Perbedaan bukan hanya menjadi jejak dan tanda kita, tetapi juga suatu alam yang kita lupakan karena kemiripan yang terjadi dalam peristiwa umat manusia menyentuh hal-hal yang tersembunyi dalam dirinya.
Setelah diskontinuitas yang melimpah, akhirnya para pesolek, TikToker, Facebooker, dan sebagainya kita tidak lagi awut-awutan untuk menolak peristiwa sebagai transisi dari kualitas ke kuantitas, dari batiniah ke lahiriah dalam peristiwa tertentu.Â
Kita akan melihat seberapa lama kehidupan diwarnai dengan peristiwa demi peristiwa yang berbeda.
Secara terbuka, waktu akan berbicara pada kita. Peristiwa bukan berada pada rangkaian atau penggalan yang terputus-putus, teracak dan mendadak menurut suatu diskontinuitas.Â
Setiap peristiwa yang akan terjadi pada jam dan menit kedepan merupakan bagian yang sulit dipikirkan, kecuali daftar perkiraan yang tidak ada sangkut pautnya dengan jejak-jejak kita.
Di balik itu semua, ia tetap menjadi rahasia yang tidak perlu lagi kita benturkan dengan satu rangkaian tanda yang tersembunyi dalam diskontinuitas. Kini, apa-apa yang terputus, teracak, dan dadakan yang menghubungkan dunia dengan wajah-wajah kusam dan ceria, bukan dengan  diskontinuitas. Paling penting bagaimana mengaitkan diskontinuitas dengan kondisi perubahan dan apa yang akan kita lakukan jika tidak ada jejak-jejak dan tanda-tanda peristiwa berlangsung. Tidak lebih dari perhatian kita pada titik terjauh sebuah jarum akan terjatuh dan terserap dalam gundukan pasir. Setiap titik benda tidak selalu muncul di tempat yang sama dalam pikiran dan ucapan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H