Mohon tunggu...
MUHAMMAD ERFAN NUR RIZQY
MUHAMMAD ERFAN NUR RIZQY Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Ketua Osis

ISTP

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Rumah Wingit

27 November 2024   09:12 Diperbarui: 27 November 2024   09:29 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di pinggiran kota kecil yang dikelilingi pohon pinus yang menjulang tinggi, berdiri sebuah rumah tua yang lapuk. Dikenal oleh penduduk setempat sebagai "Rumah Wingit", rumah itu telah ditinggalkan selama bertahun-tahun, jendelanya pecah, dan dindingnya diselimuti tanaman ivy. Hanya sedikit yang berani mendekatinya, dan mereka yang berani tidak pernah tinggal lama.

Anjani, pendatang baru di kota itu, tertarik dengan aura misterius rumah itu. Dia pindah ke sana untuk menghindari kebisingan kehidupan kota, mencari ketenangan dan inspirasi untuk tulisannya. Suatu malam, saat menjelajahi kota, dia menemukan Rumah Wingit. 

Penduduk setempat telah memperingatkannya tentang hal itu, mengklaim bahwa rumah itu dihantui oleh roh yang gelisah, tetapi Anjani menepis cerita-cerita itu sebagai cerita rakyat belaka.

Rasa ingin tahu menguasainya, dan dia memutuskan untuk menyelidikinya. Berbekal senter dan buku catatannya, dia mendorong gerbang yang berderit dan melangkah ke jalan setapak yang ditumbuhi tanaman liar. Udara semakin dingin saat dia mendekati rumah, dan bayangan pepohonan menari-nari seperti sosok hantu di bawah sinar bulan. Di dalam, rumah itu berbau busuk dan kayu lembap. 

Papan lantai berderit karena berat badannya, dan sarang laba-laba menutupi sudut-sudut seperti renda yang tak terawat. Anjani menjelajah dengan hati-hati, mencatat tentang suasana yang mencekam itu. Dia berhenti sejenak di tempat yang dulunya adalah ruang tamu, senternya menangkap kilauan bingkai foto yang pecah dan perabotan yang roboh. 

Tiba-tiba, suara samar bergema di tengah keheningan: ketukan lembut, seperti buku jari yang mengenai kayu. Anjani membeku, jantungnya berdebar kencang. Dia mengarahkan senternya ke sumbernya, tetapi tidak ada apa-apa di sana, hanya bayangan. "Halo?" panggilnya, suaranya bergetar. 

Tidak ada jawaban. Ketukan itu berhenti, digantikan oleh keheningan yang menyesakkan. Anjani mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu hanya imajinasinya. Mungkin cabang pohon di luar telah menghantam rumah itu. Bertekad untuk tidak takut, dia terus menjelajah, menaiki tangga reyot ke lantai dua.

Di lantai atas, udara terasa lebih berat, dan ketukan itu kembali terdengar, kali ini lebih keras. Sepertinya itu berasal dari pintu tertutup di ujung lorong. Anjani ragu-ragu, jemarinya mencengkeram senter dengan erat. Dia mempertimbangkan untuk berbalik, tetapi rasa ingin tahunya mendorongnya maju.

Dia membuka pintu.

Ruangan itu kosong, kecuali meja tulis kecil berhias di dekat jendela. Di atasnya terdapat telepon putar kuno, gagang teleponnya terlepas dari pengaitnya. Anjani mengerutkan kening; telepon itu seharusnya tidak ada di sana. Itu tampak tidak pada tempatnya di rumah yang sunyi itu.

Ketukan itu semakin keras, tetapi sekarang terdengar lebih seperti dentingan kuku yang berirama di atas meja. Anjani melangkah lebih dekat, denyut nadinya berpacu. Dia meraih telepon, bermaksud untuk memeriksanya, ketika gagang telepon itu berderak hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun