Mohon tunggu...
Emil WE
Emil WE Mohon Tunggu... road and bridge engineer -

Seorang penikmat sastra, anggota forum diskusi sastra “Bengkel Imajinasi”, anggota Adventurers and Mountain Climbers (AMC 1969) Malang, kini tinggal di kampung kecil di Jawa Timur sehabis menekuni profesinya sebagai urban di Jakarta. Gemar menulis di alam bebas.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Singhasari

29 Desember 2010   01:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:16 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dua singa mendenting sukma
mencabut keris menyayat-nyayat
lengkap sudah satu berkalah
entah siapa bernafas pegat

beribu jiwa tertidur jua
mengerang duka tersayat nyawa
tetapi . .
denting pepedang masih menyata . . .

dewa kematian tergopoh-gopoh
menyibuk diri cabuti titah
kemarin hidup kini memati
dalam robek sayatan ini

bayu menitis di bajra lebat
beriring jatuh kedhaton kebat
kejayaan nyata tinggal sesaat . .
membisu diam mendekam dendam

Kertanegara . . .
Kertanegara . . .
mendekap luka sayatan sayat
melimbung diri bernafas berat

dan . .
dewa kematian menyapanya :
‘Prabu, peganglah erat tangan kananku . . . ‘

Singhasari . . . .
di peraduan merisau diri . . . . .
merisau diri . . . .
Singhasari 2001,
Dalam sapaan Dwarapala –Patirtan Watugedhe –
& Anggun Candi,
Sisi sisa keagungan,
Masa lalu,
Kala itu . . .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun