Peristiwa itu meninggalkan bekas mendalam di hati Pritt.
"Hallooo.... Pritta punya waktu siang ini? Kita makan siang yuukk?" suara di seberang telepon itu mengejutkanku.
"Ini siapa ya?"
"Nama kita sama.....," jawabnya, lalu tergelak. Aku teringat kembali peristiwa di depan lift itu, senyumku mengembang.
"Baiklah. Sepuluh menit lagi aku turun. Tunggu di depan ya?"
"Oke."
"Mau makan di mana kita?" tanyanya setelah mobil melaju. Tangannya cekatan mengemudi, sementara bibirnya bersenandung mengikuti instrumentalia yang mengalun lirih dari audio mobilnya.
Makan siang pertama itu menjadi awal dari makan siang berikutnya, pertemuan selanjutnya daaannn......
****************
Dua tahun berlalu, hubunganku dengan Pritt berlangsung mulus tanpa hambatan.
"Pritta.....," lelaki bermata coklat itu menatapku lekat-lekat. Ada yang ingin dikatakannya padaku rupanya.