Terbentuk dari kata-kata dan benda yang terbatas masa berlakunya. Dari bentuk yang lama ke yang baru, dari yang baru menjadi lebih baru. Â
Logo halal versi MUI (Majelis Ulama Indonesia) diganti dan diubah dengan logo halal versi BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) secara resmi berlaku sejak ditetapkan, 1 Maret 2022. Tinggal tahapan pelaksanaan di lapangan secara berdaya guna.Â
Bagi konsumen atau para pembeli akan bersentuhan dengan sajian aneka produk bersama logo halal baru. Di samping melihat masa kedaluwarsa, pembeli juga akan memeriksa logo atau label halal baru tercantum di atas kemasan produk makanan dan minuman di toko, dari tradisional hingga modern.
Dalam benak orang mungkin menilai logo halal baru bukanlah fenomena kebutuhan pokok, yang bisa menimbulkan dampak kenaikan harga dan kelangkaan barang.
Reaksi dari luar pun berbeda. Topiknya tidak selawas dengan antrean ibu-ibu berjam-jam sejak pagi demi minyak goreng.
Urusan logo halal baru dan kebutuhan pokok akhirnya bermuara di urusan dapur rumah tangga. Bedanya, logo halal baru mengepul "asapnya" di sekitar perbedaan bentuk, warna, dan makna. Dapur rumah tangga mengepul asapnya setelah terpenuhi kebutuhan pokok.
Faktanya juga, ketika setiap kemasan produk barang kebutuhan pokok akan dikenakan logo atau label halal.
Jika tidak memiliki label atau logo halal baru bisa mengundang tanda tanya dari pembeli yang teliti dan jeli. Gegara abai logo halal, ia akan mengundang reaksi tersendiri.
Seiring berita beredar, tidak banyak pihak mempermasalahkan bentuk dan warna logo halal baru. Lagi pula, seseorang kurang gregetan dibuatnya.
Secara otomatis, penentuan label dan sertifikasi halal di tanah air tidak lagi di bawah kewenangan MUI. Perubahan kewenangannya dilimpahkan dari sebuah organisasi keagamaan ke institusi negara.
Logo halal baru rupanya tidak semulus perjalanannya. Riak kecil saat kemunculannya. Kritikan tidak setajam perbedaan dan perubahan logo itu.
Mulai bentuk, warna hingga sarat makna dari logo halal baru sama tegas dan estetisnya garis yang membentuk logo. Ia lugas dan tidak berkesan asal jadi.
Mengapa tegas dan estetis? Tegas karena sebuah karya baru identik dengan nuansa perbedaan. Lain daripada yang lain.
Estetis karena lekukan huruf logo baru jelas berbeda dengan logo sebelumnya. Lekukan huruf di balik logo baru adalah ruang komunikasi, tanda ekspresi, dan kepenuhan batin, yang menyebar ke segala penjuru.
Semua pihak pun sadar atas kritikan. Usai cuilan kritik terbuka, terdapat penjelasan singkat tentang logo halal baru dari pihak Kementerian Agama di negeri ini.
Kaum formalis akan menghadapi tantangan. Logo baru harus jelas huruf Arab dengan kata 'Halal'. Logonya harus ajek atau tidak boleh berubah.
Sementara, kaum substansialis tidak mempermasalahkan apa pun bentuk dan warna logo halal baru. Logo halal bisa berubah, sesuai konteks dan dinamika zaman.
Melihat logo halal baru layaknya melihat kekhasan Indonesia. Sebuah logo baru menandai keinklusifan dan kepluralan bentuk, warna, dan makna seperti wajah Keindonesiaan.
Kita mengetahui bahwa logo halal baru tidak bermaksud untuk menghancurkan atau tidak pernah menempuh rencana jahat melalui "pembunuhan" atas logo halal lama. Sekian lama logo halal lama tetap masih sebagai medium ingatan. Setidaknya ia tidak lenyap dalam ingatan sejarah.
Sebuah diskursus tentang kehidupan beragama, di antaranya label dan sertifikasi halal diletakkan suatu ruang yang luwes antara logo dan kreativitas.
Ketika terlibat jalinan dialog tentang logo halal baru dari semua pihak; ia memungkinkan pemindahan ruang bahasa dalam diskursus atau Logos.Â
Keduanya saling berinteraksi, yang diperlukan untuk mencapai jalinan dialog antara logo halal baru dengan logo lama hingga mencapai ruang ekspresi yang berbeda. Sehingga tidak ada logo mutlak dan begitu pula tidak ada Logos mutlak (dalam kaitannya dengan bahasa lisan, nalar, dan penafsiran tunggal atas wahyu Tuhan).
Lebih dari makna logo halal baru yang mengambang bebas. Karena itu, definisi dari penulisan logo halal baru sebagai pemindahan atau representasi tuturan dianggap wajar, selama hal itu tanpa hierarki ujaran mutlak yang memusat dan tanpa dominasi negara.
Cara untuk keluar dari hirarki ujaran yang memusat dan dominasi negara atas logo dan maknanya melalui dialog (diskursus) menjadi berguna demi masa depan kehidupan beragama, yang berimplikasi dan berkorelasi nilainya dengan seluruh bidang kehidupan.Secara psikologis, logo halal baru maupun yang lama tidak sekadar makna dan warna.Â
Logo merupakan citra yang membentuk tanda-gambar, di mana realitasnya, baik fisik atau mental akan menunjukkan objek yang digambarkan.
Jadi, secara institusional, Kementerian Agama membuat logo halal baru tidak lain supaya memenuhi ingatan, citra, dan tanda yang dikonsolidasikan dengan cita rasa keagamaan.
Dalam kasus itu, yang baru dan lama merepresentasikan logo sebagai ingatan, citra, dan tanda yang berbeda. Apalagi jika logo halal baru terjadi perbedaan di luar ruang fisik dan teritorial seperti logo halal di negara-negara lain.
***
Bentuk, huruf, dan warna yang dibicarakan dalam ruang ekspresi logo halal baru tidak lebih juga sebagai citra batin dalam Logos (petanda, kesadaran).
Agak sulit juga dimengerti jika seseorang ingin mempertahankan bentuk dan warna logo halal dari warisan zaman yang berlalu. Logo baru, zaman baru, dan cara berpikir baru. Logo berubah karena fenomenologi, logika, dan epistemologi juga baru bernuansa Keindonesiaan.
Menyangkut logika dialektika, maka logo halal X tidak sama dengan logo halal Y. Secara filosofis telah dijelaskan oleh Kementerian Agama.Â
Logo halal baru menggambarkan nilai-nilai keindonesiaan. Satu representasi dari logo halal baru dalam keseluruhan.
Bentuk logo halal baru sebagai penanda untuk penanda lain. Lurik gunungan pada wayang kulit berbentuk limas, lancip ke atas menandakan representasi untuk keseluruhan Indonesia.
Pengetahuan atau epistemologi tentang penampilannya menandakan kaligrafi berupa huruf Arab. Pergerakan bahasa yang dibaca mulai dari kanan ke kiri.Â
Tetapi, terjemahan dalam bahasa latinnya, dibaca dari kiri ke kanan. Bentuk dan hurufnya dipertajam dengan petanda esoteris-dunia batin.
Diawali oleh Logos Menteri Agama. "Manusia harus makin mengerucut (golong gilig) manunggaling Jiwa, Rasa, Cipta, Karsa, dan Karya dalam kehidupan, atau makin dengan Sang Pencipta." Pengetahuan dan kreativitas bertemu dengan tanda keilahian dalam kemiripan imago Dei ("citra Tuhan") yang terpancar dari logo halal.
Tidak ayal, ia membentuk bahasa ekspresif, yang membentuk kata 'Halal'. Menariknya, huruf-huruf yang terbentuk bukan berasal dari luar, melainkan dari "dalam dirinya."Â
Semuanya bernuansa irama kehidupan, seperti musik gurun pasir berkolaborasi dan menyerap musik dangdut dan genre musik lain, yang mampu menggema ke luar dari batas-batasnya.
Sepanjang pengetahuan kita dalam beberapa sumber, kata "logo" berasal dari kata Logos. Kata Logos berasal dari bahasa Yunani, yang berarti wicara, logika, nalar, wahyu Tuhan. (Lihat Jacques Derrida, Dissemination, The Athlone Press Ltd., London, 1981, hlm. ix)
Ada sesuatu yang harus ditemukan dalam "bentuk baru" di Era Digital dan kesatuan Logos yang berhubungan dengan kehadiran logo halal baru dan "pasar bebas." Menemukan logo halal lama di era sebelumnya dan diakhiri sebagai ingatan dan dialog (Logos) melalui logo halal baru di era kekinian.
Logos (kata, suara, petanda) Indonesia yang agamis bersentuhan dengan logo halal baru yang estetis dan inklusif dalam bahasa ekspresif kehidupan.Â
Logo halal lama dan logo halal baru tidak bertentangan satu sama lain karena mengalami perubahan dan pertukaran bentuk dalam Logos Keindonesiaan.
Lantas, tidak ada Logos tunggal dari Menteri Agama dan MUI. Warganet dan anak-anak bangsa sebagai Logos, yang bebas berekspresi dan berbicara dalam ruang publik.
Kementerian Agama berperan laksana pantomim. Awalnya dalam pantomin bukanlah wujud perbuatan maupun perkataan. Kata "Halal" dalam logo halal baru dengan bentuk dan warna yang berbeda dari logo sebelumnya secara tidak sadar memberi mimik.
Terhadap warganet atau khalayak umum, alur bahasa mimik dari Kementerian Agama tidak membiarkan logo halal sedikit pun ditentukan oleh pihak lain, kecuali tulisannya sendiri. Ia tidak mereproduksi urusan, benda, bentuk, warna, dan huruf dengan meniru atau Logos apa pun (kata, suara, petanda).
"Tulisan-citra" berupa logo halal baru muncul setelah Logos Menteri Agama melalui regulasi. Logo halal baru hanya menulis dirinya sendiri di banyak halaman atau ruang dengan gerak tubuh dan permainan ekspresi wajah.
Sekali lagi, sabang waktu tidak ada Logos Menteri Agama. Tetapi, asal-usul logo halal baru datang dari Logos Menteri Agama.
Cobalah kita bayangkan! Setiap orang ingin menulis dan menetapkan logo halal baru. Orang akan mengatakan berdasarkan sudut pandang yang berbeda. Tetapi, "subjek berbicara" sesuai apa yang tertulis dalam logo halal baru adalah Menteri Agama atau petinggi negara.
Tidak heran, penyelenggara negara untuk urusan kehidupan beragama melalui Kementerian Agama yang berbicara dan menjawab pertanyaan dari warganet atau khalayak ramai.Â
Tanpa Logos Menteri Agama, maka pejabat di bawahnya tidak bisa berbuat apa-apa, termasuk tulisan-citra tentang logo halal baru. Paling tidak, apa yang dia katakan akan didengar oleh orang lain.
Kedekatan yang terputus dan ketidakhadiran Logos Menteri Agama setelah logo halal baru hadir di ruang umum.
"Saya melihat diriku sendiri menulis dan berbicara tentang logo halal baru. Alih-alih dia mendengar suara dan logika yang berbeda dari apa yang dia pikir dan tuliskan tentang logo halal baru. Logos adalah kata kerja yang benar: diskursus yang berbicara di mana gagasan tentang kebenaran dikelola oleh teologi kehadiran bisa terungkap," begitu kata Derrida. (Lihat Jacques Derrida, Writing and Difference, Â Routledge, London and New York, 2001, hlm. xx)
Untuk mencapai asal-usul logo halal baru dari Logos Menteri Agama, kita perlu mengikuti logos "pasar bebas." Suatu logika dan diskursus yang mendahului pemisahan nalar dan imajinasi, pikiran dan "kegilaan kreatif."
Mereka akan mengizinkan kebebasan berekspresi dan berbicara di tengah sirkulasi dan pertukaran logo halal sama seperti "bentuk baru" di era media sosial dan internet memancarkan kebebasan yang aneh dan gila dalam dirinya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H