Blaaarrrrrr................. rasanya seperti seribu petir menyambar di telingaku. Apa aku tidak salah dengar? Benarkah ini? Seribu satu pertanyaan berputar-putar dalam kepalaku. Kupandangi wajah Pritt, mencoba menemukan jawaban di raut wajahnya yang tenang. Tak ada. Tak kutemukan satu pun.
"Kasihan Bapak. Semenjak ditinggal ibu, beliau kesepian. Tak ada yang bersedia menemani. Aku jauh di seberang, kakak lelakiku masih terikat kontrak dengan pekerjaannya di Belanda. Sementara adik perempuanku satu-satunya harus mengikuti suaminya pindah ke Manado," urainya panjang lebar.
"Lalu?" tanyaku tak sabar.
"Aku harus pulang menemani Bapak. Hanya aku satu-satunya yang masih lajang," kata Pritt lemah. Geletar suaranya tak bisa menutupi keresahannya.
Aku masih bertahan di sini. Kurelakan Pritt menemani orang tua satu-satunya. Entah, jangan tanyakan bagaimana perasaanku.
"Seperti 'doktrin' yang sejak kecil sering kudengar dan tertanam kuat di pikiranku, orang tua adalah segala-galanya. Harta, kekuasaan, jabatan, pasangan tercinta tak ada se ujung kuku bila dibandingkan dengan orang tua.
Mereka, yang menghabiskan sebagian besar waktunya memikirkan kita, bagaimana agar tak kelaparan, dapat tidur nyenyak di kasur yang nyaman, bisa sekolah dengan tenang.....dan seabrek lainnya. Hanya kita, anak-anaknya yang selalu ada dalam pikirannya. Lalu, tegakah kita merampas kebahagiaannya dengan mengabaikannya di usia senja?"
Itu yang dikatakan Pritt panjang lebar kepadaku. Aku mengerti. Aku paham bagaimana perasaannya. Aku pun akan melakukan hal yang sama seandainya ada di posisinya. Lalu dimana letak salahnya?
Pesan pendek dan telepon menjadi satu-satunya komunikasi antara aku dan Pritt.
**********
Pritta....sebelumnya maafkan aku. Pada akhirnya aku harus menyudahi hubungan kita sampai disini. Kau tahu, aku tak mungkin meninggalkan ayahku sendirian di rumah tua. Sementara itu aku juga tahu kalau kau tak mungkin meninggalkan pekerjaanmu hanya demi menikah denganku. Maafkan aku sayangku, aku tak bisa mewujudkan cita-cita kita berdua, membangun keluarga seperti angan-angan kita dahulu