Mohon tunggu...
Erfan simanjuntak
Erfan simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

bernyanyi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Layanan Bimbingan dan Konseling kepada Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Pendekatan Kristiani di Kelas Inklusif SLB

8 Januari 2023   21:44 Diperbarui: 8 Januari 2023   21:46 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENDAHULUAN

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik berkelainan yang memerlukan pendidikan khusus, termasuk mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti kelas dan belajar dalam lingkungan kelas yang sama tanpa diskriminasi. Menurut Permendikbud RI No.70 Tahun 2009, Pendidikan Inklusif memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkelainan, kecerdasan terpendam, dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti proses belajar mengajar dalam lingkungan pendidikan  yang berdampingan dengan masyarakat umum Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Republik Indonesia Mendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Pendidikan Inklusif adalah membekali semua peserta didik penyandang disabilitas dengan kecerdasan terpendam dan/atau bakat istimewa dengan pendidikan dalam lingkungan pendidikan yang berdampingan dengan masyarakat umum, atau sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan  untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.Menurut Garinda (2015), pendidikan inklusif  memberikan kesempatan kepada semua siswa penyandang disabilitas dan siswa yang memiliki  kecerdasan atau bakat terpendam untuk berpartisipasi dalam pengajaran atau pembelajaran di lingkungan pendidikan bersama siswa sekolah umum sistem layanan pendidikan.

SLB Negeri Pembina siborong-borong merupakan salah satu instansi Pendidikan yang memiliki spesialisasi untuk anak berkebutuhan khusus demi mewujudkan UU no 30 tahun 1945 yang memberikan Pendidikan kepada seluruh anak tanpa terkecuali dan merupakan tanggung jawab negara.ahirnya  pendidikan  inklusi  sejalan  dengan  deklarasi  PBB mengenai   Hak   Azasi   Manusia   (HAM),   yaitu   hak   pendidikan   danpartisipasi  penuh  bagi  semua  orang  dalam  pendidikan.  Keberadaan pendidikan inklusi juga didukung oleh deklarasi yang disepakati oleh beberapa negara, termasuk Indonesia, antara lain adalah pernyataan Salamanca     tahun     1994     mengenai     hak     setiap     anak     untuk mendapatkan pendidikan dan pengakuan terhadap perbedaan minat, kemampuan, dan kebutuhan dalam belajar.Pendidikan  inklusi  di  Indonesia  dipayungi  oleh  UU  No.  20 tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  dan  PP  19/2007 tentang Standar Nasional Pendidikan. 

Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa "setiap warga negara mempunyai   hak  yang   sama   untuk   memperoleh   pendidikan  yang bermutu".  Warga  negara  yang  dimaksud  adalah  mereka  yang memiliki   bakat  dan   kecerdasan  istimewa,   mereka  yangmemiliki kelainan   fisik,   emosi,   mental,   intelektual   dan   sosial.   Selanjutnya secara  operasional  di  lapangan  didukung  oleh  Permendiknas  nomor 70  tahun  2009  tentang  Pendidikan  inklusi  bagi  peserta  didik  yang memiliki  kelainan  dan  memiliki  potensi  kecerdasan dan/atau  bakat istimewa.Pemerintah  melalui  PP.No.19  tahun  2005  tentang  Standar Nasional   Pendidikan,   pasal   41(1)   telah   mendorong   terwujudnya sistem  pendidikan  inklusi  dengan  menyatakan  bahwa  setiap  satuan pendidikan  yang  melaksanakan  pendidikan  inklusi  harus  memiliki tenaga          kependidikan          yang          mempunyai          kompetensi menyelenggarakan     pembelajaran     bagi     peserta     didik     dengan kebutuhan khusus.Seruan     International     Education     For     All     (EFA)     yang dikumandangkan  UNESCO  sebagai  kesepakatan  global  hasil  World Education  Forum  di  Dakar,  Senegal  tahun  2000,  penuntasan  EFA diharapkan  tercapai  pada  tahun  2015.  Seruan  ini  senafas  dengan semangat  dan  jiwa  Pasal  31  UUD  1945  tentang  hak  setiap  warga negara  untuk  memperoleh  pendidikan  dan  Pasal  32  UU  Sisdiknas

Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus menerima dua layanan: layanan umum (reguler) yang serupa dengan layanan untuk anak lain, dan dukungan serta layanan khusus terjadwal yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. . Layanan

 khusus harus dilakukan oleh personel terampil dan dilaksanakan secara terprogram.Guru biasanya memberikan layanan tambahan saat istirahat perpustakaan berupa pelajaran tambahan  atau latihan membaca dan menulis. Dalam memberikan layanan tersebut, ia masih direpotkan dengan aktivitas siswa lain di perpustakaan. Selain itu, alat dan buku penunjang layanan ABK juga masih kurang lengkap dan kurang memadai. Misalnya, sekolah saat ini hanya memiliki alat  untuk mengajarkan keterampilan ABK dengan membuat bros dan gantungan kunci, serta tidak ada saran belajar terstruktur untuk anak autis. Anak ini tidak dinilai sedangkan anak  lamban belajar dinilai. Selain itu, guru dan GPK tidak membuat PPI sebagai pedoman dalam memberikan layanan bimbingan belajar kepada anak autis, GPK hanya melakukan pendekatan secara personal kepada anak tersebut.Setiap anak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga memiliki kelebihan. 

Oleh karena itu, ketika melihat anak berkebutuhan khusus (ABK), kita perlu mempertimbangkan baik kemampuan maupun kecacatannya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membutuhkan perhatian lebih, baik dalam bentuk pengasuhan, pendidikan maupun interaksi sosial.ABK berhak bersekolah, seperti halnya saudara kandung yang tidak normal dan tidak normal. Di mana pun sekolah luar biasa (SLB) dan sekolah dasar negeri (SD) berada, tidak ada satu pun alasan ABK melarang  masuk ke sekolah tersebut. Sekolah dapat bekerja sama dengan guru bimbingan khusus yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan pendidikan khusus untuk merancang layanan pendidikan khusus bagi anak-anak tersebut  sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak.

Bimbingan Dan Konseling

Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Siswa Penyandang Disabilitas, Potensi Mental, dan/atau Kemampuan Khusus merupakan peraturan resmi yang memuat upaya pengembangan pendidikan inklusif di Indonesia. Peraturan Menteri tersebut memberikan pedoman yang lengkap mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan pendidikan inklusi. Selain itu, peraturan Kementerian mewajibkan pemerintah kota menunjuk setidaknya satu sekolah yang wajib menyelenggarakan pendidikan inklusif. Dalam pendidikan inklusif, anak penyandang disabilitas bersekolah (secara teratur) bersama anak lain dan mencapai potensi penuh mereka. Hal ini karena masyarakat memiliki anak normal dan anak cacat yang tidak dapat dibedakan satu sama lain. Ada banyak sudut pandang yang menganggap mereka terlihat tidak berdaya membutuhkan bantuan dan cinta. Pandangan di atas tidak sepenuhnya benar. Seperti yang Anda lihat, ini sangat berbahaya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Setiap anak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga memiliki kelebihan.

Berdasarkan riwayat perkembangan persepsi sosial anak berkebutuhan khusus (ABK), dapat dikatakan bahwa kebutuhan anak berkebutuhan khusus dan keluarganya  terabaikan selama bertahun-tahun hingga saat ini.  anak-anak ini dan keluarga mereka. Sebagian besar masyarakat masih melihat kecacatan dan kecacatan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus sebagai kutukan, wabah, dan kegilaan. Akibatnya, beberapa ABK dan keluarganya diusir dari masyarakat. Beberapa awak kapal tidak mau berinteraksi dengan masyarakat dan mundur karena merasa takut dan terancam.Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus bahkan mempengaruhi keluarganya (kedua orang tuanya). 

Thompson dkk. (2004) mengemukakan bahwa selain kecacatan ABK itu sendiri, tantangan terbesar adalah persepsi dan penilaian negatif ABK dan keluarganya dari lingkungan, dan dampaknya terhadap orang yang terkena dampak dan keluarganya dapat dirasakan secara langsung. Bahkan pandangan negatif masyarakat  menjadi stigma yang bertahan lama (Rahardja, 2006). Dampak nyata yang  sering dijumpai berkaitan dengan konsep diri, keberhasilan belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun