Layanan bimbingan dan konseling kepada anak berkebutuhan khusus melalui pendekatan Kristiani di kelas inklusif SLB Negeri siborong-borong.
Gilbert pakpahan1,irmanian lumbantobing2,Jeny Florentina Ginting3,Erfan Simanjuntak4, Erentika Situmeang5,Fenti Simangungsong6.
Gilbertpakpahan8@gmail.com, Irmaniantobing18@gmail.com, jenyflorentinag@gmail.com, Erfansimanjuntak6@gmail.com, erentikasitumeang@gamil.com, fentisimangungsong4@gamil.com.
Institut Agama Kristen Negeri Tarutung, Prodi Pendidikan Agama Kristen1, Institut Agama Kristen Negeri Tarutung, Prodi Pendidikan Agama Kristen2, Institut Agama Kristen Negeri Tarutung, Prodi Pendidikan Agama Kristen3, Institut Agama Kristen Negeri Tarutung, Prodi Pendidikan Agama Kristen4, Institut Agama Kristen Negeri Tarutung, Prodi Pendidikan Agama Kristen5, Institut Agama Kristen Negeri Tarutung, Prodi Pendidikan Agama Kristen6.
 Abstrak
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis pelaksanaan pendidikan inklusi di SLB negeri siborong-borong. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, analisis deskriptif. Ketiadaan GPK dan perubahan kurikulum menjadi kendala dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan inklusi belum sesuai dengan harapan. Hal ini dikarenakan belum ada ketetapan tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah dan pendekatan Kristiani tidak digunakan, sehingga berbagai faktor pendukung pelaksanaan pendidikan inklusi tidak dapat terpenuhi secara optimal. Kesimpulannya adalah perlunya penelitian dan kajian terhadap izin dan pendekatan yang digunakan, khususnya pendekatan Kristiani yang mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif sebagaimana diatur dalam Pasal 31 (1) UUD 1945
Kata Kunci    : bimbingan  dan  konseling,  anak  berkebutuhan khusus, pendidikan inklusi, pendekatan Kristiani
Abstract
This research was conducted with the aim of analyzing the implementation of inclusion education in SLB in Siborong-borong Negeri. This research was conducted using qualitative methods, descriptive analysis.The absence of GPK and curriculum changes are obstacles in the implementation of inclusive education. The results of this study show that the implementation of inclusive education has not been in line with expectations. This is because there is no provision on the implementation of inclusion education in schools and the Christian approach is not used, so that various factors supporting the implementation of inclusion education cannot be fulfilled optimally.Â
The conclusion is the need for research and study of the permits and approaches used, especially the Christian approach that supports the implementation of inclusive education as regulated in UUD pasal 31 (1) 1945 ConstitutionÂ
 Keywords : guidance and counseling, children with special needs, inclusive education, Christian approach
PENDAHULUAN
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang terbuka bagi semua peserta didik berkelainan yang memerlukan pendidikan khusus, termasuk mereka dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti kelas dan belajar dalam lingkungan kelas yang sama tanpa diskriminasi. Menurut Permendikbud RI No.70 Tahun 2009, Pendidikan Inklusif memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang berkelainan, kecerdasan terpendam, dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti proses belajar mengajar dalam lingkungan pendidikan  yang berdampingan dengan masyarakat umum Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Republik Indonesia Mendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Pendidikan Inklusif adalah membekali semua peserta didik penyandang disabilitas dengan kecerdasan terpendam dan/atau bakat istimewa dengan pendidikan dalam lingkungan pendidikan yang berdampingan dengan masyarakat umum, atau sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan  untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.Menurut Garinda (2015), pendidikan inklusif  memberikan kesempatan kepada semua siswa penyandang disabilitas dan siswa yang memiliki  kecerdasan atau bakat terpendam untuk berpartisipasi dalam pengajaran atau pembelajaran di lingkungan pendidikan bersama siswa sekolah umum sistem layanan pendidikan.
SLB Negeri Pembina siborong-borong merupakan salah satu instansi Pendidikan yang memiliki spesialisasi untuk anak berkebutuhan khusus demi mewujudkan UU no 30 tahun 1945 yang memberikan Pendidikan kepada seluruh anak tanpa terkecuali dan merupakan tanggung jawab negara.ahirnya  pendidikan  inklusi  sejalan  dengan  deklarasi  PBB mengenai  Hak  Azasi  Manusia  (HAM),  yaitu  hak  pendidikan  danpartisipasi  penuh  bagi  semua  orang  dalam  pendidikan.  Keberadaan pendidikan inklusi juga didukung oleh deklarasi yang disepakati oleh beberapa negara, termasuk Indonesia, antara lain adalah pernyataan Salamanca   tahun   1994   mengenai   hak   setiap   anak   untuk mendapatkan pendidikan dan pengakuan terhadap perbedaan minat, kemampuan, dan kebutuhan dalam belajar.Pendidikan  inklusi  di  Indonesia  dipayungi  oleh  UU  No.  20 tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  dan  PP  19/2007 tentang Standar Nasional Pendidikan.Â
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa "setiap warga negara mempunyai  hak  yang  sama  untuk  memperoleh  pendidikan  yang bermutu".  Warga  negara  yang  dimaksud  adalah  mereka  yang memiliki  bakat  dan  kecerdasan  istimewa,  mereka  yangmemiliki kelainan  fisik,  emosi,  mental,  intelektual  dan  sosial.  Selanjutnya secara  operasional  di  lapangan  didukung  oleh  Permendiknas  nomor 70  tahun  2009  tentang  Pendidikan  inklusi  bagi  peserta  didik  yang memiliki  kelainan  dan  memiliki  potensi  kecerdasan dan/atau  bakat istimewa.Pemerintah  melalui  PP.No.19  tahun  2005  tentang  Standar Nasional  Pendidikan,  pasal  41(1)  telah  mendorong  terwujudnya sistem  pendidikan  inklusi  dengan  menyatakan  bahwa  setiap  satuan pendidikan  yang  melaksanakan  pendidikan  inklusi  harus  memiliki tenaga      kependidikan      yang      mempunyai      kompetensi menyelenggarakan   pembelajaran   bagi   peserta   didik   dengan kebutuhan khusus.Seruan   International   Education   For   All   (EFA)   yang dikumandangkan  UNESCO  sebagai  kesepakatan  global  hasil  World Education  Forum  di  Dakar,  Senegal  tahun  2000,  penuntasan  EFA diharapkan  tercapai  pada  tahun  2015.  Seruan  ini  senafas  dengan semangat  dan  jiwa  Pasal  31  UUD  1945  tentang  hak  setiap  warga negara  untuk  memperoleh  pendidikan  dan  Pasal  32  UU  Sisdiknas
Melalui pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus menerima dua layanan: layanan umum (reguler) yang serupa dengan layanan untuk anak lain, dan dukungan serta layanan khusus terjadwal yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. . Layanan
 khusus harus dilakukan oleh personel terampil dan dilaksanakan secara terprogram.Guru biasanya memberikan layanan tambahan saat istirahat perpustakaan berupa pelajaran tambahan  atau latihan membaca dan menulis. Dalam memberikan layanan tersebut, ia masih direpotkan dengan aktivitas siswa lain di perpustakaan. Selain itu, alat dan buku penunjang layanan ABK juga masih kurang lengkap dan kurang memadai. Misalnya, sekolah saat ini hanya memiliki alat  untuk mengajarkan keterampilan ABK dengan membuat bros dan gantungan kunci, serta tidak ada saran belajar terstruktur untuk anak autis. Anak ini tidak dinilai sedangkan anak  lamban belajar dinilai. Selain itu, guru dan GPK tidak membuat PPI sebagai pedoman dalam memberikan layanan bimbingan belajar kepada anak autis, GPK hanya melakukan pendekatan secara personal kepada anak tersebut.Setiap anak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga memiliki kelebihan.Â
Oleh karena itu, ketika melihat anak berkebutuhan khusus (ABK), kita perlu mempertimbangkan baik kemampuan maupun kecacatannya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membutuhkan perhatian lebih, baik dalam bentuk pengasuhan, pendidikan maupun interaksi sosial.ABK berhak bersekolah, seperti halnya saudara kandung yang tidak normal dan tidak normal. Di mana pun sekolah luar biasa (SLB) dan sekolah dasar negeri (SD) berada, tidak ada satu pun alasan ABK melarang  masuk ke sekolah tersebut. Sekolah dapat bekerja sama dengan guru bimbingan khusus yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan pendidikan khusus untuk merancang layanan pendidikan khusus bagi anak-anak tersebut  sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak.
Bimbingan Dan Konseling
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Siswa Penyandang Disabilitas, Potensi Mental, dan/atau Kemampuan Khusus merupakan peraturan resmi yang memuat upaya pengembangan pendidikan inklusif di Indonesia. Peraturan Menteri tersebut memberikan pedoman yang lengkap mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan pendidikan inklusi. Selain itu, peraturan Kementerian mewajibkan pemerintah kota menunjuk setidaknya satu sekolah yang wajib menyelenggarakan pendidikan inklusif. Dalam pendidikan inklusif, anak penyandang disabilitas bersekolah (secara teratur) bersama anak lain dan mencapai potensi penuh mereka. Hal ini karena masyarakat memiliki anak normal dan anak cacat yang tidak dapat dibedakan satu sama lain. Ada banyak sudut pandang yang menganggap mereka terlihat tidak berdaya membutuhkan bantuan dan cinta. Pandangan di atas tidak sepenuhnya benar. Seperti yang Anda lihat, ini sangat berbahaya bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Setiap anak memiliki kelemahan, tetapi mereka juga memiliki kelebihan.
Berdasarkan riwayat perkembangan persepsi sosial anak berkebutuhan khusus (ABK), dapat dikatakan bahwa kebutuhan anak berkebutuhan khusus dan keluarganya  terabaikan selama bertahun-tahun hingga saat ini.  anak-anak ini dan keluarga mereka. Sebagian besar masyarakat masih melihat kecacatan dan kecacatan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus sebagai kutukan, wabah, dan kegilaan. Akibatnya, beberapa ABK dan keluarganya diusir dari masyarakat. Beberapa awak kapal tidak mau berinteraksi dengan masyarakat dan mundur karena merasa takut dan terancam.Kondisi ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak berkebutuhan khusus bahkan mempengaruhi keluarganya (kedua orang tuanya).Â
Thompson dkk. (2004) mengemukakan bahwa selain kecacatan ABK itu sendiri, tantangan terbesar adalah persepsi dan penilaian negatif ABK dan keluarganya dari lingkungan, dan dampaknya terhadap orang yang terkena dampak dan keluarganya dapat dirasakan secara langsung. Bahkan pandangan negatif masyarakat  menjadi stigma yang bertahan lama (Rahardja, 2006). Dampak nyata yang  sering dijumpai berkaitan dengan konsep diri, keberhasilan belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang.Â
Seperti yang ditunjukkan Thompson... (2004), sikap sosial negatif terhadap disabilitas berkontribusi pada citra diri negatif ABK.ABK juga membutuhkan layanan yang mendukung  keberhasilan pembelajaran dan layanan mandiri untuk mencapai perkembangan yang optimal. Layanan terdiri dari Bimbingan dan Konseling Kebutuhan layanan bimbingan dan konseling  tidak hanya untuk ABK, tetapi untuk orang  lain yang berada di luar kompetensi dan kewenangan guru, dan orang tua mereka. Menurut Thompson et al. (2004) Orang tua dengan ABK mengalami masalah kesehatan jiwa akibat  kondisi anaknya. Masalah-masalah ini memanifestasikan dirinya dalam bentuk ketakutan, kecemasan, stres, rasa bersalah, perlindungan berlebihan, dan banyak lagi. Orang tua juga membutuhkan layanan konseling.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitianÂ
Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif jika dikelompokkan berdasarkan tujuannya. Lexy J. Moleong  (2007:11) mengklaim sebagai penelitian deskriptif kualitatif, dan laporan penelitian menyertakan kutipan data untuk memberikan gambaran tentang penyajian laporan. Data survei dapat berasal dari  wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainnya. Penelitian kualitatif dalam penelitian ini menggunakan metode studi kasus atau studi kasus. Metode studi kasus adalah metode menganalisis  kasus secara menyeluruh dan mempelajari fenomena sosial.Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan layanan bimbingan belajar bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di SLB Negeri Siborong-borong.
Waktu dan tempat penelitian
Survei dilakukan pada September hingga Desember 2022. Survei ini dilakukan di SLB Provinsi Siborong-borong yang terletak di Desa Sitabotabo, Kecamatan Siborong-borong, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Sekolah ini sengaja dipilih sebagai objek penelitian karena menawarkan  layanan pendidikan inklusif yang paling dekat dengan Kampus IAKN Tarutung.
Subjek penelitian
Subjek penelitian yang dipilih adalah anak berkebutuhan khusus dan berbagai disabilitas di SLB, guru kelas dan Guru bimbingan khusus, guru keterampilan, dan guru pendidikan jasmani di SLB negeri siborong-borong. Dalam penelitian kualitatif, sampel disebut informan, atau responden (Sugishirono, 2011: 216)
Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data yang digunakan adalah metode yang  peneliti gunakan untuk mengumpulkan  data (Sugiyono, 2011:225). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada  penelitian adalah observasi partisipan pasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Peneliti juga menggunakan  alat  berupa pedoman observasi dan pedoman wawancara.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian dapat diklasifikasi anak berkebutuhan khusus.
- Tuna Laras adalah individu yang menunjukkan gangguan perilaku yang dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Penyandang tunalaras seringkali tidak dapat mengendalikan emosinya dan sulit menyesuaikan diri.
- Tunarungu adalah orang yang mengalami gangguan pendengaran total atau sebagian.
- Tunanetra adalah tunanetra yang penglihatannya tidak berfungsi sama sekali (kebutaan) atau hanya sebagian (low vision).
- Tuna daksa adalah seseorang yang cacat anggota tubuhnya karena kecelakaan atau faktor bawaan. Cacat termasuk cerebral palsy, amputasi, kelumpuhan, dan polio.Tuna daksa dapat dibedakan berdasarkan derajatnya: ringan, sedang, dan berat.
- Tuna Grahita adalah seseorang yang mengalami gangguan atau keterbatasan dalam perkembangan intelektual dan kemampuan beradaptasi.
- Tuna Ganda adalah individu dengan kecacatan perkembangan saraf yang disebabkan oleh dua atau lebih gangguan.
Guru memberikan layanan bimbingan belajar baik di dalam maupun di luar  kelas. Di luar
 jam belajar, guru akan memberikan penyuluhan belajar berupa penambahan jam belajar. Kelas tambahan diadakan dua kali seminggu, setiap hari Rabu dan Jumat. Guru menawarkan kelas tambahan untuk anak autis dan disabilitas intelektual. Layanan orientasi diadakan setelah
 jam kelas di  perpustakaan. Guru menjelaskan beberapa mata pelajaran yang  masih sulit untuk anak-anak. Guru juga melakukan pelatihan khusus  untuk meningkatkan pemahaman bacaan Amin.Bentuk layanan bimbingan belajar yang diberikan guru kepada anak autis selama pembelajaran meliputi 1) perkembangan dan komunikasi, 2) pengembangan sikap dan kebiasaan baik selama pembelajaran, dan 3) pemberian penguatan. 4) pendampingan menulis, membaca dan berhitung, 5) mendampingi anak dalam persiapan ujian , 6) mendampingi anak dalam ujian pertukaran kelas , 7) memberikan layanan pendampingan.
Guru menawarkan layanan bimbingan belajar, tetapi belum terstruktur karena belum ada PPI. Guru memberikan  bimbingan belajar bagi anak autis baik di dalam maupun di luar  kelas. Guru tidak mengevaluasi anak autis dan menawarkan layanan  bimbingan belajar yang disesuaikan dengan kesulitan dan kebutuhan  anak autis, berdasarkan hasil diskriminatif dari pengamatan sehari-hari. , guru menawarkan kelas tambahan  dua kali seminggu, setiap hari Rabu dan Jumat. Di perpustakaan. Hal ini sependapat dengan  Sunaryo Kartadinata (2002: 56). Ia berpendapat bahwa siswa dengan masalah belajar tidak serta merta perlu diselesaikan dalam situasi belajar mengajar di kelas, tetapi memerlukan penampilan khusus oleh guru di luar situasi belajar.Â
Bentuk  bimbingan  yang diberikan guru kepada anak autis dalam pembelajaran meliputi: 1) pengembangan dan komunikasi; 2) pengembangan sikap dan kebiasaan yang baik selama pembelajaran melalui pengawasan perilaku; 3) pemberian penguatan; ) pendampingan dalam menulis, literasi, dan  5) membantu anak mempersiapkan ujian. 6) membimbing anak melalui ujian dan 7) memberikan layanan dukungan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah, GPK, guru kelas, dan guru mata pelajaran memiliki pemahaman unik tentang bagaimana  anak berkebutuhan khusus dan berbagai disabilitas harus dipahami. Kepala sekolah, GPK dan guru di slb Siborong-borong tidak memiliki metode terstruktur khusus yang dilakukan secara  bertahap dengan  metode yang  sudah ada sebagaimana cara mengajar yang kreatif dan inovatif terbaru yang lebih efektif.
Kebutuhan Bimbingan dan Konseling bagi Anak Berkebutuhan Khusus Mengenai kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling, Thompson et al (200) menguraikan: a).Anak Perlu mengenal dirinya b). Menemukan kebutuhan khusus ABK berdasarkan kecacatannya . Kebutuhan ini datang sesuai dengan kecacatannya.c). menemukan konsep diri d). Penyuluhan Keluarga dengan ABK g) Koordinasi dengan Tenaga Profesional Lain Membantu ABK Mengembangkan Kecakapan Hidup yang Efektif dan Mandiri h). Membuka kesempatan untuk kegiatan rekreasi dan mengembangkan hobi  i).Mengembangkan keterampilan pribadi dan sosial
Kesimpulan
Kebutuhan ABK Â dan keluarga mereka telah diabaikan selama bertahun-tahun. Stereotip dan sikap masyarakat harus diubah dalam menghadapi rintangan. Melalui berbagai layanan, termasuk layanan bimbingan dan konseling, anak berkebutuhan khusus dapat belajar menikmati hidup, Â mandiri, produktif, dan tumbuh secara alami sesuai dengan potensinya.
Â
 Anak berkebutuhan khusus memiliki kepribadian yang unik. Mereka juga memiliki hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang seperti anak lainnya dan memiliki kebutuhan dasar yang sama. Sulit bagi guru dan GPK dan kepala sekolah SLB Negeri siborong-borong untuk bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan  ABK dengan menerapkan pendekatan yang baik guna menumbuhkan niat belajar si ABK dengan motivasi dan bombingan rohani yang baik dan rutin. Dengan demikian sianak dapat belajar dengan maksimal. Â
DAFTAR PUSTAKA
Arif Rohman. (2009). Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:LaksBang Mediatama.
Deded Koswara. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus AUTIS. Jakarta:PT. Luxima Metro Media.
ABKIN (2007). Naskah Akademik: Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Hallahan,  Daniel  P.,  James  M.  Kauffman,  and  Paige  C.  Pullen.  2009. ExceptionalLearners:  An  Introduction  to  Special  Education. Boston: Pearson Education Inc.
Sunardi dan Sunaryo. (2007). Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H