Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bisa Jadi Diskursus Politik Terpanas sebagai Obat Perangsang

10 Oktober 2022   09:05 Diperbarui: 2 Juli 2023   17:47 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: monitorindonesia.com, 14/03/2022

Agar nikmat, kadangkala politik mirip dengan “pelakor” (perebut lelaki orang). Menjadi “pelakor” itu nikmat

Pasangan suami isteri, berarti sah secara hukum, tetap saja akan terbayang-bayangi oleh “pelakor.” Suami isteri dalam kaitannya dengan penundaan pemilu sama-sama disoroti secara hukum. Bedanya, suami isteri sah secara hukum negara akan terganggu oleh “pelakor.” 

Ide dan diskursus (wacana) tentang penundaan pemilu, akhirnya ditolak oleh sebagian besar masyarakat dan didukung oleh segelintir.

Pendukung wacana tentang penundaan pemilu bukan berarti sebagai “pelakor” atau pengganggu. Ia semata-mata metafora alias kiasan.

Bukankah ide atau wacana tentang penundaan pemilu bertentangan dengan konstitusi? 

Tetapi, ia tetap memikat dan nikmat lewat wacana tentang penundaan pemilu, sekalipun itu sebagai pelanggaran.

Karena pilihan, maka sang pemikat yang diartikulasikan oleh elite politik akan kecantol pada fantasi seksual daripada fantasi kosong dari penundaan pemilu.

Setidak-tidaknya para elite politik mulai berkobar fantasinya melalui wacana tentang penundaan pemilu. 

Makin kontroversial, makin menggeliat pula wacana penundaan pemilu, yang terarahkan dari fantasi kosong ke fantasi seksual.

Agak lebih mirip fantasi kosong tatkala permainan berakhir setelah pernyataan datang dari kosong satu, kepala negara di republik ini.

Wajarlah, orang normal akan blak-blakan kecantol dengan kehidupan politik yang teriringi fantasi seksual. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun