Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita yang Melanggengkan Duka

25 Maret 2024   22:16 Diperbarui: 25 Maret 2024   22:20 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: dok. Aman.indonesia 

"Saya mohon Bu Maria belajar untuk ikhlas. Bukan untuk kemenangan siapapun yang menembak putera ibu, tetapi untuk kedamaian ibu sendiri," dia berkata lembut. 

"Saya akan mencoba," kata Maria terbata-bata.

"Mintalah bantuan Tuhan untuk menguatkan hati dan jiwa ibu," wanita itu kemudian berdiri.

"Sudah larut, saya izin pulang. Maaf jika saya menyinggung perasaan Bu Maria. Ini karena kepedulian saya terhadap penderitaan ibu," dia tersenyum tipis.

"Oh ya, sekadar informasi, saya tahu apa yang terjadi pada kerusuhan Mei 98 itu. Saat itu, saya adalah salah satu wartawan yang sedang meliput."

Maria terpana. Ia memandangi kepergian wanita berjilbab itu tanpa bisa berkata-kata. Bahkan ketika wanita itu lenyap melangkah dalam kegelapan malam, ia masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Lama ia merenung dan menangis lagi.  Mulutnya menyebut nama Jonathan berulang-ulang. 

Pagi masih belum mengeringkan embun ketika Maria memasuki halaman sebuah gereja. Bangunan tua yang tampak terawat dan bersih. Ia ingat, di gereja inilah puteranya Jonathan dibaptis. Dengan ragu ia membuka pintu. 

Ruangan gereja sangat sepi, tak ada seorangpun berada di dalam. Ya, karena hari itu bukan waktu untuk beribadah. Justru Maria memang tidak ingin bertemu dengan orang lain. Ia ingin sendirian. Maria lalu duduk di bangku paling depan, memejamkan mata. Keheningan menyelimuti, ia merasa tenang dan damai. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun