Aku diam. Bahkan hal seperti ini aku tak tahu. Sepertinya aku tidak sebenarnya suka dengannya lalu kalau begitu kenapa aku selalu ingin melihat kearahnya dan mencarinya?
Tak lama aku tidak menjawab ucapan Venna. Ia mencolek tanganku berkali-kali tapi aku trus sibuk memotong baksoku hingga kecil-kecil tapi ia trus berusaha mencolekku. “Kenapa sih?”
“Ada Gibran” Ucapnya berbisik.
Aku langsung menoleh wajahku kearahnya. Dan kembali membalikkan wajahku darinya. Aku menarik dasi Venna dengan kencang, gregetan sekali seperti jantung trus berdebar. Aku yakin aku benar menyukainya.
“Bu bakso dua” Ucap laki-laki menghampiri ibu-ibu penjual bakso tepat dimana didepan aku duduk bersama dengan Venna. Orangnya sungguh asing bagiku. Aku terus menatap kearahnya yang juga bila aku memandang lurus aku pasti memandangnya. Tidak dengan Venna yang harus menoleh kebelakang terlebih dahulu.
Aku diam lagi. Hingga laki-laki itu pergi membawa dua bakso ditangannya. “Dia siapa Ven?”
Venna menaikkan kepalanya. “Yang mana?”
“Yang tadi beli bakso itu”
“Lah elu yang ngeliat...”
“Gue kan gak kenal Ven, coba ih liat dulu siapa itu yang lagi megang botol saus” Ucapku menolehkan kepala Venna agar melihat kearahnya. Dia yang tadi membeli dua bakso.
“Oh dia namanya Dias”