Alangkah kejamnya aku bila memboyong ayah untuk tinggal dan menetap di kota bersama kita. Itu akan amat sangat menyiksanya, dipisahkan dari rumah tempatnya tinggal selama ini. Ada banyak kenangan yang telah diukir oleh ayah bersama mendiang ibu disana. Tegakah aku bila memisahkannya dengan paksa?
Aku mencintaimu, sangat. Tetapi aku pun tak sanggup melihat sorot mata ayah yang terluka. Kehilangan ibu merupakan beban yang teramat berat buat beliau, apalagi bila ditambah dengan rasa kehilangan dengan rumah kenangannya.
Maafkan aku Pritta....maafkan semua kekerdilan jiwaku. Bagiku, nyawaku pun tak cukup untuk menggantikan kasih sayang orang tuaku.
Yang selalu mencintaimu
Priambodo
************
Surat yang dikirim Pritt dari kampung halamannya masih tergeletak di atas tempat tidur. Entah sudah berapa lembar tissue kuhabiskan untuk menyusut air mataku yang tak henti mengalir.
Sejatinya, cinta kita tak menemukan muaranya untuk berlabuh.
=====%%%%%%%=====
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H