelah kegilaan menghilang dalam dirinya. Tidak mungkin suatu ide, pikiran dan persepsi indera memulai dan mengakhiri realitas, kecuali keterlibatan kegilaan.

Seorang pemimpi paling waras dengan tangan dingin memainkan persepsi indera yang dipadatkan melalui tubuh.

Tetapi, pikiran akan bertentangan dengan kegilaan yang mengacaukan selera humor-humor yang tinggi, tidak menunduk di bawah air empedu yang diterima menjadi obyek pengetahuan. Kegilaan yang tidak akal akan mengontrol kemarahan adalah titik akhir dari representasi.

Di luar penangkapan indera, obyek benda-benda tersingkap ketika ia menghentikan kegilaan dalam kelengahan untuk berpikir, berakhir tatkala seluruh pemikiran tentang dunia dipengaruhi oleh sesuatu yang bukan dirinya.

Pikiran dan kegilaan dalam titik singgung sebagai dunia terpencar sejelas-jelasnya dari luar. Tanda kegilaan yang lugu dan solid mendapatkan dirinya di antara kelahiran perang dan asal-usulnya, untuk menyamarkan cahaya dan kegelapan jiwa sampai tidak mencapai titik cair eksistensinya kembali.

Jarak antara lingkaran ‘cahaya’ dan ‘kegelapan’, pikiran dan benda, jiwa dan tubuh dari daya tarik-menarik (kesamaran atau suram), berakhir pada kekosongan ruang hidup.

Marilah kita renungkan kembali isi dan representasi diri! Kegilaan merancang kelahirannya.

Hal ini, kegilaan menampakkan dirinya untuk menyingkap permainan topeng, kegilaan baru tidak mungkin mengetahui keseluruhan realitas. Kegilaan mulai menempelkan dirinya tanpa asal-usul di balik peristiwa kritis.

Kegilaan dibutakan oleh ilusi.  Bentuk kegilaan hanyalah dari dunia yang tersembunyi di luar teks. Anda bisa melihat, bahwa semakin banyak melihat kedalam diri, maka semakin kuat kegilaannya.

Sejauh penilaian kita, bahwa pengucilan dunia luar tidak berasal dari jiwa kerdil, melainkan permainan besar dari alat pembayaran yang dihasilkan dalam kuasa modal uang berubah menjadi darah daging kehidupan. Suatu permainan topeng yang tidak terpecahkan, tunggal dan abstrak.

Asal-usul perang terhadap permainan topeng atau formalisme kuasa; mesin perang penuh rumor memiliki segmentasi garis batas, yaitu garis rezim tanda dan garis permainan topeng.

Kegilaan (ide tentang perdamaian) terletak pada kekacauan pikiran dapat dinetralkan berdasarkan kesatuan kegilaan.

Meskipun kegilaan dengan kelahirannya sebelum kelahiran binatang rasional, benda-benda bukan saja dalam dunia benda, tetapi juga suatu irasionalitas kegilaan. Ia berada dalam lingkaran yang lain, dari pantulan ‘benda-benda’.

Kita keluar dari pemikiran yang samar-samar, kegilaan tidak lebih dari retakan pax melior est quam iustissimum bellum (perdamaian lebih baik ketimbang perang yang beralasan). Mesin perang yang terbebas dari kegilaan, karena perang adalah perdamaian yang terkoyak-koyak.

Disamping krisis, permainan kuasa bank-uang sebagai struktur keuangan yang tersembunyi mencukongi permainan baru; titik kegilaan sebagai dampak pemantulan benda-benda pikiran di atas panggung perang aktual. Barisan mesin perang terhadap formalisme kuasa yang bertopeng hanya mampu ditaklukkan melalui rezim tanda kegilaan, yang tidak berhubungan dengan benda-benda yang bergerak secara psikis, melainkan bergerak secara mekanis.

***

Peristiwa kegilaan menandai batas garis mesin perang terhadap permainan kebenaran atau permainan topeng. Kegilaan sebagai momentum.

Dalam momentum kelahiran perang, kita tidak terbebas dari realitas digambarkan yang bukan diri kita. Kegilaan mampu menghubungkan setiap peristiwa basa-basi dengan wujud aktual.

Betapa tingginya jati diri, saat kegilaan melintasi dirinya sendiri. Apabila kita ingin selalu bertanya tentang ‘kegilaan’, maka hidupkanlah perang terhadap permainan topeng!

Lebih dari itu, kegilaan bukanlah akibat gangguan saraf atau sakit jiwa, melainkan tanda kegilaan yang lain.

Belum lagi, kita diberitahukan tentang koruptor yang menjadi narapida yang dibebaskan secara bersyarat karena kebijakan asimilasi dan integrasi, termasuk narapidana koruptor dari lembaga penegak hukum.

Lalu, untuk apa digembar-gemborkan hukum laksana pedang bermata dua. Hukum tumpul di atas, tajam di bawah. Hanya sebatas di atas kertas.

Menjadi orang-orang ingin berubah juga berat, karena bisa tersimpan motif tertentu dan kepentingan yang terselubung.

Misalnya, kasus "polisi tembak polisi." Satu kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua yang didalangi oleh Ferdy  Sambo paling heboh dan penuh rekayasa pembunuhan sepanjang tahun 2022.

Kegilaan lain yang tidak kalah ramai dibicarakan di media daring, yaitu kasus tambang ilegal yang melibatkan bekas Aiptu Ismail Bolong.

Diakuinya, jika "upeti" yang dipersembahkan sebesar 6 (enam) milyar rupiah pada petinggi Polri. Untuk apa? Diantaranya untuk "mengamankan" bisnis ilegal melalui jalur bos "di atas" supaya "tidak terendus" oleh aparat penegak hukum.

Satu hal yang tidak diharapkan menimpa lembaga penegak hukum. Tetapi, apa boleh buat, nasi sudah jadi bubur.

Tercorengnya nama lembaga kepolisian tidak main-main. Oknum aparat kepolisian ditengarai telah ikut "bermain" dalam kegiatan pertambangan ilegal. Kasus tambang batubara dari konsesi tanpa izin. Apa yang ingin saya katakan? Mereka tidak dibekali cahaya untuk melayani kegelapan pikiran atau membiarkan nafsu gelap merasuki pikiran. Akhirnya, tanda kegilaan yang khas mengikutinya dari samping kiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun