“Rencananya jam delapan,Oma. Ini Abang bantu-bantu Tiara dulu,” jawab Alif.
Oma Nenah pamit menunggu di luar. Gegas aku ke kamar kembali.
“Ini … kado spesial dari temanmu yang ganteng ini.” Alif memberikan kantong kresek dari Oma Nenah. “Terima kasih ya sudah berkenan mengundang,” Imbuhnya sambil membungkukkan badan, lalu duduk di bibir ranjang.
Diam-diam dalam hati, aku memuji Alif. Dia pandai mencairkan suasana, membuat aku tak canggung bersamanya.
“Terima kasih kembali kadonya temanku yang gan…” Aku tersenyum sambil mencebik.
“Kok, nggak dilanjutin?”
“Nyangkut di pohon gantengnya, ambil sendiri!” jawabku asal.
“Nyindir nih …”
Ups! Aku jadi ingat. Waktu kecil Alif tidak bisa memanjat. Dia selalu menyuruhku untuk memanjat buah jambu milik Omanya.
“Masih suka manjat, nggak?” Alif balik bertanya.
“Enggak lah, tapi kalau disuruh manjat aku masih bisa,” jawabku sambil mengangkat tangan kanan membentuk siku-siku.