Aku menimpuk Alif memakai guling. Dia berteriak kesakitan sambil tertawa. Dasar Alif benar-benar menyebalkan.
"Stop-stop, sudah Tiara. Nanti kita mengganggu tetangga."
"Lagian, siapa yang mengganggu tetangga. Dari tadi aku diam saja. Kamu tuh yang teriak pura-pura kesakitan segala." Aku mencebik.
Alif mengangkat tangannya kemudian berkata, "Tiara, sebenarnya aku ke sini ingin menjelaskan kenapa tadi aku pulang telat."
Aku mengangguk, lalu menatap Alif bersiap mendengarkan penjelasannya.
Alif menyampaikan bahwa  tadi ada acara seminar di kampus. Sebagai pemateri terakhir, dia baru bisa pulang sore ditambah jalanan yang macet membuat lelaki itu pulang malam.
"Tiara, sekarang mana ponsel kamu?" tanya Alif.
"Buat apa kamu tanya ponsel aku?" Aku balik bertanya.
Tanpa dipersilakan, Alif mengambil ponselku kemudian mengetikkan sesuatu.
"Nomorku, sudah di-save di ponsel ini. Jadi, kalau ada apa-apa kamu bisa menghubungi aku." Alif menyodorkan ponsel di hadapanku.
Aku mengambil ponsel sambil mengucapkan terima kasih. Ada rasa bersalah yang tiba-tiba merasukki hati. Alif itu memang laki-laki yang baik. Tidak seharusnya aku bersikap judes kepadanya.