Keyla tertawa mendengar candaan Alif sementara aku semakin kikuk di hadapan Bu Merry.
"Nanti bakda Ashar, abang ke rumah Pak RT ya Bun, buat laporan untuk Tiara," ucap Alif sembari mengambil nanas di piring.
Bu Merry mengaguk tanda setuju.
"Oh iya, Bunda sudah pesan catering untuk besok syukuran pernikahan kalian. Rencananya bunda akan mengundang ibu-ibu pengajian sekitar komplek ini untuk salawatan. Bagaimanapun tetangga harus dikasih tahu biar tidak menimbulkan fitnah," jelas Bu Merry.
"Iya Bun. Makasih ya!" ucap Alif.
"Abang, awas jangan diabisin," renggek Keyla melihat Alif mengambil kembali nanas.
"Tenang ... masih ada sisa dua potong lagi." Alif mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf  V.
Aku tersenyum melihat tingkah mereka.
***
 Matahari mulai kembali ke peraduan. Sayup terdengar suara Adzan Maghrib. Alif sudah izin pergi ke mesjid dari tadi. Gegas aku mengambil air wudu, lalu menggelar sejadah di samping ranjang.
Suara ketukan di daun pintu, membuatku urung memakai mukena. Tampak Keyla sudah memakai mukena, ketika aku membuka pintu.
"Teh, sekarang salat nggak?" tanya Keyla. Mungkin dia memastikanku dalam keadaan suci.
"Baru saja Teteh mau salat," ucapku sambil menunjuk ke arah sejadah
"Untung Teteh belum salat. Kiblatnya bukan sebelah situ Teh."
"Oh, Teteh kira sebelah situ, Teteh tadi lupa nanyain dulu," ucapku sembari tersenyum menutupi rasa malu.
Keyla mengajakku ke musala kecil di sebuah kamar yang disekat dengan ruangan mirip perpustakaan. Tampak Bu Merry sudah duduk di atas sejadah menghadap kiblat. Sepertinya beliau menunggu kami.