Teman saya, seorang suami idaman. Kemarin sore, dia mendengar isterinya mengomel tentang pelakor. Tanpa peduli kalau jam itu adalah hari kantor suaminya. Kenapa isterinya memata-matai suaminya, penuh curiga? “Tuh, lihat sohibmu, bapaknya anak-anak!” Dandanannya makin necis, tidak sepertinya biasanya,” begitu kata isteri teman saya. “Yang mana, bu?” Tanyaku sekenanya.
Mengenai ketidakbiasaan itu tidak perlu pertengkaran panjang kali lebar. Curiga ya curiga. Saya bingung. Tetapi, bukan di situ substansinya. Sekilas cerita itu menggambarkan iklim politik tanah air.
Yang ingin saya bicarakan adalah berubahnya teman politik menjad dicurigai. Kenapa?
Sudah bukan rahasia umum, nyaris dihafal di luar kepala jika di dunia politik, baru semenit yang lalu masih teman. Di hari berikutnya teman sudah “bermain mata” dengan partai politik di sebelah. Akhirnya, teman jadi lawan, lawan jadi teman.
Ah, hal itu sudah biasa. Saya tersenyum. Serius amat sih, teman? Begini saja, agar nikmat, kadangkala politik mirip dengan “pelakor” (perebut lelaki orang). Menjadi “pelakor” itu nikmat.
Pasangan suami isteri, berarti sah secara hukum, tetap saja akan terbayang-bayangi oleh “pelakor.” Suami isteri dalam kaitannya dengan penundaan pemilu sama-sama disoroti secara hukum. Bedanya, suami isteri sah secara hukum negara akan terganggu oleh “pelakor.”
Ide dan diskursus (wacana) tentang penundaan pemilu, akhirnya ditolak oleh sebagian besar masyarakat dan didukung oleh segelintir.
Pendukung wacana tentang penundaan pemilu bukan berarti sebagai “pelakor” atau pengganggu. Ia semata-mata metafora alias kiasan.
Dari situ juga saya kira rebut-ribu wacana politik terpanas semusim tidak lebih sebagai obat perangsang. Saya tidak terlalu menanggapinya karena orang tidak heran dengan keriuhan politik semacam mabuk wacana. Begitu pun kita temukan riuh rendah penuh ide dan wacana politik di media sosial. Mencuat sedikit saja wacana politik di tingkat elite, mucul pula gesekan di tingkat massa pendukung.
Lalu, bukankah ide atau wacana tentang penundaan pemilu bertentangan dengan konstitusi?