PENDAHULUAN
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik berkelainan yang memerlukan pendidikan khusus, termasuk mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti kelas dan belajar dalam lingkungan kelas yang sama tanpa diskriminasi. Menurut Permendikbud RI No.70 Tahun 2009, Pendidikan Inklusif memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkelainan, kecerdasan terpendam, dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti proses belajar mengajar dalam lingkungan pendidikan  yang berdampingan dengan masyarakat umum Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Republik Indonesia Mendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Pendidikan Inklusif adalah membekali semua peserta didik penyandang disabilitas dengan kecerdasan terpendam dan/atau bakat istimewa dengan pendidikan dalam lingkungan pendidikan yang berdampingan dengan masyarakat umum, atau sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan  untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.Menurut Garinda (2015), pendidikan inklusif  memberikan kesempatan kepada semua siswa penyandang disabilitas dan siswa yang memiliki  kecerdasan atau bakat terpendam untuk berpartisipasi dalam pengajaran atau pembelajaran di lingkungan pendidikan bersama siswa sekolah umum sistem layanan pendidikan.
SLB Negeri Pembina siborong-borong merupakan salah satu instansi Pendidikan yang memiliki spesialisasi untuk anak berkebutuhan khusus demi mewujudkan UU no 30 tahun 1945 yang memberikan Pendidikan kepada seluruh anak tanpa terkecuali dan merupakan tanggung jawab negara.ahirnya  pendidikan  inklusi  sejalan  dengan  deklarasi  PBB mengenai  Hak  Azasi  Manusia  (HAM),  yaitu  hak  pendidikan  danpartisipasi  penuh  bagi  semua  orang  dalam  pendidikan.  Keberadaan pendidikan inklusi juga didukung oleh deklarasi yang disepakati oleh beberapa negara, termasuk Indonesia, antara lain adalah pernyataan Salamanca   tahun   1994   mengenai   hak   setiap   anak   untuk mendapatkan pendidikan dan pengakuan terhadap perbedaan minat, kemampuan, dan kebutuhan dalam belajar.Pendidikan  inklusi  di  Indonesia  dipayungi  oleh  UU  No.  20 tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  dan  PP  19/2007 tentang Standar Nasional Pendidikan.Â
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa "setiap warga negara mempunyai  hak  yang  sama  untuk  memperoleh  pendidikan  yang bermutu".  Warga  negara  yang  dimaksud  adalah  mereka  yang memiliki  bakat  dan  kecerdasan  istimewa,  mereka  yangmemiliki kelainan  fisik,  emosi,  mental,  intelektual  dan  sosial.  Selanjutnya secara  operasional  di  lapangan  didukung  oleh  Permendiknas  nomor 70  tahun  2009  tentang  Pendidikan  inklusi  bagi  peserta  didik  yang memiliki  kelainan  dan  memiliki  potensi  kecerdasan dan/atau  bakat istimewa.Pemerintah  melalui  PP.No.19  tahun  2005  tentang  Standar Nasional  Pendidikan,  pasal  41(1)  telah  mendorong  terwujudnya sistem  pendidikan  inklusi  dengan  menyatakan  bahwa  setiap  satuan pendidikan  yang  melaksanakan  pendidikan  inklusi  harus  memiliki tenaga      kependidikan      yang      mempunyai      kompetensi menyelenggarakan   pembelajaran   bagi   peserta   didik   dengan kebutuhan khusus.Seruan   International   Education   For   All   (EFA)   yang dikumandangkan  UNESCO  sebagai  kesepakatan  global  hasil  World Education  Forum  di  Dakar,  Senegal  tahun  2000,  penuntasan  EFA diharapkan  tercapai  pada  tahun  2015.  Seruan  ini  senafas  dengan semangat  dan  jiwa  Pasal  31  UUD  1945  tentang  hak  setiap  warga negara  untuk  memperoleh  pendidikan  dan  Pasal  32  UU  Sisdiknas
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus menerima dua layanan: layanan umum (reguler) yang serupa dengan layanan untuk anak lain, dan dukungan serta layanan khusus terjadwal yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. . Layanan
 khusus harus dilakukan oleh personel terampil dan dilaksanakan secara terprogram.Guru biasanya memberikan layanan tambahan saat istirahat perpustakaan berupa pelajaran tambahan  atau latihan membaca dan menulis. Dalam memberikan layanan tersebut, ia masih direpotkan dengan aktivitas siswa lain di perpustakaan. Selain itu, alat dan buku penunjang layanan ABK juga masih kurang lengkap dan kurang memadai. Misalnya, sekolah saat ini hanya memiliki alat  untuk mengajarkan keterampilan ABK dengan membuat bros dan gantungan kunci, serta tidak ada saran belajar terstruktur untuk anak autis. Anak ini tidak dinilai sedangkan anak  lamban belajar dinilai. Selain itu, guru dan GPK tidak membuat PPI sebagai pedoman dalam memberikan layanan bimbingan belajar kepada anak autis, GPK hanya melakukan pendekatan secara personal kepada anak tersebut.Setiap anak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga memiliki kelebihan.Â
Oleh karena itu, ketika melihat anak berkebutuhan khusus (ABK), kita perlu mempertimbangkan baik kemampuan maupun kecacatannya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membutuhkan perhatian lebih, baik dalam bentuk pengasuhan, pendidikan maupun interaksi sosial.ABK berhak bersekolah, seperti halnya saudara kandung yang tidak normal dan tidak normal. Di mana pun sekolah luar biasa (SLB) dan sekolah dasar negeri (SD) berada, tidak ada satu pun alasan ABK melarang  masuk ke sekolah tersebut. Sekolah dapat bekerja sama dengan guru bimbingan khusus yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan pendidikan khusus untuk merancang layanan pendidikan khusus bagi anak-anak tersebut  sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak.
Bimbingan Dan Konseling
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Siswa Penyandang Disabilitas, Potensi Mental, dan/atau Kemampuan Khusus merupakan peraturan resmi yang memuat upaya pengembangan pendidikan inklusif di Indonesia. Peraturan Menteri tersebut memberikan pedoman yang lengkap mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan pendidikan inklusi. Selain itu, peraturan Kementerian mewajibkan pemerintah kota menunjuk setidaknya satu sekolah yang wajib menyelenggarakan pendidikan inklusif. Dalam pendidikan inklusif, anak penyandang disabilitas bersekolah (secara teratur) bersama anak lain dan mencapai potensi penuh mereka. Hal ini karena masyarakat memiliki anak normal dan anak cacat yang tidak dapat dibedakan satu sama lain. Ada banyak sudut pandang yang menganggap mereka terlihat tidak berdaya membutuhkan bantuan dan cinta. Pandangan di atas tidak sepenuhnya benar. Seperti yang Anda lihat, ini sangat berbahaya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Setiap anak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga memiliki kelebihan.
Berdasarkan riwayat perkembangan persepsi sosial anak berkebutuhan khusus (ABK), dapat dikatakan bahwa kebutuhan anak berkebutuhan khusus dan keluarganya  terabaikan selama bertahun-tahun hingga saat ini.  anak-anak ini dan keluarga mereka. Sebagian besar masyarakat masih melihat kecacatan dan kecacatan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus sebagai kutukan, wabah, dan kegilaan. Akibatnya, beberapa ABK dan keluarganya diusir dari masyarakat. Beberapa awak kapal tidak mau berinteraksi dengan masyarakat dan mundur karena merasa takut dan terancam.Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus bahkan mempengaruhi keluarganya (kedua orang tuanya).Â
Thompson dkk. (2004) mengemukakan bahwa selain kecacatan ABK itu sendiri, tantangan terbesar adalah persepsi dan penilaian negatif ABK dan keluarganya dari lingkungan, dan dampaknya terhadap orang yang terkena dampak dan keluarganya dapat dirasakan secara langsung. Bahkan pandangan negatif masyarakat  menjadi stigma yang bertahan lama (Rahardja, 2006). Dampak nyata yang  sering dijumpai berkaitan dengan konsep diri, keberhasilan belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang.Â