Seorang gadis kecil berlari ketakutan melewati lorong ruangan gedung tua sebuah panti asuhan. Sesekali ia menengok ke belakang; sesuatu yang masih saja mengejarnya. Ia berlari, terseok-seok mencari jalan keluar. Pintu keluar terkunci rapat. Ia menggedor-gedor, dan berteriak minta tolong.Â
Â
Namun, tak seorang pun mendengarnya. Lalu,' sesuatu' itu akhirnya berhasil menangkapnya. Jari-jari kecilnya terlihat semakin rendah di pintu kaca dan kemudian hilang seketika.Â
Â
Dibuka dengan adegan yang cukup mencekam,' Rumah Malaikat' seperti mengajak penonton untuk menahan napas dan menunggu kejutan yang akan terjadi selanjutnya.
Â
Sutradara Billy Christian yang sebelumnya mengerjakan' Tuyul( 2015) kembali kisah tentang sekumpulan anak-anak yatim yang tinggal di sebuah panti asuhan angker, penuh misteri dan berdarah dingin.Â
Â
Anak-anak itu dengan cemas berharap menunggu kedatangan orang-orang untuk segera mengadopsinya, dan membawanya pergi menuju ke rumah abadi, tempat mereka bisa bahagia selamanya. Sebuah suguhan horor suspenser dengan premis menarik dan visual yang artistik.Â
Â
Diceritakan, Alexandra (Mentari De Marelle) adalah mahasiswi yang sedang melakukan penelitian sekaligus menjadi praktisi pengganti di Rumah Malaikat, sebuah panti asuhan yang dulu katanya bekas penjara dan rumah sakit.Â
Â
Alexandra sebagai satu-satunyapraktisi yang berani bertahan dan mampu menghadapi berbagai keanehan yang terjadi di sana. praktisi terakhir sebelum dia, Ibu Irma, mengundurkan diri karena tidak kuat menghadapi hantu anak-anak kecil yang sering mengganggu.Â
Â
Tak hanya itu, Alexandra juga harus patuh mentaati peraturan celana dalam yang ketat, dan harus kuat menghadapi kenakalan anak-anak celana dalam yang sering berbuat usil.Â
Â
Dari luar, Rumah Malaikat berwujud bangunan tua bercat putih gading dengan gaya arsitektur ala Belanda.Â
Â
Panti dikelola oleh Ibu Maria( Roweina Umboh), sang kepala panti yang tegas dan misterius. Dibantu oleh sang asisten Bi Arum( Dayu Wijanto) dan anak kandungnya, Ario yang menjadi tukang kebun( Agung Saga).
Â
Tiga tokoh kunci pengurus panti itu berhasil membawa Rumah Malaikat tetap terlihat normal seperti panti asuhan pada umumnya meskipun di dalamnya banyak keanehan yang terjadi. Namun, kejanggalan demi kejanggalan yang terjadi semakin menemukan titik terang.Â
Â
Hingga akhirnya, kedatangan Alexandra justru menguak dan membuka rahasia lama celana dalam yang selama ini berhasil ditutup- tutupi.Â
Â
Billy Christian menyanyikan film sekaligus penulis skenario yang berhasil menghadirkan 'Rumah Malaikat' dengan pengalaman sinematografi horor yang memukau.Â
Â
Latar belakang bangunan tua panti asuhan yang memang sudah memancarkan atmosfer mistis, kembali ia maksimalkan dengan sentuhan tim tata artistik.
Â
Seperti, hiasan barang-barang antik di setiap ruangan, darah yang mengalir deras dari tangga, penampakan hantu dari bathtub - hogshead , kain- kain putih hingga bunga mawar.Â
Â
Bahkan setiap adegan visualnya pun terlihat seperti sangat ia perhitungkan. Gerakan dan kostum setiap karakter- karakternya unik, menyelaraskan mewujudkan adegan tarian visual yang indah, pucat dan misterius.Â
Â
Di bagian alur, ia juga berhasil dari awal menunjukkan " indikasi twist " melalui adegan-adegan yang sengaja dibuat bermakna. Misalnya, seperti saat tokoh Arjanggi memotong tangkai bunga mawar atau saat Bi Arum berkata, "Kalau tidak mengganggu ya jangan diganggu!".
Â
Namun, seiring berjalannya waktu, energi yang di awal berusaha dibuat naik kemudian perlahan-lahan mulai turun oleh ritme alur yang kendor.Â
Â
Para karakter dengan baik menyampaikan dialog dan misinya masing-masing. Sayangnya, mungkin karena terlalu asik bermain visual , unsur horor dan tegangnya jadi seperti karikatur yang menguap dan bocor di awal.Â
Â
Alangkah lebih baik jika daya intensitas ketegangannya lebih ditingkatkan sehingga tak hanya visual saja yang menawan, tapi unsur ' kegembiraan ' tetap menjadi hit - point . Para hantunya juga terlihat lebih seperti pameran seni dibandingkan berusaha untuk menakut-nakuti.
Â
Melalui karakter unik anak-anak pantinya, Billy berhasil menyampaikan pesan' keragaman' tentang keindahan perbedaan fisik. Misalnya, mereka yang mempunyai fisik yang berbeda atau terbelakang sebenarnya tetap istimewa. Atau, warna kulit mereka yang berbeda tetaplah cantik.Â
Akting para pemeran juga menjadi poin plus dalam film ini. Mentari De Marrelle dengan baik mengembangkan aktingnya mengikuti para aktor lansia seperti Roweina Imboh dan Dayu Wijanto.Â
Â
Roweina dengan sangat baik berhasil membawa tokoh kepala panti yang tegas dan disiplin namun tetap misterius. Dayu juga tak kalah berhasil menyeimbangkan dengan peran sebagai asisten misterius. Agung Saga juga mencuri perhatian dengan aktingnya sebagai anak yang 'berbeda'.
Â
Rasanya, 'Rumah Malaikat' tak kalah menarik jika dibandingkan dengan ide-ide film Billy Christian sebelumnya seperti 'Kota Musik' di omnibus' Hi5teria'( 2012),' Tuyul'( 2015) dan 'Kampung Zombie'( 2015), meskipun sebenarnya filmnya kali ini masih sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut.Â
Â
Namun, dengan cerita yang menarik, kualitas visual yang artistik, dan pengalaman horor yang berkesan tentu Anda tidak mau melewatkan 'Rumah Malaikat' begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H