Kami tidak boleh patah semangat. Kami harus menyelesaikan misi pengabdian di tempat ini tanpa kehadiran Dito, Alfiyan, dan Dinda. Teknik irigasi yang kami kembangkan sebentar lagi akan rampung untuk membantu para petani di desa ini.
Warga di desa ini menyambut antusias kegiatan yang kami lakukan untuk memperbaiki irigasi sawah mereka. Namun, di balik senyuman mereka seperti ada hal yang sedang disembunyikan. Entah, mungkin ini hanya perasaanku saja.
Saat itu kami pulang ke rumah lebih awal. Sebab, saat itu Pak RT meminta bantuan kami untuk memasak merayakan keberhasilan anaknya yang baru saja diterima kerja di kota. Aku dan Dinda membantu memasak di dapur. Sementara Ezar dan Rafan membantu Pak RT mencari kayu bakar tambahan di hutan.
Satu jam berlalu. Ezar dan Pak RT pun datang kembali. Namun, aku sama sekali tidak melihat Rafan. Sementara itu Ezar dan Pak RT malah bertanya yang membuatku bingung.
“Salsa, Rafan sudah pulang ke rumah?” tanya Ezar.
“Loh, bukannya tadi Rafan sama kalian, ya? Soalnya dia belum pulang ke sini,”
“Kamu jangan bercanda, deh, Sal!” ujar Ezar dengan raut wajah yang khawatir.
Lagi-lagi, teman kami menghilang—tanpa jejak.
***
Hari ke-21 KKN
Rafan belum juga ditemukan. Polisi sudah mencari ke mana-mana, namun sama sekali tidak membuahkan hasil. Warga setempat berpendapat bahwa Rafan sudah dimakan oleh hewan buas sebab hutan yang dikunjungi Rafan, Ezar, dan Pak RT masih rawan dengan kedatangan hewan buas seperti harimau.