“Kapan, Tiara bilang sama Emak?” Aku mengernyitkan dahi.
“Tadi waktu cuci piring. Kamu mah pelupa.” Emak menepuk punggungku.
Perasaan … aku tidak pernah bilang, ingin ikut ke Jakarta.
“Ya, sudah kalian siap-siap, Bapak dan Emak mau menyapa dulu tetangga yang ikut bantu-bantu.” Bapak bangkit dari kursi, kemudian keluar diikuti oleh Emak.
Di ruang depan, kini hanya tersisa aku dan Alif dalam bisu. Kami saling mengeja kata lewat mata yang saling bertemu.
“Ehem, katanya mau ikut, ayo siap-siap nanti keburu siang.” Alif memecah beku di antara kami.
Aku bangkit dari kursi, kemudian masuk ke kamar. Menyadari ada yang mengikuti, aku menoleh. Tampak, Alif di belakang menyugingkan senyum.
“Mau ngapain ke kamar?” tanyaku sedikit jutek.
“Mau bantuin packing, siapa tahu butuh bantuan.”
“Nggak, aku bisa sendiri.”
“Bener nih … kali aja banyak pakaian ganti yang dibawa. Orang semalam tiga lapis,” timpal Alif sembari menaikkan alis sebelah.