* Membentuk Lingkungan yang Menjunjung Nilai Anti-Korupsi
Sutherland menekankan bahwa perilaku kriminal dipengaruhi oleh kelompok sosial tempat seseorang berada. Untuk memberantas korupsi, penting untuk menciptakan lingkungan kerja dan sosial yang bebas dari norma-norma yang mendukung perilaku korupsi. Ini bisa dilakukan dengan cara:
- Penguatan sistem pengawasan internal: Meningkatkan pengawasan terhadap pejabat pemerintah dan pegawai negeri sipil (PNS) agar mereka merasa diawasi dan diajak untuk mempertanggungjawabkan setiap tindakan mereka.
- Membangun budaya integritas di pemerintahan dan perusahaan: Pemimpin yang berintegritas harus menjadi contoh yang dapat dicontohkan oleh bawahannya. Di setiap instansi pemerintah dan perusahaan, norma yang menentang korupsi harus menjadi nilai yang dijunjung tinggi.
* Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas
Salah satu cara untuk mengurangi peluang korupsi adalah dengan meningkatkan transparansi dalam setiap proses birokrasi dan kebijakan publik. Hal ini mengurangi kemungkinan adanya tindakan koruptif yang tidak terdeteksi.
- Sistem pengadaan yang transparan: Pengadaan barang dan jasa harus dilakukan dengan sistem yang transparan, melalui e-procurement misalnya, untuk mengurangi celah bagi pejabat untuk meminta suap atau melakukan penyalahgunaan wewenang.
- Mendorong pelaporan kekayaan pejabat publik: Memastikan bahwa pejabat publik melaporkan kekayaan mereka secara terbuka dan terperinci untuk menghindari akumulasi kekayaan melalui praktik koruptif.
* Reformasi Birokrasi dan Penguatan Kelembagaan
Reformasi birokrasi dan lembaga yang menangani kasus korupsi sangat penting untuk memberantas praktik korupsi. Sejalan dengan teori Sutherland, yang menunjukkan bahwa perilaku buruk sering terjadi dalam sistem sosial yang memungkinkan, maka memperbaiki struktur dan tata kelola lembaga negara adalah langkah penting.
- Pemberdayaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK): Memberikan dukungan dan sumber daya yang cukup kepada lembaga-lembaga yang berfungsi untuk menanggulangi korupsi seperti KPK, serta memastikan bahwa lembaga tersebut bekerja secara independen tanpa tekanan politik.
- Reformasi dalam pelayanan publik: Mengurangi birokrasi yang berbelit-belit dan meningkatkan efisiensi dalam pelayanan publik. Hal ini dapat mengurangi peluang untuk praktik suap dalam proses perizinan dan administrasi.
* Membuat Sanksi yang Tegas dan Efektif
Sutherland mengatakan bahwa individu belajar perilaku kriminal karena ada rasa pembenaran terhadap perilaku tersebut dalam kelompok mereka. Salah satu cara untuk memutus siklus ini adalah dengan memastikan bahwa korupsi dihukum dengan tegas dan konsisten. Tidak ada toleransi terhadap korupsi dalam sistem hukum.
- Penegakan hukum yang konsisten: Setiap pelaku korupsi harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa pandang bulu, baik itu pejabat tinggi maupun masyarakat biasa. Hal ini dapat menciptakan efek jera bagi orang lain yang mungkin berpikir untuk terlibat dalam korupsi.
- Pelibatan masyarakat dalam pengawasan: Masyarakat dapat berperan aktif dalam mengawasi tindakan pemerintah dan melaporkan dugaan korupsi. Program pelaporan yang aman dan efektif sangat penting dalam hal ini.
* Mendorong Kerjasama Antar Lembaga
Korupsi tidak dapat diberantas oleh satu lembaga saja, namun memerlukan kolaborasi antara berbagai pihak. Menurut Sutherland, perilaku buruk dapat dipelajari melalui hubungan dengan kelompok sosial yang lebih besar. Oleh karena itu, perlu ada kerjasama antar lembaga negara, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam menangani masalah korupsi.
- Kolaborasi antara KPK, polisi, dan kejaksaan: Meningkatkan sinergi antara lembaga-lembaga yang memiliki tugas dalam pemberantasan korupsi untuk lebih efektif dalam menangani kasus-kasus besar.
- Melibatkan masyarakat dalam pengawasan: Selain itu, memberikan peran lebih besar bagi masyarakat melalui organisasi non-pemerintah (NGO) dan media untuk memantau dan mengungkap praktik korupsi.
* Pembangunan Kembali Kepercayaan Masyarakat