tujuh nyawa . . .
‘Dinda Prajnaparamita-
bethariku . . .
di pelukmu hangat-
belai cinta
yang memerah
di kilau tipis bibir-
merah indahmu
serapah Gandring halauku lagi
menesap risau terisak-isak
tujuh nyawa-
tujuh nyawa
mengapa telah aku berserah
hadapi takdir di peluk rindu
biarlah biar kan kuperangi
biarlah jika kan kuhadapi
andai akupun mati-
takkan ada yang kurindukan
selain desah engah asmaramu
menikam hati meracun jiwa-
duhai Kendedes Bethariku . . .
dalam kelak menerus cita
sampaikanlah salamku
berikan rinduku
untuk buah hatiku . . .
yang kuingin Singhasari-ku terbang
menukik tajam menekuk rejam
di gulipatan tinta sejarah
tanah Jawa dwipa
janganlah menangis bidadariku
titik air matamu adalah erangku
di tidur malam kian panjang
sudahlah sudah . . .
temani aku . . .
dekaplah erat tubuhku ini
masih menggigil masih menafas
sandarkan kepalamu di bahu kananku
biarkan kuurai rambut mayangmu . .
duhai dewiku-cantikku-asmaraku . .
lepaskan rasamu
biar kukecup keningmu-
biar kucium pipimu-
keindahan di tangkai nirwana . . .
andai akupun mati
takkan ada yang kutangisi
selain desah engah asmaramu
dan kemesraan manis senyummu . . .’
menitik lagi-
sesak isak kini mengucap
di kelam jagad merengkuh takdir
dalam pelukan . .
kendedes pun hanya bisa mendiam
di gemah malam panjang
yang mengusir bintang gemintang . . .